Ku edarkan pandanganku di setiap sudut kantin yang cukup lebar ini. Ini bukan kamtin kampusku melainkan kampus Isa. Aku sudah berjanji untuk bertemu dengan Isa kemarin malam di kampusnya karena jadwal kuliahku hanya sebentar hari ini
"Aim?"
Ku terkejut dengan suara lelaki yang ku yakini bukan milik Isa.
"Aze? Ya ampun kamu ngagetin aku deh. " kataku. Lelaki berkacamata dan bertubuh tinggi jangkung ini sudah tersenyum memandangku.
"Haha tadi aku jalan disana trus lihat kok kayak kamu, yaudah aku samperin aja." kata Aze sambil menunjuk kearah suatu jalan.
Aku tersenyum simpul padanya, "ayo duduk, kamu juga ngapain berdiri di sini terus." katanya lagi.
Aze memanduku untuk duduk di salah satu kursi di tengah kantin yang cukup ramai ini.
"Oh iya kamu ngapain disini?" Tanya Aze.
"Aku janjian sama Isa." jawab ku singkat.
Aze tiba-tiba berdiri lalu berjalan menuju sebuah stan yang menjual minuman. Ku lihat Aze membeli dua botol air mineral lalu kembali ke tempat duduk kami.
"Nih, Im, aku beliin buat kamu." Jawabnya sambil memberikan satu botolair mineral kepadaku.
"Repot-repot banget sih kamu, Aze." Kataku.
Tak lama setelah itu Isa menghubungi untuk bertanya dimana posisiku sekarang dan tak butuh waktu yang lama akhirnya Isa menemukanku dan Aze.
"Eh katanya kamu sibuk hari ini, kok malah disini sama Aim?" Tanya Isa kepada Aze yang sedang sibuk dengan ponselnya.
Isa mengambil satu kursi yang ada tak jauh dari meja kami lalu duduk tepat di sampingku. Aze membuka tutup botol air mineral yang dia beli, lalu meneguknya perlahan.
"Tadi aku mau ke laboratorium, terus nggak sengaja liat Ayma berdiri di tengah pintu kantin, kayak orang bingung gitu, yaudah aku samperin aja." Jawab Aze.
Tak lama setelahnya, Aze menerima telpon dari salah satu temannya dan membuatnya segera beranjak pergi dari kantin. Semester genap memang menguras pikiran mahasiswa seperti kami ini.
"Gimana gimana? Ada apa kamu tiba-tiba ngajakin aku ketemuan gini? Sampe bela-belain kesini lagi." Kata Isa.
Aku menghela nafas panjang lalu menatap Isa, "aku pengen nonton, kamu mau kan nemenin aku nonton." Kataku.
Isa mengangkat alisnya tanda masing bingung dengan ajakan ku yang tiba-tiba. Tadi malam aku melihat jadwal bioskop dan menemukan ada film bagus yang ingin sekali aku tonton. Aku tidak mungkin memnonton film fi bioskop seorang diri. Jika disuruh untuk jalan-jalan sendiri aku masih mau, tapi jika untuk menonton film di bioskop sendiri, rasakan tidak akan aku lakukan.
"Kamu ngajakin nonton kayak ngajakin beli bakso tau nggak." Omel Isa sambil meneguk air mineral yang tadi di belikan Aze.
"Ayooo Isa, aku bayarin deh." Kataku.
Mata Isa seketika berbinar mendengar kalimatku, "yaudah ayo kalo gitu aku mau nemenin kamu nonton kalo gitu." Tanpa mendengar jawabanku, Isa langsung saja menarik tanganku menuju ke mobil.
Karena Isa tidak bisa menyetir mobil,akhirnya aku dengan terpaksa menyetirkan mobil untuknya, kebetulan tak jauh dari kampus Isa ada satu mall yang di dalamnya menyediakan fasilitas bioskop dan harganya lumayan murah. Selama perjalanan menuju mall, Isa terus bercerita tentang kuliah dan teman-teman barunya. Aku hanya mengangguk dan menyahuti kecil ceritanya sore itu. Isa terus saja bercerita seperti anak kecil yang baru saja pulang dari Taman Kanak-kanak.
Setelah sampai dan memarkirkan mobil, aku dan Isa segera naik ke bioskop yang ada di lantai 4 mall ini. Isa masih terus saja bercerita, aku hanya mendengarkan dengan sesekali menyahuti kecil ceritanya.
"Kayaknya ada yang aneh deh." Kata Isa saat melihat tiket yang barusan aku beli.
"Aneh kenapa?" Tanyaku singkat.
"Perasaan dulu kamu nggak begitu suka sama film action kayak gini, kenapa sekarang malah nonton ini. Ini keras banget loh, Im filmnya." Kata Isa seolah memperingatkan aku.
Aku mengedipkan mata tanda gugup dengan pertanyaan Isa. "Ya.. nggak papa kan aku punya genre favorit baru. Emangnya nggak boleh apa." Kataku.
Isa memandangku aneh, seolah ada pertanyaan lain yang ingin dia tanyakan padaku.
"Aduh kenapa sih Isa, udah deh nggak usah protes terus. Kita beli popcorn sama minuman aja yuk." Ku tarik tangan Isa menuju ke cafe bioskop yang ada di dekat kami berdiri. Aku mencoba mengalihkan pikiran Isa yang rupanya mulai kemana-mana.
***
Sejenak kembali ku baca pesan singkat yang ku kirim untuk mama beberapa menit yang lalu, mengabarkan jika aku masih berada di mall bersama dengan Isa. Film yang kami tonton memang sangat seru, tapi sepertinya aku salah mengajak orang. Sepanjang film Isa terus berteriak histeris ketika adegan saling memukul, beberapa orang menoleh kearahnya karena kehebohan yang Isa buat di dalam bioskop lagi.
"Im, temenin ke toko buku bentar ya, aku mau lihat lihat buku bentar." Kata Isa.
Aku mengedipkan mata sejenak padanya lalu mengangguk untuk menyetujui ajakan Isa. Entah kenapa aku lelah sekali setelah menonton film barusan, tapi aku juga tidak mungkin menolak ajakan Isa. Mengingat Isa sudah mau menemaniku nonton film hari ini.
Kami segera menuju ke toko buku yang ada di lantai 3 mall ini, Isa terus berkomentar tentang film yang tadi kami lihat, dia bercerita sangat seru, lucu melihatnya begitu antusias mengomentari film tadi. Deretan buku mulai terlihat saat kami masuk di toko buku. Mataku langsung terhipnotip oleh deretan novel keluaran baru yang di pajang di depan toko buku ini. Segera ku ambil salah satu buku lalu membaca sinopsisnya.
"Ayma."
Aku menghentikan kegiatan membacaku lalu menoleh ke asal suara lembut yang memanggilku barusan. Sosok cantik dengan kaca mata coklatnya berdiri tak jauh dari tempatku berdiri, sosok yang sudah lama tak aku tau keberadaannya. Sosok yang pernah aku sakiti hatinya beberapa waktu yang lalu. Dia berjalan mendekatiku, sampai kami saling bertatap muka.
"Raya."
Tanpa menjawab, dia langsung memelukku erat, seolah meluapkan segala rindu yang terpendam sekian lama. Ku balas pelukannya ragu, sudah lama sekali kami tidak saling sapa, jangan kan untuk menyapa, diberi kesempatan untuk bertemu saja tidak.
"Aku kangen sama kamu. Kamu baik-baik aja, kan?" Tanya Raya. Aku menatapnya nanar, aku merasa begitu jahat sempat menyakiti hati teman sebaik dirinya, yang seolah seara otomatis memaafkan kesalahan ku.
"Aku...baik." Jawabku ragu.
Raya tersenyum padaku, menepuk pundakku, seolah mencoba mentransfer suatu energi positif melalui senyumannya.
"Aku tau kamu nggak sebaik kelihatannya." Katanya pelan.
Entah kenapa bibir ku terasa begitu kelu saat bertemu dengan Raya, semua perasaan terasa campur aduk ku rasakan. Ingin aku memeluknya sambil menangis hebat, menceritakan segala yang aku rasakan beberapa waktu yang lalu. Mencoba menjabarkan bagaimana sakit hatinya aku. Bertanya bagaimana kabarnya dan dimana saja dia selama ini. Tapi sepertinya aku tidak bisa.
Raya melirik jam tangan di tangan kirinya sejenak, "kapan-kapan kita ngobrol lagi ya, aku mau pergi dulu, ada janji sama temen." Raya memelukku sebentar lalu segera berjalan keluar dari toko buku, meninggalkan aku yang masih terus terdiam sambil menatap punggungnya sampai tak terlihat lagi olehku.
Satu kejadian bisa kembali mengingatkan tentang luka yang kita pikir sudah terobati....
KAMU SEDANG MEMBACA
Setelah Aku Tau |✔
RomanceSeri 2 'Seharusnya Aku Tau' Disaat aku tak tau harus melangkah maju atau mundur. Disaat semua terus terasa abu-abu, maukah kau ubah abu-abu ku menjadi pelangi kita?