Chapter 20 - Shocked

525 69 9
                                    


Kalau dihitung-hitung sudah lebih dari lima belas menit aku berdiri di depan gerbang sekolah. Sendirian karena teman-teman yang lain sudah pulang ke rumah tepat sedetik setelah bel sekolah berbunyi. Tidak ada alasan bagi mereka untuk tidak langsung pulang ke rumah, lain denganku. Aku menunggu Taehyung untuk memberikan jaketnya yang kutumpahi es krim kemarin.

Jaket Taehyung yang dari tadi ku sampirkan di tangan kananku aku eratkan ke tubuh karena udara dingin semakin menusuk sampai ke tulangku. Ditambah lagi cuaca yang kurang baik. Langitnya mendung, awan sudah sampai setengah dari titik jenuhnya dan sepertinya sebentar lagi akan turun hujan.

Sekali-sekali aku celingak-celinguk ke jalanan, memantau kedatangan mobil Taehyung dari ujung jalan. Sudah cukup lama aku menantinya. Maksudku, aku sudah cukup lama menunggunya sampai aku kedinginan, jadi aku ingin dia cepat datang mengambil jaketnya dan aku bisa pulang.

"Kau belum pulang?"

Aku menoleh ke sumber datangnya suara. Chanyeol tegak sambil kedua tangannya ia masukkan ke dalam saku celananya sedangkan pandangannya tertuju pada tiang pondasi pintu gerbang.

Aku menarik lagi kepalaku ke arah jalanan.
"Kau bicara pada tembok?"

Dia memutar badannya 30 derajat, tepat menghadap ke arahku.

"Aku bicara padanya." jawabnya sambil menunjuk ke atas tiang pondasi gerbang.

Refleks aku menoleh ke arah yang ditunjuk Chanyeol. Di atas sana ada seekor burung merpati berwarna putih abu-abu sedang celingak-celinguk ke jalanan persis seperti yang ku lakukan.

Aku mendengus, memangnya apa untungnya bertanya pada burung? Sampai mati pun dia tidak akan menjawab, bukan?

"Geure. Teruskan saja obrolan kalian." balasku sambil manggut-manggut.

"Pulanglah ke rumahmu, di sini dingin." kata Chanyeol lagi yang membuatku menoleh padanya hanya untuk sekedar memastikan kalau dia berbicara pada burung, bukan padaku.

Aku diam saja.

"Apa? Kau tidak juga mau pulang? Baiklah, kalau begitu aku akan menunggumu sampai kau pulang." lanjutnya seolah dia mengerti bahasa burung.

Chanyeol menyandarkan punggungnya pada pintu gerbang. Dia benar-benar menunggu seekor burung. Apa dia masih normal? Meskipun aku tidak menyukainya, kadang aku merasa kasihan padanya setiap kali dia bertingkah abnormal.

"Apa dia pacarmu?" sindirku.

"Kau sinting? Mana ada manusia yang pacaran dengan hewan." katanya mencercaku.

Aku membalikkan badanku menghadapnya. "Dari awal kau yang sinting, memangnya dia mengerti apa yang kau katakan?" lalu aku membelakanginya lagi.

"Aku berkata padamu, bodoh." jawabnya yang membuatku tertegun.

Tidak boleh seperti itu. Kenapa Chanyeol tiba-tiba berubah romansa seperti ini? Aku jadi pangling dibuat olehnya. Beberapa hari tidak teguran dengannya, sekalinya teguran membuat tubuhku merinding. Kalau memang dia ingin bicara denganku katakan saja sejak awal, tidak perlu mengalihkannya pada burung.

"Maaf," ujarnya.

Aku membisu sambil menatap aspal. Entah harus menjawab apa. Sebenarnya itu tidak mutlak kesalahannya, tapi kalau diingat-ingat bukan aku yang menjauhinya, dia yang tidak berusaha menegurku sejak kejadian tempo hari.

"Aku bukan bermaksud mempermainkanmu, mempekerjakanmu di caffe, menuntupi indentitas Jongin lalu menjauhimu, itu bukan rencanaku, sungguh." sambungnya.

"Aku juga baru tau setelah aku mencari kertas alamat yang terbuang di caffe waktu itu kalau seseorang yang kau cari-cari itu adalah Jongin, temanku ."

(Damn!) Curse?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang