Prilly menghela napasnya berkali-kali. Ternyata benar, Dika Alexsaputra, yang itu orangnya. Sebelum pulang Mai ditelpon calon suaminya itu dan mengatakan berada ditempat Prilly saudara angkatnya bersama abi dan umi. Lalu setelah menutup telpon Mai memperlihatkan photo calon suaminya bersama jemaah tour umrohnya saat itu.
Jantung Prilly rasanya tidak bisa terkontrol detakannya. Iya, Prilly cukup bersyukur melihat Dika sepertinya sudah menuju kebaikan. Entah bagaimana ceritanya? Lalu sejak kapan ia pindah kuliah? Prilly belum bertanya. Yang paling ia pikirkan justru bagaimana jika Mai tahu, Dika calon suaminya itulah orang yang hampir mencelakakan dirinya? Dika yang itu yang hampir saja merusak masa depannya. Dika itu yang membuat Ali dipenjara.
"Setidaknya dia sekarang terlihat lebih baik, sayang!" ucap Ali melihat kegelisahan Prilly setelah kepulangan mereka.
Ali sudah menduga arah kegundahan Prilly setelah kepergian mereka. Dan diapun memahami kenapa Prilly tak langsung membahasnya pada Mai saat itu juga.
"Aku mencoba berprasangka baik," sahut Prilly sambil membenahi kemeja Ali karna dia akan kembali ke kantor. Sholat zuhur mereka tadi dilaksanakan berjama'ah dengan keluarga Mai sehabis makan siang, abi Ansyari yang mengimami. Mereka bersujud bersama dan sama-sama menjadi makmum.
"Jangan risau ya, berani meminang Mai artinya Dika sudah tahu resikonya," Ali menenangkan istrinya yang tak bisa menyembunyikan perasaan tak tenangnya.
"Jadi menurutmu apa aku harus bahas sama Mai kalau Dika itu orangnya yang menyebabkan aku hampir celaka...?" Prilly bertanya kepada Ali yang memandangnya sambil berpikir.
"Pelan-pelan cari waktu yang tepat, susun kalimatmu dengan baik, jangan ada kesan memojokkan Dika, jangan ada kesan kita mau menggagalkan rencana suci mereka!" sahut Ali mengeluarkan pendapatnya.
"Aku sangsi, dia hampir mencelakakan aku, dia sudah bikin kamu nggak tidur nyenyak dipenjara, diaa..." ucapan Prilly tersendat rasanya tak tega pada Mai.
"Tetapi hikmah dibalik itu sekarang kita jadi lebih baik!" Sanggah Ali terkesan membela Dika.
"Tapiii...dia sudah hampir dua kali..."
"Cuma hampir-kan?"
"Kamu nggak sayang aku lagi?"
"Lho?"
"Habisnya sekarang kalau dengar nama Dika kenapa kamu nggak emosi lagi? Kamu beneran udah nggak peduli lagi sama aku, kamuu..." lagi-lagi Prilly tersendat kali ini karna kecewa. Ia membalik badannya dan beranjak ke jendela, melipat tangan didepan dada dan menyandarkan bahu sebelah kirinya di tembok samping jendela itu dengan melempar pandangan keluar jendela. Bahunya sudah turun naik karna menahan sesak didadanya.
Seketika Prilly merasa sedih dan bertambah risau. Ali sekarang sudah tidak emosi lagi mengingat Dika. Berbeda ketika sebelum ini, setiap mendengar Dika pasti dia emosi karna membayangkan pria itu menyakiti dirinya.
"Siapa bilang aku nggak sayang lagi sama kamu sih?" tanya Ali bingung. Aneh. Kalau ia emosi mendengar nama Dika pasti ditenangkan, sekarang tenang tanpa emosi dikata sudah tidak sayang lagi.
Prilly refleks menepis tangan Ali yang baru saja menyentuh bahunya dan akhirnya tak sempat memeluk istrinya itu.
"Heii sini..." Ali berusaha menarik tangan Prilly meskipun hampir ditepis lagi.
Akhirnya setengah ditarik Prilly mengikuti Ali yang membawanya duduk ditepi ranjang. Setelah duduk Ali hanya diam saja memandangi wajah Prilly yang tak menatapnya. Lalu pada akhirnya Ali menarik tangan dan menggenggamnya.
"Udah tenang?"
Prilly tak menjawab.
"Baca ta'awudz dulu..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bersujud Bersamamu
SpiritualBukan tentang aku lebih baik darimu, tetapi tentang mari kutunjukkan sesuatu yang baik untukmu. "aku mencari yang seiman, baik, dan mampu membawaku ke jalan yang benar...." "yang baik bagimu menurutmu, belum tentu baik menurut Allah...." Ini tentang...