2004
IMEL Pov
Aku sedang menunggunya di rooftop. Seperti biasa, sejak hari itu entah sudah berapa lama kami menjadi lebih dekat. Setiap istirahat dia selalu menunggumu di sini. Apapun menu yang aku buat dia selalu menikmatinya dengan lahan. Seperti hari ini,aku membawakanya seporsi nasi uduk lengkap dengan lauknya, tidak lupa sebotol jus jambu kesukaannya. Semua sahabatku tidak ada yang tahu kebiasaan baruku ini, aku selalu berhasil menyembunyikan peraasanku dari mereka. Bahkan di depan mereka aku selalu sok cuek kalau mereka sedang membicarakan Vano. Padahal hatiku menghangat ketika Tari maupun Wulan dengan gamblang menceritakan apa saja tentangnya
Entahlah, apa arti semua ini. Aku menikmatinya, aku bahagia."Nunggu lama ya." Sapa Vano mengagetkanku, aku menggeleng pelan. Lalu segera memberi sebotol air mineral padanya. Kalau ada orang lain melihat mungkin mengira kami pacaran.
"Makan apa kita hari ini?" Tanyanya lalu meraih sekotak nasi yang sudah aku siapkan di depannya.
"Wow, kamu memang penuh kejutan."pujinya, dengan lahapnya lelaki utu mulai makan, entah kenapa aku sangat bahagia melihat reaksinya seperti itu.
"Kamu nggak penasaran kenapa aku berpenampilan seperti ini?" tanyaku akhirnya, aku tidak tahan juga untuk menanyakannya.Vano menatapku.
"Bukannya kamu sendiri yang bilang nggak mau bahas." jawabnya lalu mengalihkan tangannya ke botol jus.
"Vano, Sebenarnya kamu sadar nggak siapa aku?"gumamku.
"Kamu?" dia meletakkan botol jus lalu menghadapku lagi, sementara dia menatapku, aku mulai gelisah.
"Kamu kan ivo." jawabnya sambil tertawa,sontak aku mundur. Jadi selama ini dia tidak sadar siapa aku sebenarnya, dia tidak mengingat pertemuan kami sebelumnya di panti. Kenapa? Kenapa aku kecewa? Apa aku terlalu berharap dia mengingatku sebagai imel?Kenapa selama ini aku terlalu yakin kalau dia mengingatku.
"Betul? Aku nggak menanyakan kenapa kamu sampai menyamar seperti ini, karena aku takut kamu nggak suka. Aku nyaman berteman sama kamu Iv, aku ngrasa di sekolah ini cuma kamu cewek yang nggak lebay menganggapku artis. Kamu bisa cuek, judes, itu malah yang bikin aku pengen dekat sama kamu." Vano menjelaskan panjang lebar, dan aku hanya bisa menatapnya tak percaya.Diam, kenapa aku kecewa mendengarnya?
"Apa sebelumya kita pernah ketemu?dan aku melupakanmu?" Tanya nya kemudian, aku menggeleng cepat.
"Apa kamu ada masalah?coba kamu cerita" pintanya lagi, sepertinya dia sadar dengan perubahan wajahku. Aku mendesah pelan lalu mencoba tersenyum.
"Aku ke kelas dulu ya." Pamitku mencoba menghindar, segera saja aku membereskan sisa makan kami, lalu berlari. Aku sempat melihat Cello dan menyapaku. Aku cuma menganguk cepat lalu memilih pergi.
Author Pov
Cello mondar mandir di depan gerbang sekolah, niatnya cuma satu, MENUNGGU Imel. Dia sempat curiga dengan Imel, karena dengan otak cerdas Cello yang di atas rata-rata tak sulit baginya untuk mengenali gadis itu. Berkali kali ia melihat jam tangannya. Ia gusar? Tentu saja. Bagaimana pun Cello berniat mengajak Imel bicara sekarang.
"Imel... " Kata Cello mencoba menyapa tatkala melihat gadis itu berjalan dari dalam sekolah ke arahnya. Gadis itu terkejut tak menyangka, lalu segera mungkin memalingkan muka. Cuek.
"Ivo... " kali ini Cello memanggil gadis itu dengan nama lain, lalu tak lama gadis itu menoleh. Menganguk sopan dengan ekspresi datar.
"Boleh bicara sebentar?" pinta Cello membuat kening Imel mengernyit.
"Aku mau bertanya sesuatu sama kamu."
Imel menurut saja tatkala tangan Cello meraih tangannya lalu membawanya ke bangku panjang yang memang tersedia di depan sekolahan.
"Apakah sebelumnya kita sudah kenal?" tanya Cello dengan mata penuh selidik, Imel mencoba menyembunyikan kegugupannya.
"Maksud kakak?"
"Kita duduk dulu, sebelum ketemu di sekolahan ini,apa kita pernah saling kenal?"
"Ooh,tidak kak! mana mungkin." jawab Imel setengah ketawa
"Tapi aku ngrasa kamu bohong."
Imel memilih berdiri menghindar. Sungguh dia belum siap penyamarannya terbongkar."Maaf kak, aku harus segera pulang." kata Imel kemudian berlari ke angkutan umum yang kebetulan lewat. Cello melihatnya nanar sambil memikirkan sesuatu.
"Kenapa kamu tidak jujur Mel? Dari suara kamu, cara berjalan kamu, aku sudah bisa mnebak itu kamu. Kenapa kamu menyamar seperti itu? Apakah itu cara kamu menghindariku." gumam Cello memandang kepergian gadis itu
Vano Pov
Aku lihat senyumnya tak begitu asing. Cara bicaranya juga sedikit mengingatkanku pada seseorang. Tapi siapa? Bohong, kalau aku bilang tidak penasaran siapa dia sebenarnya. Tapi aku tidak mau rasa penasaran ini mengganggu privasinya, kenyamanannya. Dari awal melihat dia membuka penyamarannya di atap sekolah hari itu, aku sudah berusaha mengingat siapa dia. Tapi otakku sama sekali tidak mengarah kepada siapapun yang aku kenal selama ini. Untuk sesaat aku menyesali kenapa aku mempunyai kecerdasan yang pas pasan, yang membuatku bingung tatkala hari itu dia menanyakan atau lebih tepatnya menge tes daya ingatku.
Dan sekarang aku, Ivano devanto Anjelo seorang artis baru sedang sok belajar di taman rumah, sambil membawa buku pelajaran sekolah tapi dengan pikiran kemana mana. mencoba mengingat kepingan kepingan hidupku selama 19 tahun ini.
"Ini Den," Suara Bik Ani membuyarkan lamunanku. Segelas jeruk nipis hangat bersama sepiring onde-onde terhidang di meja bundar itu.
"Iya Bik." Jawabku kemudian bangkit dan menutup buku. Bik Ani duduk di kursi sebelahku.
"Tadi Non Evi ke sini Den." lapor Bik Ani, membuat onde-onde yang sudah terlanjur masuk di mulutku meloncat keluar karena aku kaget.
"Dia nyari in Aden. Tapi Aden lagi tidur. Bibik suruh nunggu dia nggak mau. Takut ganggu Aden istirahat."
Kebiasaanku ketika hari libur sekolah adalah menghabiskan waktuku dengan berdiam diri di rumah, tidur sepuasnya atau bermain play station. Karena pada hari hari lain jadwal syutingku cukup padat apalagi ada beberapa pemotretan majalah remaja yang mulai melirikku.
Aku menganguk. Bik Ani lalu pergi setelah menanyakan kebutuhanku lainnya. Evi, hampir saja aku melupakan nama itu. Gadis imut bermata bule dengan bibir sensual, gadis yang pernah mewarnai hari- hari SDku. Evi selalu berada di sisiku, aku sempat merasa suka dengannya dan kagum dengan kecantikannya, tapi saat itu hanya bisa memendam rasa. Rasa takut mengungkapkanya kala itu karena takut di tolak, takut dia menjauhiku, takut dia pergi dariku. Walau akhirnya hal itu terjadi, Evi memilih sekolah di luar negeri selepas SD dan itu membuatku kehilangan cukup lama.
Tapi kenapa sekarang mendengar namanya aku tidak merasa bahagia? Biasa saja. Seperti mau bertemu teman lama yang sudah lama tak terdengar kabarnya. Secepat itu kah aku melupakan rasa itu. Waktu 5 tahun memang lama, tapi toh seharusnya aku bersemangat ketika dia mencariku. Apalagi dia sudah jauh-jauh dari Luar negeri?Kemanakah rasa itu pergi?Hati ini untuk siapa sebenarnya sekarang?
KAMU SEDANG MEMBACA
reply 2000
General Fictionkarya pertama yang saya persembahkan buat para shipper bangbangcouple. mungkin masih banyak kekurangannya. "Bagaimana aku menyianyiakan masa remajaku seperti ini,mengagumi seseorang yang sama sekali jauh dari tipe idealku.Dia sangat narsis,sangat pl...