Khitbah

22.2K 3.1K 79
                                    

"Selamat siang, paman!" Ali masuk kedalam sebuah ruangan setelah mengetuk pintu dan dipersilahkan masuk oleh orang yang ada didalam ruangan tersebut. Paman Sam, paman Ali.

"Selamat siang, Li, silahkan!" Paman Sam mempersilahkan Ali duduk didepannya yang sedang memeriksa berkas-berkas menumpuk didepannya.

"Saya butuh bimbingan paman..." ucap Ali dan sang paman mengangkat kepalanya sambil tersenyum dan menaruh berkas yang baru saja dibaca dan ditanda tanganinya.

"Tentu, paman juga sudah sangat berharap kamu bisa bantu, sepupu-sepupumu sepertinya tidak ada yang tertarik disini!" ucap Paman Sam sambil tersenyum lagi.

"Sebenarnya Ali juga lebih tertarik untuk membuka sebuah pesantren atau sekolah Islam buat anak-anak yang kurang mampu, tapi Ali harus mendapatkan modal yang banyak dulu buat mewujudkan ide itu, sekarang Ali mau fokus diusaha peninggalan ayah ini dulu demi banyak hal, paman!"

Ya, banyak hal yang harus Ali kerjakan untuk mencapai apa yang sudah disepakati bersama-sama. Tadi Malam ia dan keluarga datang kerumah Prilly untuk mengkhitbah gadis itu. Diterima tapi dengan beberapa syarat.

"Pada dasarnya Oom sebagai orangtua Prilly tidak pernah punya kriteria khusus secara fisik untuk anak Oom..." Papa Prilly mulai angkat bicara waktu itu setelah Ali mengatakan maksudnya didampingi ibu dan kakaknya.

"Yang pasti setiap orangtua menginginkan yang terbaik buat anaknya, seiman terutama, agama nomor satu agar bisa membimbing anak Oom ke jalan yang baik, mempunyai tujuan dalam hidup agar hidup kalian itu jelas arahnya, memiliki tanggung jawab secara moril dan materil karna pada dasarnya anak Oom selama ini hidupnya selalu cukup dan ketika dia memutuskan menikah lalu Oom  menyerahkannya maka dia adalah tanggung jawab suami sepenuhnya!" jelas Papa Prilly panjang lebar membuat Ali harus memahami kemana arah bicaranya.

"Ali masih kuliah?" tanya Papa Prilly.

"Dilanjutkan, Oom!"

"Sudah ada penghasilan?"

"Belum, Oom..."

"Sudah punya pekerjaan tetap?"

Ali menggeleng lagi. Tentu belum. Kuliah saja terbengkalai karna ia harus mendekam dipenjara tiga bulan lamanya.

"Oom ngerti kalian ingin segera syah dengan maksud yang baik, tetapi sebelum syah perlu dibicarakan terlebih dahulu tanggung jawab calon suami sebagai calon kepala rumah tangga, pemimpin dan pemberi nafkah bagi keluarganya nanti!"

Orangtua Prilly ada benarnya. Jika Prilly diserahkan pada Ali maka dia yang bertanggung jawab atas Prilly sepenuhnya. Dan sebagai laki-laki dan imam dalam rumah tangga, Ali merasa harus benar-benar mampu secara moril maupun materil.

Allah SWT berfirman: “kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka”. (An-Nisaa’: 34). Secara gamblang ayat  tersebut menyebutkan dua tanggung jawab dan peran suami dalam berumah tangga: kepemimpinan (qawamah) dan menafkahi keluarga.

"Kamu paham maksud Oom, Li?"

"Paham, Oom!" Ali mengangguk.

"Jadi apa rencanamu sekarang, Li?" Papa Prilly bertanya pada Ali yang nampak berpikir mencerna kalimatnya, "menyelesaikan kuliah dulu?" lanjut Papa Prilly masih dengan pertanyaannya.

"Saya akan menyelesaikan kuliah sambil bekerja, Oom!"

"Bekerja?"

"Iya, saya akan segera menangani  usaha peninggalan ayah saya, Oom!"

Bersujud BersamamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang