Imel mulai bisa berbaur dengan warga lain. Ia sudah ikut beberapa kegiatan warga, seperti Minggu ini, gadis itu tengah berpeluh ria dengan para Ibu kompleks. Setelah senam kegiatan akan di lanjut dengan olahraga voli untuk laki- laki kadang juga menanam pohon. Untuk perempuan ada kegiatan memasak bersama dan menjahit. Ada juga mendongeng untuk anak anak.
Imel dan beberapa remaja putri lainnya sedang belajar menjahit, Imel masih pemula jadi dia belum begitu mahir. Dari kecil dia sama sekali tidak tertarik pada bidang itu, padahal Ibu kandungnya punya keahlian itu saat masih sehat . Gadis itu lebih suka memasak atau menghias rumah dari dulu
"Kak Imel itu, dokter lho adik-adik" kata seorang wanita muda yang sedang mendongeng di ujung taman.
Merasa namanya di sebut Imel menoleh lalu melambaikan tangan sambil tersenyum ke arah mereka.
"Siapa yang mau jadi dokter kayak kak Imel?"
"Saya...saya..."
Imel ikut bahagia melihat pemandangan di depannya, dia ingat kembali ke masa kecilnya dulu, di mana dia belum mengerti apapun selain belajar dan bermain.
"Semalam itu pacarnya ya, Mbak Imel?" sudah Imel duga cepat atau lambat Bu ozi akan menanyakan hal itu hari ini. Ketika Vano pulang semalam, Imel melihat Bu Ozi baru saja turun dari mobil dan berpapasan dengan Vano.
"Tunangan saya, Bu." Imel memutuskan untuk jujur, dia kapok berbohong pada ibu ibu kompleks itu. Bu Ozi nampak kaget, lalu dengan terbata bata memanggil ibu-ibu lain.
"Ya...gagal deh Sauhan dan Dandi di kenalin sama Mbak Imel." sindir Bu Ella sambil melirik Bu Adi dan Bu Tirto.
"Katanya belum mau nikah dulu, Mbak?"
" Iya, padahal kemarin Dandi sudah mau lho Mbak, seandainya saya kenalin"
"Mbak Imel itu nyarinya yang guanteng, yang beda. Calon Mbak Imel semalam itu ganteng banget, Dandi sama Sauhan nggak ada apa apanya." Bu Ozi ber api api bercerita tentang pertemuannya dengan Vano.
"Bukan begitu, Ibu" interupsi Imel, dia jadi nggak enak hati sekarang.
"Lha memang gitu...." Bu Ozi tetap keukeh, Bu adi dan Bu Tirto tampak kecewa.
"Ibu, tolong jangan salah faham ya." Imel masih berusia menjelaskan.
"Tapi, Mbak. Kayaknya saya pernah deh ketemu sama tunangan Mbak Imel itu. Tapi, dimana ya?"
"Bu Ozi salah liat mungkin, Bu."
"Nggak tau. Tapi wajahnya itu kayak familiar gitu lho, Bu Ella."
"Kalau begitu kapan kapan di kenalin ke kami saja, Mbak"
"Nggak janji ya, Bu." Pungkas Imel cepat.
****
Mobil Vano memasuki rumahnya. Mereka baru saja nonton film di bioskop dengan cara yang aneh. Bagaimana tidak aneh mereka nonton dengan cara tak biasa, Vano mengajaknya menyamar lebih dulu. Vano takut acara nonton mereka terganggu dengan aksi penonton lain yang akan mengenalinya."Kita mampir di rumah dulu." Vano membuka selt belt lalu turun lebih dulu.
"Ayo...aku kenalin seseorang." lanjutnya. Imel mengikuti dari belakang.
"Bi...." teriak Vano, rumah besar itu tampak lenggang. Kedua orang tua Vano sedang ke Malang.
"Bibi...."panggil Vano sambil berjalan ke dapur dan ruang makan. Tapi Bi Ani malah tergopoh-gopoh dari lantai atas.
"Aden." kata Bi Ani lalu melirik Imel sebentar.
"Buatin kami minum, Ni." Dasar manja, gerutu Imel.
KAMU SEDANG MEMBACA
reply 2000
General Fictionkarya pertama yang saya persembahkan buat para shipper bangbangcouple. mungkin masih banyak kekurangannya. "Bagaimana aku menyianyiakan masa remajaku seperti ini,mengagumi seseorang yang sama sekali jauh dari tipe idealku.Dia sangat narsis,sangat pl...