Mata Prilly seketika berkaca ketika melihat bayi Sisi dimasukkan ke dalam inkubator. Bayi prematur yang beratnya kurang dari 2,5kg itu tadi begitu didekap Prilly seperti tenggelam dipelukannya. Siapa yang tega melihat seorang bayi yang menangis apalagi diketahui ibunya sedang tak sadar. Prilly semakin mengerti kenapa Ali harus mengadzankannya. Terlalu naif kalau harus mencari satpam ataupun dokter pria atau perawat yang lain hanya untuk mengadzankan bayi yang baru lahir padahal Ali sebagai orang yang membawa kerumah sakit berada disana.
"Alhamdulilah cucu sudah tenang, terima kasih nak Prilly, kalian udah cocok punya bayi kayaknya, ibu doakan segera ya..." Bu Salama mengusap bahu Prilly senang.
"Alhamdulilah bu Hajjah, kebetulan istri saya sedang hamil!" Ali menyahut dengan nada yang senang.
"Ohya? Alhamdulilah, ibu doakan sehat dan selamat sampai melahirkan!" Ibu Salama terlihat ikut senang.
"Terima Kasih, bu hajjah!" sahut Prilly diiringi anggukan wanita setengah baya itu.
"Kalau begitu kami pamit bu,"
"Terima Kasih sekali lagi nak Ali dan nak Prilly sudah mengunjungi Sisi...maaf merepotkan lagi!"
"Tidak apa bu, kami doakan agar Sisi cepat sadar dan cepat pulih," ucap Prilly tulus.
"Kalian mau melihat Sisi diruang ICU?"
Ali dan Prilly berpandangan. Tak nyaman menolak atau mengatakan tidak akhirnya keduanya mengangguk.
Diruang ICU mereka melihat suaminya Sisi sudah berada disana. Karna tidak boleh lebih dari tiga orang masuk kedalam ruangan tersebut akhirnya Ali dan Prilly yang masuk kedalam sementara Bu Salama mengalah.
"Sisi, Demi Allah, aku minta ijin menikahi dia yang tengah sakit karna aku begitu menghargaimu, aku tak ingin membelakangimu, aku tahu tak mudah bagimu menerima, tapi aku juga tak bisa menolak alasannya, dia sakit, aku hanya ingin menolongnya, maafkan aku," lirih ucapan ustadz Mirza.
Ali dan Prilly berada dibelakang suami Sisi yang berbicara pada istrinya yang sedang menutup matanya rapat-rapat itu.
"Kamu selalu diam saja, menuruti apa yang aku katakan, kenapa Si? Kamu tahu terkadang aku merasa aku tak begitu berarti bagimu ketika kamu biarkan saja aku berniat menikahi wanita lain."
Prilly menarik napasnya. Sementara tangannya yang selalu digenggam Ali menjadi semakin dingin karna udara diruangan itu juga semakin dingin. Ternyata Sisi dan suaminya sepertinya miss komunikasi. Sisi terlalu diam sementara suaminya sudah berusaha terbuka.
"Maafkan aku yang baru menyadari kamu sangat berarti setelah beberapa hari tak bersamamu, Sisi!"
"Perlu kau tau aku berniat menikahinya bukan karna aku pikir poligami adalah sunnah rasul hingga akupun harus begitu. Aku cuma terpaksa, Si, Demi Allah!"
Mendengar ucapan-ucapan ustadz Mirza, suami Sisi itu Prilly sedikit bimbang dengan pendapatnya terdahulu. Tadinya ia pikir kenapa ustadz tega memilih jalan menikahi? Apa tidak ada cara lain membantunya? kenapa mau terpaksa? Lalu kenapa Ponsel dimatikan dan tidak bisa dihubungi?
Prilly masih saja beranggapan pria yang menikah lagi itu selalu beralasan itu adalah sunnah nabi dan bagi istri yang ikhlas surga adalah balasannya. Padahal kalau mau melihat kepada sejarah, istri Nabi Muhammad itu tadinya hanya Siti Khadijah. Menurut sejarahnya, sejak menikah pada usia 25 tahun sampai ditinggal wafat istrinya pada usia 50 tahun, Nabi Muhammad SAW cuma punya satu istri saja. Yaitu Siti Khadijah.
Bahkan, empat tahun sepeninggal Siti Khadijah pun, Nabi Muhammad SAW masih bertahan sebagai duda. Beliau lebih memusatkan perhatiannya pada pengembangan dakwah Islam. Tak terlintas sedikitpun untuk cepat-cepat punya istri baru lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bersujud Bersamamu
SpiritualBukan tentang aku lebih baik darimu, tetapi tentang mari kutunjukkan sesuatu yang baik untukmu. "aku mencari yang seiman, baik, dan mampu membawaku ke jalan yang benar...." "yang baik bagimu menurutmu, belum tentu baik menurut Allah...." Ini tentang...