Vano menutup kedua telinganya tatkala Bibi Ani, Asisten rumah tangganya menerornya dengan sebuah peluit. Lucu memang seorang asisten rumah tangga bisa bersikap kurang ajar seperti itu pada majikannya.
"Dalam lima menit, kalau Aden tidak bangun terpaksa Bibi seret nih!" ancam bi Ani, Vano mengacak rambutnya frustasi, Bik Ani tersenyum menang.
"Ini hari minggu Bi, sekolah libur. Kenapa musti di bangunin pagi-pagi sih? Bibi tahu sendiri kan, semalam aku tidurnya jam berapa." Decak Vano sambil bersiap tidur kembali.
"Eeh ... si Aden ... ini udah siang Den, lihat tuh jam berapa? Eyang udah nunggu dari pagi di bawah. " cerocos Bi Ani sambil kembali bersiap meniup peluitnya.
Dengan terpaksa Vano melirik jam bekernya, sudah jam 11 siang. Gara- gara semalam dia nongkrong bareng Cello dan pulang dini hari dia jadi telat bangun pagi. Padahal biasanya paling siang kalau libur dia bangun jam 8 pagi lalu menyempatkan olahraga sebentar.
"Cepat mandi Den! Jangan sampai eyang menunggu lama." Pesan Bi Ani sebelum meninggalkan kamarnya.
Bi Ani ini adalah suster yang sudah merawat Vano dari bayi, jadi Bi Ani sudah menganggap Vano seperti putranya sendiri. Begitupun dengan Vano, menganggap wanita berkulit kuning Langsat itu sepeti ibu kedua baginya. Dan untuk masalah peluit, itu juga ide Vano. Dulu pas masih SD Vano pernah naksir teman sekelasnya, temannya ini sangat cantik di mata Vano, sangat pintar dan selalu mendapatkan rangking. Karena ingin mendapat perhatian dari temannya itu Vano merubah segala perangainya, dia jadi anak yang rajin. Dan rajin menurut Vano adalah dengan tidak pernah datang terlambat ke sekolahnya, oleh karena hal itu Vano meminta Bi Ani membangunkan Vano pagi-pagi, kalau dia sulit di bangunkan Vano minta di bangunkan dengan peluit yang biasa ia gunakan saat sepak bola dengan papanya.
Beberapa menit kemudian Vano sudah berada di meja makan, bersama eyangnya. Lebih tepatnya, Vano sarapan dan eyang menemaninya.
"Eyang sudah dengar kalau kamu di jodohkan,"
"Mama kamu itu aneh, jaman sekarang kok masih jodoh jodohan."
Wajah Vano langsung berbinar, dia tidak menyangka kalau eyang berada di pihaknya.
"Eyang akan bicara sama mama kamu secepatnya, Eyang tidak terima cucu kesayangan eyang di atur."
Vano yang selama ini merasa hak nya di rampas mamanya bersungut sungut mendekati Eyangnya, lalu sengaja mendekatkan kepalanya ke pundak sang eyang.
"Selama ini Vano merasa hak Vano di rampas, Vano tidak mau menentang mama karena takut di bilang anak durhaka," rengeknya. Tangan eyang mengelus kepala Vano sayang.
"Kapan ibu sampai?" sebuah suara memecah pembicaraan mereka, Anjelo Rahardi Papa Vano berdiri menatap mereka.
Eyang melepas pelukan Vano, kemudian berdiri mendekati Putranya. Papa Vano segera mencium tangan eyang sebagai tanda hormat.
"Ibu perlu bicara dengan kamu dan Cahnia, ini tentang Vano!"
"Vano?" kata Papa sambil beralih menatap Vano yang tetap berada di meja makan. Cuek.
"Ibu sudah dengar kalau kamu dan Cahnia menjodohkan Vano dengan gadis panti asuhan itu. Kalian harusnya tidak sembrono. Vano pewaris keluarga Rahardi satu- satunya, harusnya dia tidak di jodohkan dengan gadis yang tidak jelas asalnya itu. " kata Eyang geram, Vano tersenyum senang.
"Ibu ... ibu duduk dulu. Saya dan Nia bisa menjelaskan ..." bujuk Papa.
"Menjelaskan apa? Dimana Cahnia? Ini pasti akal-akalan dia, biar kamu juga menyetujui ide konyolnya itu. " tatapan eyang mengarah menuju seisi ruangan itu, mencari sesuatu. Vano mengernyitkana keningnya, Senyum yang tadi tersungging di bibirnya pelan-pelan memudar. Ia tahu sejak lama hubungan Mama dan Eyangnya kurang akur, entah ada masalah apa yang membuat eyang begitu sering mengkritik mamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
reply 2000
Fiksi Umumkarya pertama yang saya persembahkan buat para shipper bangbangcouple. mungkin masih banyak kekurangannya. "Bagaimana aku menyianyiakan masa remajaku seperti ini,mengagumi seseorang yang sama sekali jauh dari tipe idealku.Dia sangat narsis,sangat pl...