KEDUA PULUH

1K 54 1
                                    

Menjadi bagian dari hidup seorang Alva Hasyim Alkatiri sangalah menarik. Dia memiliki banyak teman dan kenalan yang semuanya mengatakan bahwa aku adalah wanita beruntung yang bisa dicintai oleh Alva. Aku pernah bertemu dengan seorang lelaki bertubuh tinggi dengan porsi tubuh seorang atlet, Socha namanya. Dia sempat bercerita padaku tentang Alva. Kata Socha terakhir kali Alva menjalin hubungan dengan seseorang itu saat mereka menginjak kelas 2 SMA, tapi sayang wanita itu lebih memilih untuk pergi meninggalkan Alva. Alva begitu menyayangi wanita itu, butuh waktu lama sampai Alva bisa menyembuhkan diri dari luka hati yang disebabkan olehnya. Setelah kejadian itu Alva tidak ingin berhubungan dan terikat apapun dengan siapapun, katanya dia tidak ingin kembali merasa disakiti.

"Ciyee pasangan baru, ngabarin teruss, padahal tadi baru aja ketemu." Kata Vanessa.

Ku letakkan ponsel yang tadinya ku pakai untuk membalas pesan yang dikirim oleh Alva. Dia menanyakan keberadaanku dan kapan aku pulang.
Aku hanya tersenyum pada Vanessa. "Gimana udah siap buka hasilnya belum?" Tanya ku.

Vanessa mengangkat bahunya tanda tidak yakin dengan jawaban untuk pertanyaanku. Hari ini adalah hari pengumuman tes yang Tata dan Vanessa jalani beberapa waktu yang lalu. Kami memutuskan untuk membukanya bersama di rumah Tata. Sebelumnya,  kami membuat kesepakatan untuk tau hasil tes mereka bersamaan. Tata dan Vanessa tidak ingin terburu-buru untuk melihat hasilnya karena sesungguhnya mereka tak yakin dengan hasil mereka.

Tata masuk dengan membawa nampan berisi cemilan dan 4botol minuman segar.

"Buka sekarang, Van?"

Vanessa mengangguk setuju. Dia menarik nafas panjang sambil membuka laptopnya. Dibukanya laman yang memang disediakan untuk membuka hasil tes tersebut. Pika menatapku nanar, sepertinya dia merasakan hal yang sama denganku. Khawatir.

Tata dan Vanesaa saling bertatap, lalu menatapku dan Pika yang ada di sebelah mereka secara bergantian. Kita berdua sengaja tak ingin melihat langsung, karena geroginya sama seperti mereka.

Tata langsung memelukku sambil menangis. Begitu pun dengan Vanessa yang langsung memeluk Pika sambil menangis pula. Ku geser laptop tersebut, dan keduanya menuliskan kalimat maaf jika Tata dan Vanessa tidak lolos tes. Ada perasaan lega tapi juga sedih melihat kedua sahabatku ini sepertinya begitu sedih. Ku balas pelukan Tata sama eratnya. Ku coba membuatnya tenang sekeras yang aku bisa.

"Berarti ini jalan yang paling baik buat kalian." kataku.

"Katanya usaha nggak bakal mengkhianati hasil, kan." Sahut Vanessa.

"Allah lebih tau apa yang terbaik untuk umatnya, Van." Jawab Pika.

Tata dan Vanessa terus menangis di pelukanku dan Pika. Pika menatapku seolah ingin mengatakan sesuatu. Aku hanya mengedipkan mata untuk membalasnya, seolah paham apa yang dia rasakan sekarang.

"Aku udah berusaha semaksimal mungkin." Kata Tata.

"Semua di dunia ini di kasih sesuai kebutuhan kita, bukan sesuai sama apa yang kita inginkan. Allah itu udah bagiin rejeki ke umatnya secara adil. Rejeki kalian disini, sama aku dan Pika." Kataku.

Tata dan Vanessa memaksaku dan Pika untuk menginap semalam di rumah Tata untuk menghilangkan luka hati mereka. Dan aku hanya bisa menututi mereka. Bagaimana pun mereka sangat butuh hiburan dari aku dan Pika. Dan yang bisa kami lakukan sekarang adalah menemani mereka bercerita selelah yang mereka bisa.

***

Jalanan agak sepi hari ini, tidak begitu ramai, hanya lancar. Sepulang dari rumah Tata, Alva menawarkan untuk menjemputku pulang ke rumah. Kebetulan hari ini kami tidak ada kuliah dan aku bisa beristirahat di rumah.

"Kamu mau minum apa?" tanyaku.

Alva duduk di kursi yang ada di pojok teras belakang sambil melepaskan jaket merahnya.

"Nggak usah, sini duduk." Katanya sambil menepuk tempat kosong ysng yang ada di sebelahnya.

Aku menurutinya, duduk disebelah Alva lalu menyederkan tubuhku padanya. Rasanya sudah sangat lama aku tidak merasakan posisi nyaman seperti ini.

"Tata sama Vanessa sedih banget ya?" Tanya Alva.

Aku mengangguk pelan, "iya, kemaren mereka nangis gitu sambil meluk aku sama Pika." jawabku.

"Aku juga mau loh dipeluk sama kamu." kata Alva menggoda.

Ku tegakkan diriku lalu menatapnya. "Aku ceburin nih kamu ke kolam." Kataku.

Alva tertawa lepas setelahnya. Setiap kali Alva tertawa atau tersenyum, dia selalu berhasil menularkan tawanya padaku. Itu adalah salah satu alasan kenapa aku selalu mau bersama dengan Alva.

"Im, kamu sayang sama aku?"

Pertanyaan itu membuatku menoleh cepat kepadanya. "Kenapa nanya gitu?"  tanyaku.

"Sayang nggak?"

Ku angkat alisku sambil tersenyum tipis. "Sayang, Alva. Kenapa sih?" jawabku.

Alva menarikku dalam pelukannya, erat sekali. Aroma parfumnya bisa aku cium dengan jelas. Detak jantung yang berirama normal pun bisa aku rasakan.

"Kok aku takut kamu pergi ya." Jawabnya.

"Kamu itu kayak pacaran sama anak SMP aja. " kataku.

Alva terus memeluk, membelai lembut kepalaku.

"Aku sayang loh sama kamu, Ayma Putri." Katanya.

"Cinta itu nggak perlu terus di ucapkan, sayang." Kataku.

Alva melepaskan pelukannya lalu menatap ku dalam.

"Lagian tanpa kamu bilang pun aku tau kok kalo kamu sayang sama aku." lanjutku.

"Tapi aku mau kamu selalu tau kalo aku jatuh cinta sama kamu, lebih dari semua orang yang pernah jatuh cinta sama kamu."

Aku tersenyum padanya, melihat setiap inchi wajah Alva yang selalu terlihat tersenyum. Terlalu berat untuk membicarakan tentang siapa yang lebih sayang pada suatu hubungan. Aku tau Alva menyayangi ku, dia dan semua orang yang akuntemui akhir-akhir ini selalu mengatakannya. Aku tidak membayangkan jika nanti aku akan melukai hati laki-laki baik ini. Aku berharap aku tak akan menyakitinya dan begitu pun sebaliknya.

Alva sangat baik, bahkan lebih baik dari ku. Aku harap aku bisa mencintainya sebesar dia mencintaiku. Aku harap.

Buat aku jatuh cinta sedalam kamu jatuh cinta padaku...

Setelah Aku Tau |✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang