KEEMPATBELAS

1K 60 0
                                    

Rapat besar untuk membahas acara ulang tahun jurusan yang di ketuai oleh Alva pun segera dimulai 10 menit lagi. Sudah banyak anak yang memenuhi tempat rapat. Juga ada Pika yang asik ngobrol dengan Rico di sebelahku. Aku belum menemukan Alva di tempat ini, itu sebabnya rapat hari ini belum bisa segera di mulai. Seperti kata Vanessa dan Tata, mereka tudak ikut acara ini karena ingin fokus untuk ujian seleksi perguruan tinggi yang sebentar lagi di laksanakan.

Alva datang dengan beberapa orang dibelakangnya. Wajahnya sedikit resah dari biasanya. Rapat dimulai tak lama setelah itu. Alva membahas tentang bagaimana teknik acara pada tahun yang lalu dan mengarahkan setiap divisi untuk mempelajari setiap kesalahan yang ada pada tahun yang lalu agar acara ini lebih baik. Alva juga menjelaskan tentang apa saja yang dia mau untuk acaranya, mengarahkan kepada setiap divisi untuk menyalurkan pendapatnya. Mengingat acara yang akan dilaksanakan tidak lebih dari dua bulan lahi Alva ingin semua panitia berkontribusi penuh pada acara ini.

Setelah kurang lebih dua jam lamanya, rapat pun dia akhiri. Belum. Ada kemajuan yang menonjol karena memang baru pertama kali kami rapat seperti ini.

Pika berjalan disampingku, masih asyik mengobrol dengan Galang, sibuk mengatur jadwal pulang ke kotanya karena akhir minggu ini kamu libur karena tanggal merah.

"Ayma.." pekikan suara itu berhasil membuatku menoleh dan berhenti di tengah tangga.

"Ada apa, Va?" Tanya ku pada Alva yang masih berusaha mengatur nafasnya.

"Nggak papa sih, pengen jalan bareng aja, hehe." jawabnya.

Senyum tipis mulai tergambar di pipiku. Aku kembali berjalan menyusul Pika yang sudah terlebih dulu berjalan dengan Galang. Sepertinya dia tidak sadar jika aku tertinggal di belakangnya.

"Gimana Papamu udah sembuh?" Tanya Alva.

Ku anggunggukkan kepalaku tipis untuk menjawabnya. Alva membalas dengan anggukan pula. Beberapa langkah dari pintu utama fakultas, aku melihat sosok Jeco bersama teman-temannya sedang duduk di gazebo. Aku berusaha menyamai langkahku dengan Alva agar tidak begitu terlihat oleh mereka.

"Ayma.."

Sempat mengumpat pelan saat aku mendengar namaku di panggil seseorang. Alva sampai menoleh ketika mendengar umpatanku barusan. Ingin aku berlari sekencang mungkin dan meninggalkan pemilik suara yang memanggilku ini. Tapi sayangnya Alva menghentikan langkahnya untuk melihat siapa yang berani memanggilku.

"kalian darimana kok barengan?" tanya Jeco mendekati kami.

"Tadi aku habis rapat buat acara ulang tahun jurusan. Lo nggak balik?" Jawab Alva. Aku hanya terdiam sambil terus berusaha bersembunyi di belakang Alva.

"Im, ada waktu ngobrol bentar nggak sama aku?" Tanya Jeco padaku.

Ku hembuskan nafas malas mendengar pernyataannya. Kenapa setiap kali aku bertemu dengan laki-laki ini, selalu ajakan pergi yang dia tawarkan.

"Kayaknya nggak bisa deh, Co. Soalnya Ayma ada janji sama gue buat survei sesuatu." sahut Alva.

Aku yang masih kebingungan, segera mengangguk seolah membenarkan ucapan Alva barusan.

"Oh gitu, yaudah deh kapan kapan aja. Hati hati ya berangkatnya." Raut wajah Jeco menunjukkan kekecewaan yang mendalam.

"Nggak usah khawatir. Ayma aman sama gue." jawab Alva.

Setelah itu Alva menarikku kembali berjalan menuju parkiran. Dia sempat cekikikan beberapa kali saat melihat ekspresi wajahku yang tegang.

"Kenapa sih tegang banget. Itu kan cuma Jeco. Wajahmu udah kayak mau ngadep Dekan aja." katanya.

"Sumpah ya aku itu sampe bosen tiap kalinketemu Jeco selalu di todong pergi. Udah tau bakal di tolak. Untung ada kamu tadi alesan kayak gitu. Makasih ya, Va." gerutuku.

Alva tersenyum geli kearahku, "dasar. Biar aku nggak dosa sama Jeco karena bohong, besok temenin aku pergi. Nanti kirimin aja alamat kamu, aku jemput ke rumah."  katanya.

Aku melongo menatapnya yang sudah duduk diagas sepeda motornya.

"Hah? Beneran??" tanyaku.

"Iyaa, nanti malem aku chat. Cepet sana pulang, keburu Jeco liat, ditarik nongkrong loh nanti. " Katanya.

Ku pandangi Alva yang melaju dengan keceoatan standar sampai dia hilang di tikungan jalan. Senyum masih tertancap di wajahku. Tak menyangka setiap kalimat Alva bisa begitu menghibur sampai berhasil membuatku terus tersenyum.

***

Sudah setengah jam aku duduk di kursi yang ada di teras rumah. Menunggu kedatangan Alva yang sudah hampir empat puluh lima menit yang lalu bilang jika dia perjalanan menuju kemari. Aku khawatir Alva nyasar. Sudah ku coba telpon berkali-kali tapi tak ada jawaban.

"Nggak mau nunggu di dalem aja, dek?" Tanya mama.

Aku menggeleng lalu tersenyum pada mama yang sedang berdiri di ambang pintu.

Tak lama setelahnya, suara sebuah motor berhenti tepat di depan pagar rumah. Seseorang dengan setelah jaket boomber dan kacamata klasik yang mulai berwarna hitam karena sinar matahari yang menyengat terlihat disana.  Ku lirik sejenak mama yang rupanya juga sudah mulai penasaran dengan laki-laki yang daritadi aku tunggu kedatangannya ini.

"Aku telat ya? Maaf ya, macet banget." Kata Alva saat aku membukakan dia pintu pagar.

"Siang tante, saya mau ajak Ayma pergi sebentar boleh?" Katanya pada mama.

Mama tersenyum manis pada Alva, "boleh kok. Hati-hati ya, jangan ngebut." jawab Mama.

Aku segera naik keatas motor bebek milik Alva. Setelah itu Alva segera menjalankan motornya perlahan. Sempat aku melihat kedipan mata mama yang mengandung makna yang lain.

"Alva sebenernya kita mau kemana sih? Kamu belum bilang loh sama aku." Tanyaku.

Dia melirikku lewat kaca spion motornya, aku tak bisa melihat dia tersenyum atau tidak, karena sekarang Alva sedang memakai masker.

"Nonton." jawabnya sedikit berteriak.

"Apa? Nonton? Kata kamu mau survei tempat, kok malah nonton?" Tanyaku.

"Alesan aja biar kamu mau jalan sama aku." jawabnya.

Aku mulai tersipu dengan Alva yang seperti ini. Aneh rasanya, tapi untuk pertama kali setelah sekian lama aku terus tersenyum seperti ini.

"Mau kan nonton sama aku?" Tanya Alva.

Ku anggukkan kepala saat Alva kembali melirikku lewat kaca spion.

"Emangnya cuma Jeco aja yang bisa ngajak kamu pergi, aku juga bisa." Katanya setelah itu.

Aku hanya diam setelah pembicaraan kami berakhir, sibuk menenangkan pikiran yang mulai terbang tak karuan.

Untuk pertama kali setelah sekian lama, aku bisa kembali sebahagia ini...

Setelah Aku Tau |✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang