KETIGA PULUH TIGA

900 53 9
                                    

"Selamat malam tuan putri.."

Pemandangan langka malam ini. Alva membawa mobil hitam yang berhasil dia pinjam dari Papanya. Benar. Ini adalah mobil keluarganya yang tidak bisa dia pakai sesuka hatinya. Hanya jika dia mendapat ijin dari kedua orangtuanya, apalagi Papanya.

Tidak lupa setelan jas hitam dengan kaos putih polos, yang terlihat pas di badannya. Laki-laki ku terlihat tampan.

"Ganteng ya aku pake jas gini." Katanya sambil berkaca di kaca yang ada di mobil.

AKu terkeke melihat tingkahnya yang begitu lucu saat berkaca.

"Udah ayo nanti telat, keburu Amar dateng ke kafenya." Jawabnya.

Hari ini Yola mengundang semua teman Amar untuk datang ke pesta kejutan ulangtahun untuk Amar. Seminggu yang lalu Yola menelpon ku dan meminta tolong untuk membantunya menyiapkan pesta kecil yang ingin dia adakan untuk Amar. Karena aku merasa tidak bisa membantu banyak, makan aku membantunya untuk mengumpulkan semua teman Amar yang aku tahu. Tidak banyak, hanya saja sebagian besar aku tau dan sempat mengobrol dengan mereka. Dulu saat masih sekolah, Amar selalu mengenalkan aku dengan beberapa temannya. Sampai pernah suatu hari hanya aku satu-satunya wanita diantara laki-laki yang sedang nongkrong di sebuah warung. Iya warung, bukan kafe.

Kafe sudah ramai saat aku dan Alva sampai. Aku merapikan bajuku sebelum masuk kedalam kafe yang rupanya sudah mulai penuh.

"Udah cantik kok." Kata Alva.

Aku tersenyum padanya. Lalu merapikan sedikit letak jasnya. Alva meraih jemariku lalu masuk bersama. Ku mulai melihat beberapa teman dekat yang aku kenal sedang saling mengobrol satu sama lain.

Ku kembangkan terus senyumanku dan mendekati Yola yang ada tengah kafe.

"Aimmmm.." Serunya.

Ku beri dia salam. Wajahnya terlihat begitu gugup.

"Amar jadi sama Vian?" Tanyaku.

Yola hanya mengangguk. Tak lama setelahnya dia mengangkat telpon, jika aku tidak salah itu dari Vian dan mengabarkan jika Amar sebentar lagi sampai di kafe.

Yola memberikan arahan kepada semua yang hadir untuk bersiap karena Amar sebentar lagi akan sampai di kafe. Lilin di kue ulang tahun berwarna biru itu mulai di nyalakan. Yola semakin terlihat gugup. Beruntung dia mengajak beberapa teman dekatnya yang dapat menenangkan dirinya.

Tak lama setelah itu datang lah Amar dengan setelan kaos merah belang-belang putih dengan celana pendek santai. Dia begitu kaget saat semua yang hadir mulai menyanyikan lagu 'Selamat Ulang Tahun' dengan begitu meriah.

Orang pertama yang dia peluk tentu saja Yola. Wanita yang selalu setia pada Amar yang memiliki sifat sangat bertolak belakang dengan dia. Wanita yang selalu mau bangun dini hari hanya untuk menemani Amar mengerjakan tugas. Wanita yang rela pergi ke kota dimana Amar sedang menuntut ilmu. Wanita yang selalu sabar menunggu kabar Amar yang sibuk disana.

Amar pernah bercerita padaku betapa dia beruntung memiliki wanita sebaik Yola. Yang selalu mau menerimanya kembali walau sebenarnya Yola bisa saja meninggalkan dirinya dengan jutaan kesalahan yang sudah Amar perbuat.

Ku tatap Alva yang sedang memandang kearah Yola dan Amar yang sedang berpelukan.

Jika Amar begitu beruntung memiliki Yola. Aku juga begitu beruntung dicintai seorang lelaki yang entah harus bagaimana lagi aku mendeskripsikannya.

"Mau minum? Aku ambilin bentar ya." kata Alva sesaat setelah aku menghabiskan makanan ku.

"Sejak kapan seorang Ayma suka baca pacat ke acara sahabatnya.." Celetuk seseorang memalingkan pandanganku.

"Hey birthday boy." kataku saat melihat siapa yang menyapaku barusan.

Amar dan Yola duduk di kursi yang ada di sekitarku. Kafe masih ramai dengan teman-teman yang asik menghabiskan waktu.

"Makasih ya Aym udah bantuin aku." kata Yola.

"Iya, Yol." jawabku cepat. "Heh, Amar. Kamu itu harus bersyukur banget punya pacar sebaik Yola. Mau repot repot bikin acara gini, pake nyewa satu kafe lagi."

"Gampang, ucapan makasihnya disimoen buat ntar malem, Im. Wahaha." celoteh Amar berhasil membuat Yola tersipu malu.

"Tama katanya baru kecelakaan?"

Yola memukul tangan Amar saat sadar apa yang baru saja ditanyakan oleh Amar. Aku hanya diam.

"Iyaa." jawabku singkat.

"Aku sama Alva yang nungguin dia semaleman dirumah sakit." kataku.

Aku sempat menceritakan masalah ini pada Yola saat dia mengajak ku untuk bertemu. Dan pastinya Yola juga menceritakan masalah ini pada Amar.

"Tapi yang dia butuhin bukan aku." lanjutku.

"Emang nggak salah bersikap baik. Tapi jangan keterlaluan. Jaman sekarang orang itu banyak yang kurang ajar." kata Amar.

"Alva nggak marah?" Tanya Yola.

Aku mengangguk mantap. Menoleh kearah Alva yang masih sibuk menunggu pesanan minumanku.

"Alva ngasih tau aku gimana indahnya dicintai." kataku.

"Baru sadar sekarang. Emang di dunia ini cewek bodoh cuma kamu aja, Im." Celetuk Amar yang berhasil membuatnya menerima kado pukulan dariku.

Tak lama Alva datang dengan segelas jus stroberi di tangannya. Bukan Alva namanya jika tidak cepat akrab dengan orang. Banyak hal yang bisa dia bicarakan dengan orang baru.

Dia selalu mencoba mendekatkan diri dengan semua temanku. Katanya, dengan dia kenal dengan temanku, itu bisa membantunya mengenalku melalui sahabat sahabatku.

***

Aku melangkah masuk kedalam ruang kerja mama saat mendengar suara gaduh. Mala mini entah kenapa aku tidak bisa tidur dengan tenang.

"Ma.." Panggilku.

Mama menoleh padaku yang berdiri di bibir pintu. Di tangannya sedang memegang bingkai foto.

Ku dekati dia dan melihat foto apa yang sedang mama pegang.

Sepasang laki-laki dan wanita yang berdiri berdampingan, memakai baju pernikahan adat jawa. Ku tamatkan siapa yang ada di dalam foto itu.
Ku tatap wajah mama yang begitu datar dan tanda Tanya.

"Itu mama sama papa kan?" Tanyaku pelan.

Mama hanya mengangguk pelan lalu menatap foto itu kembali. Dia mengusapnya pelan.

"Dulu hari ini istimewa buat mama sama papa. Kalo anak sekarang bilang, Anniversarry." Jawab Mama.

Setelah sekian lama dan mama masih begitu menyayangi papa dan aku yakin jauh di dalam hatinya mama masih mengharapkan kehadiran papa disini. Tapi aku juga tau jika kini Papa begitu bahagia dengan kehidupan barunya bersama dengan Tante Wanda. Ditambah kehadiran Asia yang menambah kebahagiaan mereka.

"Membiarkan orang yang kita sayangi bahagia, itu adalah cara mencintai seseorang yang paling sederhana." Kata Mama.

Mama melangkah duduk di kursi panjang yang tak jauh dari kami. Aku mengikutinya dan duduk di sebelah mama. "Gimana rasanya, Ma?" Tanyaku.

Mama menatapku lalu tersenyum manis. "Sakit bahagia." Jawabnya.

"Sakit? Atau bahagia?" tanyaku yang bingung dengan maksudnya.

"Mama sakit jika mengingat semua hal yang terjadi sama mama. Tapi jauh di samping itu mama bahagia, karena Papa mu bahagia disana." Jelasnya.

Aku bisa melihat jika mama ingin sekali menangis sekarang. Tapi aku juga tau kalau tak bisa lagi dirinya menangis sekarang.

Saat ingin menangis namun air mata tak sanggup lagi menetes. Itu lah definisi sakit tapi tak berdarah yang sesungguhnya

Setelah Aku Tau |✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang