KESEMBILAN

1.1K 66 3
                                    

Jalanan kebetulan sedang macet malam ini, aku memiliki janji untuk menjemput mama di kantor hari ini. Karena ada tambahan mata kuliah karena libur pada minggu kemarin, kuliah harus diperpanjang sampai pukul 6 sore. Sudah sekitar setengah jam aku masih berada di jalan yang sama saking macetnya. Entah apa yang membuat jalan yang biasanya tidak macet bisa sepadat ini. Terlihat beberapa kendaraan bermotor mulai berhenti mengerumuni sesuatu di pinggir jalan, ku mencoba melihat apa yang sebenarnya terjadi. Sebuah mmotor berwarna merah dan sebuah helm abu-abu tergeletak di aspal jalan tanpa ada pemiliknya.

Kringgg.....

Suara ponsel yang nyaring mengalihkan pandangan pada kejadian yang ada tak jauh dari mobilku. Terlihat nama mama tertera disana, segera aku menjawabnya.

"Halo, Ma?" Sapa ku.

"Dek kamu dimana? Kok lama banget?" Tanya Mama dengan suara yang parau.

"Sebentar, ma, macet banget. Kayaknya barusan ada kecelakaan deh, tapi ini udah lancar sih. Sepuluh menit lagi aku nyampe kayaknya." Jawabku.

Setelahnya Mama mendadak khawatir dengan ku, aku tersenyum geli mendengar suara mama yang terdengar sangat khawatir. Dia menyuruhku untuk berhati-hati setelah tau ada kemacetan yang disebabkan oleh kecelakaan. Ya, aku meyakini keramaian tadi karena kecelakaan.

***

"Kamu kapan sih libur, dek?" Tanya Mama.

Kami sedang makan malam di salah satu tempat makan favorit mama dahulu, katanya. Tempat yang sangat nyaman dan berjarak tak jauh dari kantor mama. Sepanjang perjalanan, Mama bercerita jika dulu dia suka sekali makan di tempat makan yang menyediakan berbagai macam mie ini, bersama dengan teman-teman SMA nya. Mama memang suka sekali bercerita tentang pengalaman SMA bersama dengan teman-temannya. Aku tak henting tertawa setiap kali mama menceritakan tentang teman-temannya yang begitu lucu di dengar.

"Kalo nggak salah dua bulan lagi deh, Ma." Jawabku sambil menyuapkan mie kedalam mulutku. Mie disini memang sangat enak.

Mama menganggukkan kepalanya mengerti. "Yoga sama Amar kok nggak pernah main lagi? Ajak dong main kerumah." Kata Mama sambil menyeruput es teh manis yang dia pesan tadi.

Aku menelan mie suapan terakhir dengan perlahan, "mereka, kan, belum libur. Nanti deh kalo mereka udah ada waktu senggang aku ajakin main kerumah ketemu sama mama." Jawabku.

"Oh iya, tadi Tante Wanda telpon Mama, katanya besok kita diundang makan malem di rumah dia. Kira-kira kamu bisa nggak?" Tanya Mama.

Ku hentikan semua aktivitas ku lalu menatap Mama tajam, "kalo kamu nggak bisa juga nggak papa kok. Mama nggak maksa juga." Sahut mama cepat.

"Emang mama mau dateng kesana?" Tanya ku balik.

Mama terdiam sejenak, terlihat sedikit kikuk mendengar pertanyaanku. "Ya, mama kan cuma menghargai undangan mereka aja. Kalo misal kamu nggak bisa juga mama nggak bakal dateng, nanti mama yang cari alesan ke Papa kamu." Jawabnya ragu.

Aku tersenyum tipis mendengar jawaban Mama. Aku mengerti jika sebenarnya jauh di dalam hatinya masih sangat menyayangi Papa. Kalau pun semisal Papa tidak bersama dengan Tante Wanda, lalu Papa mengajak Mama untuk kembali, mungkin Mama akan mau kembali bersama Papa.

"Bisa kok, besok aku bakal pulang cepet." Jawabku.

Senyum Mama langsung tergambar indah mendengar ku. Anak mana yang tak ikut bahagia melihat ibunya tersenyum senang seperti ini.

***

Setelah memberekan semua barang, aku segera bangkit dan langsung menuju mobil di parkiran bawah, mengingat hari ini aku sudah bilang akan pulang secepat mungkin. Tata dan Vanessa sudah terlebih dahulu keluar kelas karena harus ke perpustakaan mencari buku. Sambil mencari kunci mobil, pandanganku terarah pada suatu kerumunan laki-laki yang disana terdapat sosok Jeco. Aku berhenti dan berusaha menghindari kerumunan itu dengan memutar jalan.

"Ayma.."

Suara itu berhasil menghentikan langkahku, dan aku yakini itu bukan lagi suara Alva seperti kemarin. Dan benar, Jeco sudah berlari menghampiri. Aku hanya tersenyum kecut padanya yang sekarang sudah berada di depanku.

"Ciyeee, sikat, Co."

Terdengar suara teriakan yang menyebalkan dari teman-teman Jeco yang tadi ku lihat di ujung koridor. Jeco hanya tersenyum menatap aku yang tak bersemangat bertemu dengannya. "Ada apa lagi, Co?" Tanyaku malas.

"Kamu mau langsung pulang?" katanya yang membalik pertanyaanku.

Pertanyaan sama yang selalu dia tanyakan setiap kali bertemu dengan aku. Hanya anggukan yang aku gunakan untuk menjawab pertanyaan Jeco ini. Dia terlihat begitu semangat berdiri di depanku. Teman-teman Jeco terus saja melontarkan kata-kata seperti menggoda kami berdua. Perasaan risih mulai merasuki diriku.

"Kok nggak bareng Tata sama Vanessa?" Tanya Jeco.

Hari ini aku tidak ada jadwal mata kuliah yang sama dengan Jeco. Sebenarnya ada perasaan senang karena hidupku sedikit tenang karenanya. Dan sekarang aku mulai menyesal tak ikut bersama Tata dan Vanessa tadi, karena jika ada mereka aku ada alasan untuk menghindari Jeco.

"Mereka harus ke perpus, habis itu jenguk Pika di kosnya." Jawabku singkat.

"Pika sakit? Kok kamu nggak ikut mereka? Apa ini mau nyusul kesana? Mau aku anterin aja, nggak?" Entah tadi itu disebut pertanyaan atau bukan karena terlalu banyak pertanyaan dan membuatku bingung harus menjawab yang mana terlebih dahulu.

"Pika sakit biasa aja. Aku nggak ikut karena aku ada urusan lain. Dan aku nggak mau nyusul mereka jadi kamu nggak perlu nganterin aku. Udah puas, Jeco?"

Aku mulai kesal dengan anak ini yang tidak kunjung membiarkan aku pergi dari sini. Dia hanya tersenyum padaku lalu terdiam tak berbicara apapun.

"Ayma?" suara berat yang tak asing di telinga ini membuatku menoleh kebelakang.

"Hai, Ari? Kok belum pulang?" Bertemu dengan Ari seperti melihat malaikat penyelamat. Aku berpikir untuk membuat Ari sebagai alasan pergi dari Jeco karena aku sudah sangat ingin pergi darinya.

"Iya tadi ngobrol dulu sama Olla. Kalian kok berdiri disini, ada apa?" Jawab Ari.

"Oh nggak ngapa-ngapain, ini aku mau pulang. Bareng aja yuk, Ri." Sahutku dengan cepat.

"Oh gitu, yaudah sekalian aja kalo gitu aku bareng kamu ke rumah sakitnya." Ku kerutkan dahiku mendengar kata rumah sakit yang dikatakan oleh Ari beberapa detik yang lalu.

"Rumah sakit? Siapa yang sakit?" Tanyaku heran.

Sekarang Ari yang memandangku dengan heran, "loh kamu nggak tau? Tama kecelakaan motor kemarin. Dia opname sekarang di rumah sakit Mitra."

Jantungku serasa berhenti berdetak mendengar penjelasan Ari. Pipi dan mata ku ikut memanas.

"Kita kesana sekarang."



Karena kenyataannya, kamu tidak akan pernah bisa benar-benar melupakan cinta pertamamu, dia akan selalu mempunyai tempat tertentu di hatimu. Bahkan setelah dia mematahkan hatimu...

Setelah Aku Tau |✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang