07

11.2K 1.5K 20
                                    

Rahang pemuda bernama Kim Mingyu mengeras begitu netranya melihat mobil forsche hitam dengan plat yang sangat ia kenali terparkir di depan bangunan tempat Lisa bekerja. Pintu kaca bangunan tersebut membantunya untuk sedikit melihat keadaan di dalam sana, dan benar saja sepupunya memang ada di dalam sana.

Lelaki itu terdiam sejenak. Ia bingung apa yang harus dilakukannya sekarang ini, menunggu di mobil atau masuk ke dalam sana?

Bunyi pintu mobil yang tertutup menandakan bahwa pemuda Kim itu memilih untuk keluar dari mobilnya dan menghampiri Lisa di dalam. Toh memang dia berjanji akan menjemput Lisa saat gadis itu pulang kerja.

Bunyi lonceng pintu membuat kedua orang yang tadinya sedang berbicara, menoleh. Raut wajah Lisa yang awalnya dilingkupi rasa cemas dan kesal mendadak berubah menjadi cerah begitu melihat pemuda yang kini berada di ambang pintu tempatnya bekerja.

"Gyu!" Pekiknya senang.

"Udah pulang kan?" Lisa mengangguk sambil tersenyum cerah. Ekspresinya kali ini seperti anak kecil yang bertemu ibunya setelah ditanyai om-om jahat.

"Yaudah ayok pulang." Mingyu meraih lengan Lisa dan menarik gadis itu ke sampingnya -- benar-benar mengacuhkan Lee Taeyong.

"Hm... Yong," Panggilnya dengan lembut. "Aku mau ngunci pintunya jadi tolong keluar ya." Telak. Lee Taeyong mati kutu. Kehadirannya tidak pernah tidak diinginkan Lisa seperti saat ini sebelumnya.

"E-eh, iya... aku pulang dulu," Taeyong berlalu menuju pintu kaca itu dan menariknya untuk dapat terbuka, namun sebelum melangkah keluar ia kembali berbalik. "Soal tadi, pikirin baik-baik ya Lis."

Lisa bergumam dan membiarkan Taeyong keluar dari ruangan kerjanya. Untung saja saat mereka mengobrol tadi, rekan kerja Lisa yang lain telah pulang jadi ia ada alasan untuk mengusir lelaki itu.

Melihat Taeyong malah membuat Lisa emosi. Ia tak menyangka bahwa putusnya hubungan dia dengan Taeyong malah tak berdampak apa-apa ke diri Lisa selain rasa kesal dan benci. Ia bahkan sama sekali tidak merasa sedih. Atau belum? Entahlah, Lisa harap ia tidak akan menjadi wanita bodoh yang menangisi mantan pacarnya yang jelas-jelas telah berselingkuh.

Bagaimana pun Taeyong sudah mengkhiamatinya dan menangisi tingkah brengsek lelaki itu tidak akan pernah bisa merubah apapun.

***

Gelas di tangannya yang berisi wine merah masih terus ia goyang-goyang. Matanya terpejam dan punggungnya tersandar di sofa yang berhadapan dengan jendela yang memancarkan cahaya dari lampu-lampu si kota metropolitan, Seoul. Sudah hampir setengah botol wine yang ia teguk, namun kesadarannya belum juga hilang. Terlebih lagi ingatannya terhadap gadisnya semalam tak kunjung juga berkurang.

Jungkook menggeram pelan. Seharusnya ia meminta nomor ponsel Lisa terlebih dahulu sebelum pergi meninggalkan wanita itu, tapi ia tidak melakukannya. Ia pikir, sama seperti wanita-wanita lain, Lisa akan menunggunya kembali untuk sekedar meminta diantar pulang dan saat itu ia bisa meminta nomornya.

Namun nihil, Lisa malah pergi dan Jungkook tidak suka.

"Lisa-ya..." Ia bergumam layaknya pemuda yang sedang dimabuk asmara. Benar-benar menggelikan.

"Astaga Jeon, sadarlah." Lelaki itu memijit pelipisnya. Mungkin efek alkohol yang terkandung dalam wine yang ia minum sudah mempengaruhi kerja otaknya.

Ia memejamkan matanya lagi. Dan hal pertama yang ia ingat adalah aroma perpaduan apel dan mawar yang semalam dihirupnya, benar-benar perpaduan yang sama persis dengan sang pemilik; mengikat seperti mawar namun juga menyegarkan seperti apel. Tak lupa juga dengan bibir ranum Lisa yang terasa seperti stroberi.

XXI (jjk.lmb) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang