Plak.
Taeyong masih bergeming, ketika tamparan ketiga dari sang ibu mendarat di pipi kirinya. Sakit tentu saja. Tapi ia juga mengaku salah atas perbuatannya.
Ia juga pasti akan melakukan hal yang sama jika berada di posisi sang ibu. Karena baru setengah jam yang lalu, Jennie Kim menyatakan bahwa pertunangan mereka berakhir.
Salah Taeyong yang tanpa berpikir langsung meminta Lisa untuk kembali padanya. Jika saja timingnya lebih tepat, mungkin kekacauan ini tidak akan terjadi. Berkatnya, ibunya baru kehilangan investor terbesar, Kim entertainment.
Lelaki Lee itu tertegun, begitu melihat cairan bening yang mengalir di pipi tirus milik ibunya.
"Taeyong-ah... kenapa kau begini, hm?" Suara ibunya berubah parau.
"Apa kau tak sadar bahwa Jennie adalah penolong terakhir kita?" Sebuah rasa sesak memenuhi rongga dada sang lelaki. Ibunya menderita panic disorder, dan berada di bawah tekanan ini adalah salah satu hal yang harus dihindarkannya.
Dan penyakit itu pula yang membuat harta warisan keluarga jatuh kepada adik lelaki ibunya, ayah Jungkook dan Mingyu.
Taeyong merogoh saku jasnya untuk meraih ponsel miliknya. Ibunya mulai mengamuk. Wanita itu memekik dan bahkan melempari vas bunga yang ada.
Dengan sigap lelaki itu menghubungi perawat pribadi sang ibu. Dan tepat sebelum ibunya menggores nadi dengan kepingan vas bunga, Taeyong segera menahannya.
"Eomma.." Lirihnya.
"Maafkan aku.." Pemuda itu melepaskan cengkraman sang ibu pada kaca dan perlahan memeluk tubuh ringkihnya sambil terus menerus minta maaf. "Taeyong akan bekerja lebih keras lagi, jadi eomma tak usah khawatir.."
Wanita dalam pelukannya terisak. Rasa takut yang memenuhi dirinya membuat badannya gemetar tanpa persetujuan dari pengendali saraf pusat.
Beberapa menit kemudian, perawat ibunya datang dengan seorang pelayan rumah yang bersiap untuk membereskan pecahan-pecahan kaca vas. Taeyong menuntun ibunya berjalan sebelum akhirnya mempercayakan kondisi wanita itu sepenuhnya pada sang perawat.
Tepat setelah kepergian sang ibu, Taeyong langsung terduduk di sofa beludru merah yang terdapat di ruangan itu. Diusapnya wajahnya kasar, dan dilonggarkannya dasi abu-abu yang ia kenakan.
Harus apalagi dia sekarang?
.
.
.
.
2 bulan berlalu dengan cukup cepat. Promosi album terbaru BTS yang mengusung tema dunia orang dewasa, berakhir dengan pencapaian yang luar biasa.
Siang itu -- tepat setelah acara musik mingguan terakhir mereka -- BTS kembali ke dorm masing-masing namun tidak dengan Jungkook. Ia memilih untuk kembali ke apartemen miliknya, mengingat siapa yang menunggunya disana.
Dengan mobil kesayangannya, Jungkook menembus jalanan kota Seoul yang saat itu tidak terlalu ramai. Sesekali ia bergumam dan mengetuk-ngetuk stir mobil dengan telunjuknya yang panjang.
Suasana hatinya sangat baik karena setelah beberapa hari tak bertemu dengan Lisa, lelaki itu akhirnya bisa bebas menghabiskan waktu bersama calon istrinya itu. Ditambah jadwal Bangtan yang tersisa hanyalah fanmeeting yang membebaskannya untuk bisa berinteraksi dengan orang-orang yang berarti baginya.
Begitu nikmat hidupnya bukan? Memiliki ARMY dan juga calon istri yang ia dambakan.
Jungkook memasuki lift dengan senyuman khas miliknya yang tak pernah menghilang. Sesekali ia mengusap kedua telapak tangan ke celana denim miliknya akibat rasa gugup bercampur senang yang ia rasakan. Sungguh, Jungkook rindu Lisa.

KAMU SEDANG MEMBACA
XXI (jjk.lmb) ✔
FanfictionUlang tahun yang ke dua puluh satu menjadi moment paling berkesan dalam hidup seorang Lisa. Hari itu, ia dikhianati oleh sahabat dan pacarnya sendiri. Di hari yang sama pula, ia pertama kali bertemu dengan seorang idol Korea papan atas, Jeon Jungkoo...