Pencari Cahaya

396 9 0
                                    

Langit tak menampakkan bintang gemintangnya. Hanya sesekali bertabur cahaya tower dengan kerlip merah. Bersama tapi tak menemani, lampu seadanya itu kemudian berlalu. Berlari menjauh dari bus

Sementara aku harus tetap melanjutkan langkah. Meski tanpa lampu sekalipun. Langit memang nampak gelap. Mendung tak terbendung. Menghampar luar berhamburan sekenanya. Namun tetap rapi, seolah terencana dan disengaja. Siapa gerangan yg mampu melukis mendung dengan gradasi semenakjubkan itu?

Perjalanan ini rasanya memusingkan. Duduk berlama-lama dalam bus memang bukan rencana menyenangkan. Namun, hidup memang demikian kawan. Seolah kita punya kuasa berencana, padahal sejatinya tidak. Sepertinya hanya seolah diberi kuasa untuk membayangkan rencana. Hanya diberi kemampuan menanam, urusan panen adalah kepunyaan kuasa yang lebih digdaya.

Perjalanan dalam bus kali ini bertajuk menikmati kearifan tradisi dengan sukarela. Sebelum menikmati tentu tradisinya terlebih dahulu harus ditemukan. Untuk menemukannya pasti melalui proses. Proses itulah yg dinamakan pencarian, riset. Kenapa harus ditemukan? Apakah ada yang hilang? Penemuan bukan hanya proses pencarian yg hilang kawan. Pencarian bisa juga wujud dari rasa memiliki. Dan ketika dirasa kepemilikan itu mulai jauh, maka hati berhasrat ingin kembali mendekatinya. Sukarela, teruntuk apapun saja. Jika kita menyukainya, maka otomatis akan timbul kerelaan. Rela hati, adalah adik kandung nomor dua dari ikhlas


Tak seperti dahulu di perjalanan masa lalu yg sering kunikmati penuh privasi. Kali ini, tak jauh dari deretan kursi. Sesosok bayangan pemudi turut memenuhi tempat duduk dalam bus. Sosok muda yang penuh semangat dan cita-cita. Semoga semangatnya tak mudah surut dan kian terjaga. Terbingkai indah bersama para sahabat pendamping.

Di usianya, cita-cita itu seolah terlihat amat jauh, panjang dan melelahkan. Pemudi itu nampak mungil di hadapan cita-citanya. Namun sekali lagi kawan, hidup memang bukan perkara mudah dan selalu menyenangkan. Cita-cita tinggi tentu adalah sesuatu yang mulia. Maka kemuliaan itu tentunya bukan barang biasa. Padahal manusia biasa lebih suka yang biasa-biasa saja. Bermain aman, menikmati hidup untuk dirinya. Memberhalakan keinginan sendiri, tak peduli alam sekitar. Dan asal kau tahu kawan, aku pernah bertemu dengan pemudi yang lebih mungil namun bercita-cita teramat raksasa. Perlahan, elegan dan mengesankan, kini pemudi yang lebih mungil itu tengah menapaki perjalanan yang sangat panjang. Perjalanan bagian dari cita-citanya. Yang si lebih mungil percaya, sepanjang apapun jalan, pasti semakin dekat ketika ia berkenan untuk tetap melangkah. Dan petunjuk kemana langkah selanjutnya selalu hadir selama di perjalanan, di lampu merah, di perempatan atau di banyak tempat lain. Petunjuk jalan tidak untuk manusia yang berdiam diri.


Terkadang hidup memang penuh gurauan. Tapi Hidup tidak bakalan sebercanda itu terus-terusan. Maka aku tidak akan menyerah, setidaknya tidak akan mudah. Dimarku dimar jati, kang cementhel ing sak lempat lempite ati.


Pitulasan neng dalan.
Salam untuk pembawa lentera dan pencari cahaya.   

17 April 2016

Pesan Kopi Kepada HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang