“Aysa rotinya cepet dihabisin.” Teriakku saat melihat piring makan Aysa masih terisi roti.
Hari ini Tante Wanda menitipkan Aysa padaku. Karena hari ini libur dan aku tidak ada jadwal kemanapun. Tante Wanda dan mama sedang pergi ke supermarket karena nanti malam mereka harus menyiapkan makan malam untuk tamu penting papa.
Tak ada jawaban dari Aysa. Aku membawa piring berisi roti panggang isi coklat yang tadi aku buat untuk Aysa. Anak ini memang susah sekali jika disuruh makan. Aku mengelilingi rumah, karena kebiasaan Aysa selalu kabur saat makan seperti ini.
“Bibi, liat Aysa nggak?” Tanyaku pada Bibi yang sedang membersihkan ruang tengah.
“Tadi bibi liat dia naik ke atas non. Kayaknya ke kamarnya non deh.” Jawab Bibi.
Aku langsung menyusulnya ke atas. Dan benar, pintu kamarku terbuka. Pasti anak itu sedang ada di dalam.
Sosok mungil dengan kaos pink beserta celana bergambarkan bunga bunga itu sedang duduk di meja yang biasa aku gunakan mengerjakan tugas kantor.
“Ngapain kamu?” Tanyaku.
Aysa menoleh padaku sambil memegang bingkai foto yang menampakkan fotoku dengan Alva.
“Ini Ay sama Mas Alva, kan?” Tanya dia dengan nada begitu polos.
Ku pandangi foto itu. Foto yang menjadi hadiah ulang tahun saat usiaku menginjak 20 tahun yang lalu.
“Iya, Ay cantik, kan.” Kataku membanggakan diriku.
“Iya cantik. Aysa juga mau besok punya pacar kayak Mas Alva, yang baik dan sayang sama Ay.” Kata Aysa.
Sejak Aysa kecil dan bisa memanggil namaku, kata ‘Ay’ lah yang pertama kali terdengar. Aku sudah berusaha keras agar dia tidak memanggilku dengan panggilan tersebut, tapi dia tetap saja memanggil ku itu. Akhirnya aku hanya bisa pasrah dan membiarkan Aysa memanggilku sesuka hatinya.
“Aysa pasti dapet kok nanti kalo udah waktunya.”
Aku dan Aysa bersamaan menoleh kearah suara yang baru saja ikut bergabung dalam pembicaraan kecil kami. Alva mendekat lalu duduk disebelahku.
“Tapi ada syaratnya.” Kata Alva lagi.
“Apa syaratnya?” Tanya Aysa bersemangat.
“Syaratnya, Aysa harus habisin roti bakar bikinan Ay ini.” Jawab Alva sambil mengangkat piring berisi roti yang belum di makan oleh Aysa.
Aysa mengambil piring tersebut lalu memakan roti isi dengan lahap. Aku tersenyum dengan apa yang dilakukan Alva barusan. Aysa memang dekat sekali dengan Alva, sesekali Alva mengajak Aysa untuk pergi bersama kami. Kadang nonton film kartun terbaru di bioskop, atau sekedar berjalan-jalan santai.
“Makasih yaa, dia susah banget makannya.” Kataku.
Alva merangkul pundakku. Alva tau betul bagaimana membujuk Aysa yang susah makan.
“Oh iya, tadi ada yang nganterin surat ini.” Kata Alva sambil memberikan amplop coklat.
Ku baca siapa pengirimnya. Shania. Ku buka dengan cepat apa isi surat ini. Tak biasanya Shania mengirim surat seperti ini. Telihat undangan pernikahan berwarna biru muda dengan beberapa hiasan bunga di sana. Aku baca dengan seksama tanggal dan tempat pernikahan Shania tersebut. Selain itu ada surat yang terselip di dalam amplop.
Untuk, Ayma Putri, sahabat ku.
Hai Aym. Aku kangen banget sama kamu. Gimana? Pasti baik banget dong ya. Maaf ya aku ngeduluin kamu dan yang lainnya. Kamu tau sendiri kan aku emang mimpi bisa nikah muda. Dan Alhamdulillah kesampean.
Oh iya aku mau kamu jadi bridemaid aku ya nanti. Aku udah siapin baju buat kamu.
Nggak ada alesan kamu nggak dateng ya. Jangan lupa bawa pasangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Setelah Aku Tau |✔
RomantikSeri 2 'Seharusnya Aku Tau' Disaat aku tak tau harus melangkah maju atau mundur. Disaat semua terus terasa abu-abu, maukah kau ubah abu-abu ku menjadi pelangi kita?