"Jika ingin negara kita tetap maju kita mesti mempererat hubungan multilateral." Seorang lelaki berumur tiga puluh tahunan berbicara dengan lantang melalui microphone. Kedua tangannya di sampingkan ke sisi mimbar, matanya menatap beberapa orang yang sedang memotretnya.
"Oleh sebab itu, saya Cho Kyuhyun, sebagai kandidat calon perdana menteri, akan membangun ekonomi negara kita menjadi lebih baik." lanjutnya dan langsung disambut tepuk tangan meriah dari para wartawan serta teman politiknya. Ya. Teman politik. Bukan teman dalam arti sesungguhnya.
Kyuhyun tersenyum puas. Ini adalah hal yang paling ia inginkan. Mendapat sorotan baik dari orang-orang.
"Kini, saatnya Menteri Kehutanan Jeon untuk maju." Senyuman Kyuhyun memudar seketika, begitu nama saudara kandungnya terngiang di telinga. Ia melirik tajam sosok lelaki berwajah teduh yang tengah berjalan melewati dirinya.
"Untuk apa aku disini? lebih baik aku pergi." Kyuhyun menggerutu kesal. Ia lantas berbalik dan berjalan cepat menuju anak semata wayangnya.
"Aish, kenapa dia bisa terpilih menjadi calon perdana menteri?" Kyuhyun melipat tangan dengan wajah yang ditekuk. Momennya yang awalnya indah berubah menjadi menyebalkan. Ia benci jika saudara satu rahim terpilih menjadi kandidat calon presiden Korea Selatan.
"Sudahlah Ayah, jangan dihiraukan! aku yakin kau bisa mengalahkannya." Sang anak mengusap lutut ayahnya dengan pelan. Bermaksud memberikan semangat padanya. Ia mengembangkan senyum kotak yang membuatnya terlihat tampan.
"Terima kasih, Cho Taehyung. Kau memang anak yang baik." Kyuhyun mengusap rambut sang anak – Cho Taehyung – dengan lembut.
Tak jauh dari mereka, ada dua orang remaja lelaki yang tidak sabar menanti Menteri Kehutanan Jeon untuk berpidato di depan umum. Mereka adalah Jeon Jungkook dan Jeon Yoongi. Sepasang adik dan kakak yang memilki karakter berbeda seratus delapan puluh derajat.
Hal itu bisa dilihat dari tingkah sang adik, yang mengangkat tinggi banner bertuliskan ayahku adalah yang paling hebat. Ia menggerakan banner itu dengan semangat, seolah ia sedang menonton pertandingan sepak bola manchester united di stadium.
"Jungkook, tidak bisakah kau diam? kau itu selalu membuatku malu." Yoongi melepas headphone di telinganya, dan menghentikan sang adik yang bergerak tidak jelas. Ia bertingkah tidak bisa diam seperti seorang suporter tim sepak bola.
"Wae? aku seperti ini agar ayah semangat." Jungkook melepas tangan Yoongi di tubuhnya, dan kembali melakukan aksinya. Ia tidak peduli jika orang-orang melihatnya dengan tatapan aneh.
"Ya Tuhan, berilah aku kesabaran." Yoongi membuang napas jengah. Ia lebih memilih mendengarkan musik lagi, ketimbang menanggapi sikap sang adik yang seperti orang gila.
"Ayah, kau pasti bisa!" Jungkook berseru riang. Ia mengangat sangat tinggi banner buatannya, agar sang ayah bisa melihatnya.
Sang ayah yang berdiri di atas panggung, mengulas senyum kala Jungkook begitu semangat mendukungnya. Ia menarik napas panjang sebelum ia melangkah maju menuju mimbar.
"Yoongi Hyung, coba lihat! sebentar lagi ayah akan berpidato." Jungkook beseru dan menarik-narik lengan kaos Yoongi. Alhasil, sang kakak hanya bisa memutar bola mata. Ia heran mengapa energi Jungkook begitu banyak, sehingga anak itu setiap detik selalu semangat.
"Aku tahu," sahut Yoongi datar. Ia bukanlah anak yang heboh seperti Jungkook.
"Seperti yang kita ketahui, akhir-akhir ini negara kita sedang tidak bersahabat dengan Tiongkok. Hal itu menyebabkan, ekonomi kita menurun, dan perindustrian hiburan Korea mengalami kerugian. Oleh sebab itu, kita harus membuat kebijakan baru, agar negara Korea Selatan bisa menjadi negara adidaya seperti Amerika Serikat," tutur Jeon Young Suk dengan lembut namun bernada tegas. Semua yang berada di ruangan itu langsung bangun karena saking kagumnya dengan pidato dari menteri Jeon. Mereka semua bertepuk tangan jauh lebih meriah dari Kyuhyun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bogoshipda
FanfictionKesengsaraan, penderitaan, dan kehilangan. Ketiga kata itu datang secara tidak terprediksi. Tak terkecuali untuk Yoongi. Bagi dia, ketiga kata itu melebur dalam sebuah ikatan bernama 'takdir.' Dia terluka atas takdir yang tertoreh di buku langit. D...