KETIGA PULUH LIMA

897 53 1
                                    

Ku ketuk ketuk ponsel ku yang sudah lima kali aku buka kuncinya. Lima belas menit sudah aku menunggu di kafe tempat Tama membuat kesepatakan untuk bertemu.

Malam itu dia menelpon dan aku menolak untuk berbicara. Aku bilang jika aku sudah tidur dan sedang tidak ingin membicarakan apapun.

Akhirnya dia mengajakku bertemu di kafe ujung jalan sekolah kami dulu. Awalnya aku ragu, hanya saja ada rasa penasaran tentang alasannya mengajakku bertemu.

Sosok jangkung dengan setelan serba hitam dengan sepatu yang aku berikan masuk kedalam kafe dan mencari keberadaanku. Aku hanya diam sambil menatapnya dari kursi yang aku duduki. Jaraknya tak jauh, hanya beberapa meter dari tempatnya berdiri.

Tak butuh waktu lama untuknya menemukan keberadanku.

Cappuccino hangat yang tadi aku pesankan untuknya sudah tidak hangat lagi. Hamper dingin mungkin.

“Dari mana?” Tanyaku canggung.

Dia mengedikkan matanya mendengar pertanyaan klasikku.
“Kampus. Kamu juga kan?” Jawabnya.

Aku mengangguk pelan untuk menjawab pertanyaannya.

“Maaf ya aku ngerepotin, nyuruh dating kesini.”Katanya.

Aku menyerupus jus stroberi yang aku pesan. “Nggak papa, nggak perlu minta maaf.” Jawabku.

Tama mengedarkan pandangannya ke seluruh kafe yang tidak begitu ramai hari ini. Rabu bukan lah waktu yang tepat untuk para pengunjung datang di jam bekerja seperti sekarang ini.

Ku lirik jam tangan hitam yang melingkar di tangan kiri ku. Jam menunjukkan pukul 11 siang.

“Aku mau bilang makasih karena kamu udah mau nolongin aku kemarin.” Kata Tama memulai.

“Dan aku juga mau minta maaf ka….”

“Tam, tolong. Aku benci kalo kamu kebanyakan minta maaf. Aku kesini bukan untuk denger maaf dari kamu.” Kataku memotong kalimatnya yang aku tau akan meminta maaf lagi.

Tama menggelengkan kepalanya lalu menopangnya dengan tangan kanan.

Wajahnya begitu sulit untuk di artikan. Bahkan dia tak tersenyum sedikitpun. Apakah aku menyinggung perasaannya.

Hening setelah itu. Kami hanyut dalam pikiran masing-masing. Ku aduk aduk jus stroberi dengan dalih mengalihkan perhatianku dari laki-laki yang menatapku dengan pandangan ragu-ragu.

Seharusnya memang aku tak perlu berbaik hati membelikannya cappuccino, karena bahkan dia tak menyentuhnya sedikit pun.

Tak lama setelah itu, ponsel Tama bordering nyaring. Dia melihat kearah layar ponselnya lalu kearahku.

“Halo..” katanya.

“Aku lagi diluar.”

Aku meyakini itu adalah wanita yang sama seperti yang aku temui di rumah sakit. Aku juga meyakini jika kini wanita itu sedang mencari Tama dan ingin menyusulnya kesini.

Aku mulai menyibukkan diriku dengan ponselku juga. Membuka semua aplikasi yang ada di ponselku secara bergantian.

Dari : Alva
Kamu dimana, Ayma? Kita jadi makan siang?

Pesan yang sudah dikirim sejak setengah jam yang lalu ini mengagetkan aku, aku bahkan sampai mengabaikan kekasihku yang pastinya sekarang sedang mencariku.

Untuk : Alva
Aku keluar bentar. Jadi kok, habis ini aku balik ke kampus.

Kembali ku masukkan ponselku kedalam tas, lalu beranjak tanpa pamit kepada Tama yang masih asyik dengan ponselnya. Dia tak menyadari aku beranjak dari kursi ku. Aku juga tidak berminat untuk memanggil terlebih dahulu.

“Ayma..” teriakan seseorang yang aku yakini milik suara Tama membuat langkahku terhenti.

Tama sedang berjalan cepat mendekatiku yang hampir saja masuk kedalam mobil.

Ku tatap dia sejenak, lalu masuk kedalam mobil.

“Tolong, Ayma.” Katanya.

Ku buka pintu mobil dan mepersilahkan Tama masuk kedalam.

“Ada apa lagi, Tam? Kamu udah dicari kan, aku juga.” Kataku saat Tama sudah masuk kedalam mobil.

Tama menghela nafas lelah sambil terus menatapku. Aku bisa merasa walaupun aku tak menatapnya sekarang ini.

“Aku dengar kamu sakit.” Kata Tama lirih.

“Iya terus kenapa?” Jawabku cepat.

Tama kembali terdiam, mencoba mencari kalimat yang pas mungkin untuk berbicara denganku. Aku berusaha keras tak menangis. Sudah banyak air mata yang aku keluarkan dengan sia-sia untuk orang yang bahkan tidak pernah peduli dengan air mataku.

“Bisa nggak kamu nggak dating ke aku, dengan tujuan untuk pergi.” Kataku.

Tama mengerutkan dahinya, menatapku dalam. Mencoba mengerti dengan kalimatku.

“Maksudnya apa, Im?” Tanyanya.

“Kenapa sih kamu selalu buat aku seolah kamu butuh aku, dan setelah aku tolong, udah kamu pergi sama wanita itu. Kamu kira aku apa? Kamu kira kamu siapa?” jawabku.

Tama hanya terdiam.

Jantungku berdegup begitu kencang.

Badan ku memanas.

Wajahku mulai mengeluarkan keringat, walaupun ac sudah aku nyalakan.

“Aku..”

“Percuma kamu minta maaf. Sebanyak apapun kamu minta maaf, nggak bakal pernah bisa buat aku maafin semua kesalahan kamu yang semakin hari semakin banyak.” Sahutku.

Tama terus terdiam.

Tama menatapku dalam.

Dengan tatapan yang sama saat dia menatap wanita itu di rumah sakit.

Tepat di depanku.

“Kamu tau gimana perasaanku liat kamu berdarah-darah kemarin? Kamu tau gimana aku nggak tidur jagain kamu semaleman? Dan kamu nggak peduli sama semua itu.”
Mata Tama mulai berkilau.

Ku tarik nafas untuk menahan air mata yang sudah bergerombol untuk keluar dari kelopak mataku.

“Pergi sejauh yang kamu bisa. Because I’m done with you.

Terlihat perubahan ekspresi dari wajah Tama setelah aku menyelesaikan kalimatku.

“Oke, kalo itu yang kamu mau. Aku bakal nuruti kamu sekarang.”

Tama membuka pintu mobil dan keluar dari sana. Ada rasa menyesal dengan perkataanku sendiri. Tapi jika tidak begitu, aku akan terus dihantui oleh perasaanku sendiri.

Ku hidupkan mesin mobil lalu menarik gas sekencang yang aku bisa. Aku ingin bertemu dengan Alva secepatnya.

Sosok Alva sudah berdiri gagah di tempat yang sudah kami sepakati tadi. Alva masuk dengan senyum lebarnya. Ku peluk seerat yang aku bisa sesaat setelah dia masuk kedalam mobil. Ku tumpahkan semua air mataku di pelukan ini. Menangis sekeras yang aku bisa. Menangis sepuas yang aku bisa.

Setelah semua yang terjadi, aku akan meninggalkanmu. Aku benar-benar sudah menyelesaikan bagian bersama mu. Bagian yang baru aku sadari begitu menyakitkan. Bahkan setelah sekian lama, aku tetap kesakitan….

Setelah Aku Tau |✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang