Hari ini aku memiliki janji untuk bertemu dengan Isa, karena aku sedang malas pergi keluar, akhirnya pertemuan hari ini dilaksanakan di rumahku. Jam 11 siang nanti katanya Isa akan sampai, karena mengingat betapa macetnya kota ini, dan juga jarak rumah kami yang saling berjauhan. Entah kenapa hari ini aku sangat malas melakukan hal apapun, untuk beranjak dari kasur saja rasanya begitu malas. Ku geser layar ponsel, melihat satu persatu gambar yang ada di akun Instagram salah satu online shop yang menjadi langganan Pika. Disana terdapat beberapa merk kosmetik ternama dengan kualitas yang bagus.
Tok.. tok..
"Non, ada Mas Isa." Teriak Bibi dari luar pintu.
"Suruh masuk aja, Bi." Jawabku.
Tak bergerak sedikitpun. Masih dengan selimut yang menutup sebagian tubuhku. Tak lama sosok kurus dengan kaca mata klasiknya masuk kedalam kamarku, Isa sempat menggelengkan kepalanya saat melihat aku yang masih berbaring di atas kasur.
"Astaga anak perawan jam segini masih aja selimutan." Katanya.
Aku hanya tersenyum nakal padanya, ku tunjuk satu sisi kasur yang kosong di dekat kakiku. "Nih pasti belum mandi nih." Katanya lagi.
"Enak aja, udah tau. Cuma habis itu gini lagi." Jawabku sambil mengeratkan selimut ke badanku.
"Bangun kali, Im, astaga." Omel Isa. Wajahnya hampir kusam melihat aku yang sama sekali tak beranjak dari posisi awalku.
"Oh iya kamu mau minum apa? Tadi udah bilang bibi belum mau minum apa?" Tanyaku.
Isa membaringkan badannya di kasur kebanggaanku lalu mengeluarkan ponselnya, "ya belum lah, kamu kira ini cafe bisa pesen langsung. Kamu lah sana bilangin bibi." Jawabnya sudah mirip ibu ibu kos yang menagih uang kos.
"Ngerepotin, mau ngapain kamu kesini?" Tanyaku.
Isa memberikan ponselnya kepadaku, disana terlihat seorang wanita sedang duduk disebelah wanita lain yang lebih tua. Aku mengenali mereka berdua. Nia dan Ibu Tama yang sampai sekarang aku tidak mengenal siapa namanya. Ku lirik Isa yang masih terus menatapku.
"Iya aku tau dia pasti kesana." Kataku sambil mengembalikan ponselnya.
Isa tampak merubah raut wajahnya, "aku denger dari Putra kemaren kamu udah duluan kesana sama Ari?"
"Iya, aku kesana sama Ari. Tapi Tama belum sadar. Aku juga sempet ngobrol sama Mamanya Tama...."
"Iya aku tau nggak usah cerita lagi." Belum selesai aku bercerita Isa langsung menyahuti aku. Ku tampakkan wajah sebalku padanya. Tidak sopan memotong pembicaraan orang.
"Bangke, aku belum selese cerita. Kalo gitu nggak usah nanya tadi." Hujatku padanya.
Isa hanya tertawa cekikikan melihat aku yang mulai sebal karenanya. Aku tau Putra sudah pasti menceritakan kedatanganku beserta drama nangis yang aku buat kemarin di kamar Tama. Mungkin hanya aku dan Ibu Tama yang tau, tapi kurang lebih Putra pasti tau apa yang aku lakukan di dalam kamar rawat Tama.
"Kemaren kamu pas kesana, wanita itu masih ada?" Tanyaku.
Sambil menggeser-geser layar ponselnya, Isa mengangguk untuk menjawab pertanyaanku. Berarti memang dia sengaja di rumah sakit menemani Tama sehari penuh. Ya, memang kewajibannya sebagai kekasih Tama saat ini. Mungkin jika aku masih bersama dengan Tama, aku akan melakukan hal yang sama sepertinya. Aku tak akan meninggalkan Tama sedikitpun. Tapi sayangnya, semua itu hanya sekedar 'jika'.
"Udah nggak usah galau, kamu selalu diem gitu tiap kali kita bahas soal Tama." Omel Isa.
Aku hanya mengedikkan mataku kepadanya. Isa seperti mengerti perubahan perasaanku ketika membicarakan tentang Tama. Apapun itu. Isa meraih ponsel yang aku letakkan di sebelah tanganku, membuka-buka beberapa aplikasi yang ada disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Setelah Aku Tau |✔
RomanceSeri 2 'Seharusnya Aku Tau' Disaat aku tak tau harus melangkah maju atau mundur. Disaat semua terus terasa abu-abu, maukah kau ubah abu-abu ku menjadi pelangi kita?