Memilih

67 5 0
                                    

Imel pov

  Gelisah. Hari sudah sore menjelang malam. Aku masih bimbang mondar mandir di kamarku yang sederhana ini. Kemarin adalah hari yang sangat berat buatku. Setelah kemarin aku bertemu vano di koridor sekolah entah kenapa hatiku kini seperti goyah lagi. Aku yang sebelumnya sudah bertekad melupakan semuanya kini kembali mengharapkannya. Tapi aku ragu? Apalagi ketika mendengar cerita Tari tadi pagi. Tari bilang saat ini dia kembali dekat dengan perempuan masa lalunya. Tari memang selalu tahu tentang kehidupannya.

  "Kali ini rival Nada berat, masa lalu Vano ini juga punya pesona tak kalah kuat dari Nada." Aku tahu Tari adalah pendukung berat couple Vano-Nada. Sahabat ku itu kurang suka tatkala muncul berita tentang perempuan masa lalu yang aku sendiri kurang tahu.

   "Yang penting Vano nya nyaman," entah kenapa saat itu aku bergumam seperti itu, tak berniat menanggapi lebih panjang. Tapi respon Tari benar benar di luar perkiraanku. Sisi Fanatiknya muncul.

"Nada itu lebih sempurna, Iv. Lebih segalanya."

"Iya aku tahu, aku tahu Tar ...." aku tidak tahu kenapa nada suaraku tiba tiba meninggi,merasa sedikit  emosi mendengar Tari terus menerus melontarkan pujian pada Nada. Tari menyipitkan matanya, heran.

"Maksudku," aku segera menurunkan nada suaraku lalu sebisa mungkin mengubah ekspresiku "kamu kan belum tahu seperti apa perempuan masa lalunya Vano itu, jadi seharusnya kamu tidak membandingkan mereka."

Tari masih tak percaya dengan ucapanku. Dia terus menatapku.Dan aku jengah di buatnya.

   "Hai!" segera kusapukan tanganku ke mukanya. Dia mengedipkan matanya jail.

    "Seorang Ivo, yang biasanya tidak pernah tertarik dengan pembahasan tentang Ivano, kini bereaksi seperti ini. Wow," katanya sambil bertepuk tangan. Aku memutar mataku jengah. Kemudian lebih memilih beranjak pergi. Tari mengikutiku.

   "Apa ada sesuatu yang aku tidak tahu?" tebaknya sambil terus mencoba mensejajari langkah cepatku. Aku menggeleng malas.

  "Sebenarnya aku curiga dengan hubungan kalian. Ada sesuatu yang kamu sembunyikan."

Aku tidak memperdulikan apa saja yang Tari ucapkan, berjalan terus menuju perpustakaan. Tapi langkahku terhenti lagi ketika tanpa sengaja melihatnya berjalan ke arah kami. Dan lagi- lagi terpesona olehnya. Lalu tanpa ku duga dia berhenti di depanku sambil sengaja tersenyum. Senyum yang aku tidak tahu artinya apa. Senyum kembali membuat jantungku berlomba, secepat ku gelengkan kepalaku mencoba menepis pesonanya. Hingga tanpa ku sadari ia berlalu sedang aku masih terpaku. Senyumku melengkung tipis, ada rasa hangat di dadaku tiba-tiba. Aku sedang bahagia hingga tanpa sadar sekeliling ku. Tari menatapku heran, pasti nanti ia akan menuntut penjelasan.

  Aku mendesah, pasrah. Galau tak terkira. Wajahku sudah menghadap sempurna ke cermin. Bingung harus bagaimana? Apa aku datang saja memenuhi permintaan Vano kemarin? Aku tidak tahu motif Vano memintaku datang ke tempat itu. Apakah ada hubungannya dengan hari valentine malam ini? Lalu untuk apa aku datang? Bukankah kami tidak ada hubungan apapun. Bukankah dia sudah menolakku? Dan bukankah ada Nada atau wanita masa lalunya yang harus dia perhatikan? Aku kembali mendesah kemudian ku dengar pintu kamarku di ketuk.Suara bunda Laras memanggilku.

  "Ada yang nyariin kamu," kata Bunda Laras setelah pintu ku buka.

"Ayo temui"

Aku mengerjap, menganguk pelan. Lalu mengikuti Bunda ke depan.

"Hai Ivona." Sapa nya sambil berdiri . Senyum teduhnya terlihat tulus dan aku balas tersenyum.
Seketika aku tersadar, dia mengenaliku. Saat ini aku? tanpa penyamaranku? Aku shock, tatkala dia menghampiriku lalu menuntunku untuk duduk.

reply 2000Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang