KETIGA PULUH SATU

881 44 3
                                    

Entah sudah berapa kali aku bolak balik di depan ruang UGD ini. Didalam Tama sedang diberikan perawatan cepat dari tim medis. Badanku bergetar hebat. Ku ketuk ketuk ponsel ku ke telapak tangan.

"Ayma.."

Ku peluk erat Alva. Menangis di pelukannya.

Aku menghubunginya beberapa saat setelah sampai di rumah sakit terdekat.

"Gimana ceritanya?" Tanya Alva pelan.

Tubuhku masih terguncang dan tak sanggup untuk menjawab.

Alva mnuntunku untuk duduk di kursi yang tak jauh dari kami. Di tepuk pelan punggungku. Dia berusaha menenangkan aku.

"Aku nggak tau." Jawabku sekenanya.

Tak lama setelahnya seorang dokter keluar dari ruang UGD tersebut.

"Keluarga pasien??" Tanya dokter itu.

Aku dan Alva segera berdiri lalu mendekat ke dokter tersebut.

"Pasien tidak papa. Hanya beberapa luka di tangan dan kakinya yang perlu untuk dijahit." kata dokter.

"Perlu di rawat inap, dok?" Tanya Alva.

"Sebaiknya pasien dipulangkan besok pagi saja." jawab dokter.

Ku hembuskan nafas lega mendengarkan penjelasan dokter berwajah tampan ini.

Setelahnya dokter itu berjalan meninggalkan kami berdua. Ku intip Tama yang ada di ruang UGD. Dia sedang tertidur pulas. Beberapa suster membawanya keluar. Aku pikir pasti dia dibawa ke ruang rawat.

Ku tatap Alva yang menunjukkan wajah lelah.

"Maafin aku, Va." kataku.

Air mata tak hentinya keluar dari mataku.

"Nggak papa. Justru aku seneng kamu mau ngehubungin aku di kondisi se genting ini." jawab Alva.

***

Ku tatap wajah Tama yang masih terpejam. Ini adalah kali kedua aku melihatnya seperti ini. Hancurnya hatiku terasa sama seperti sebelumnya. Melihat sosok laki-laki yang selalu terlihat kuat olehku, bisa begitu lemahnya sekarang.

"Kamu udah coba hubungi mamanya, Im?" Suara lirih Alva memecahkan keheningan ruang rawat ini.

"Orang tuanya lagi pergi. Tadi tante bilang kalo aku disuruh nungguin Tama sampe besok." Jawabku.

Mata Alva mulai berair. Aku tau ini bukan hal yang dia suka. 

"Boleh, kan?" Tanyaku pelan.

Alva mengembangkan senyumannya lalu mengangguk pelan. 

Ku tatap lagi Tama yang masih memejamkan matanya, tak ada pergerakan darinya. Mungkin bius yang diberikan dokter masih bekerja dengan baik.

***

Ku letakkan teh panas manis di sebuah meja tepat di sebelah Alva yang masih tertidur pulas. Jam menunjukkan pukul 5 sore, aku mengingat hari ini kami berdua ada kelas pukul 9 pagi. Ku sentuh kepala Alva lembut, mencoba membangunkannya.

"Selamat pagi." Kataku saat mata Alva mulai terbuka.

Dia mengucek matanya, melihat sekelilingnya, lalu memegang tengkuk yang sepertinya sakit karena salah posisi tidur.

"Jam berapa, Im?" Tanya Alva.

"Jam 5, habis ini kita pulang aja ya. Kelas jam 9, kan nanti." Jawabku.

"Kamu nggak tidur?" Tanya Alva. 

Aku menggeleng pelan sambil tersenyum simpul, "enggak, jagain kalian berdua."

Setelah Aku Tau |✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang