Handphone Prilly tak aktif sejak Ali mulai mencoba menelpon lagi setelah ia pulang dari rumah Sisi. Tadi setelah diberi wejangan special oleh ayahnya Sisi, abangnya Sisi ikut nimbrung mengatakan tak suka kalau Ali mendekati Sisi dengan caranya yang seperti tak sopan membuat fitnah dimata orang yang melihat.
"Maafkan saya, bang Said, saya tak bermaksud!" ujar Ali menjawab keberatan Said abang Sisi.
"Dalam Islam tuh nggak ada yang namanya berhubungan atau pacaran atau berdua-duaan, haram hukumnya!" ucap Said lagi waktu itu membuat Ali makin tak nyaman.
"Cuma ingin saling mengenal satu sama lain, bang!" jelas Ali mencoba menjelaskan maksudnya.
"Kan sudah saling mengenal, udah aja jangan berlebihan!"
Ali jadi makin tak enak hati. Bukan tidak berani terus berjuang untuk mendapatkan Sisi tapi sepertinya ia belum yakin untuk itu.
"Kenapa sih Li?" Nayla mendekati Ali yang termenung diruang tamu dengan tangan mengusap-usap dahinya sendiri.
"Mikirin Sisi?" tanya Nayla penasaran.
Mikirin Sisi? Ali mengulangnya dalam hati. Sebenarnya lebih memikirkan Prilly. Sisi ya begitulah adanya. Mendekatinya penuh dengan tata cara sementara ia merasa orang yang bebas. Siapa yang tidak mau mendapatkan gadis sempurna? Tapi Ali merasa belum cukup sempurna untuk bergerak mendekati anak seorang ustad.
Benar kata ayah Sisi, ia harus memperbaiki niat terlebih dahulu. Tapi apapun itu Ali bersyukur mendapatkan hidayah dengan mengenal Sisi.
"Sisi sangat tertutup ya Li?" tanya Nayla menyelidik karna Ali tak menjawab pertanyaannya.
"Kakak lebih tahu dia gimana," sahut Ali setelah menghela napasnya.
"Kalau lo serius berarti lo harus belajar ilmu agama, yakinkan orangtua dan abangnya kalau lo mampu bimbing dan jadi imamnya dia," Nayla menasehati Ali karna yang dia tahu selama ini Ali sangat antusias mengejar Sisi.
"Mmhhh...." Ali terdengar mengeluh dengan menghempas napasnya pelan.
"Kenapa? Lo pesimis?" Nayla mengeryitkan alis."Bukan!" sahut Ali pasti.
"Trus?"
"Belum yakin!"
"Belum yakin jadi lebih baik atau lo tidak mau berusaha memperjuangkan cinta lo?" Sedari tadi Nayla memberondongnya dengan pertanyaan karna sangat penasaran dengan sikap Ali akhir-akhir ini. Semangat mengejar Sisi tapi cuma sekedarnya saja. Tidak juga menjadi belajar lebih baik dengan serius. Sebenarnya apa yang Ali cari?
"Gue yakin mau jadi lebih baik kak, tapi gue belum yakin apakah ini harus diperjuangkan?" Akhirnya Ali menjawab dengan pertanyaan yang sepertinya ditujukan buat dirinya sendiri.
"Berarti perasaan lo yang nggak jelas!" Nayla mengambil kesimpulan.
"Sisi gadis yang sempurna untuk dijadikan pendamping tapi gue memang belum yakin sama perasaan gue!" Jelas Ali lagi.
"Jadi lo dari tadi gelisah bukan karna Sisi?" Nayla menangkap kesimpulan lain.
Dan itu benar. Terlihat Ali menggeleng. Bukan. Bukan karna Sisi.
"Lalu?"
"Prilly, kak!"
"Kenapa?" Nayla terheran Ali menyebut nama Prilly.
Dia tahu Ali punya teman bernama Prilly tapi Ali tak pernah membahasnya dirumah. Prilly pernah diajak kerumah, waktu itu katanya mobil Prily dibengkel karna waktu mundur mobil barunya menabrak pagar kampus. Jadi sambil menunggu Ali mengajak Prilly kerumahnya dulu karna Prilly takut pulang kerumah. Ia takut kalau pulang dimarahi orangtuanya bisa-bisa tak diijinkan lagi memakai mobil karna saat itu Prilly memang baru saja bisa menyetir dan dibelikan mobil oleh papanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bersujud Bersamamu
SpiritualBukan tentang aku lebih baik darimu, tetapi tentang mari kutunjukkan sesuatu yang baik untukmu. "aku mencari yang seiman, baik, dan mampu membawaku ke jalan yang benar...." "yang baik bagimu menurutmu, belum tentu baik menurut Allah...." Ini tentang...