Matahari memancarkan cahaya dan menembus udara dingin yang tengah menari-nari di angkasa. Salju-salju pun mulai menimbulkan diri, dan membuat jalanan di kota London menjadi terang tapi lembut dilihat.
Begitupula dengan pohon-pohon yang berdiri tegak di sekitar jalanan. Mereka sudah tidak menampakan daun, melainkan diganti oleh tumpukan salju di ujung ranting.
"Kau sudah menyiapkan berkas yang aku minta, kan?" tanya Kyuhyun kepada sekretaris Heo. Ia melangkah keluar dari cafe, sembari memasang kacamata hitam dan memasukkan satu tangan ke dalam saku.
"Saya sudah membereskan semuanya, perdana menteri Cho." jawab sektretaris Heo, sembari menyamakan langkah jenjangnya dengan sang tuan.
"Bagus." Kyuhyun menepuk-nepuk pundak sekretaris Heo dengan bangga. Sekretaris Heo menanggapinya dengan tundukan kepala yang singkat.
Kyuhyun makin merapatkan mantel abu-abu miliknya, karena tiupan angin musim dingin sedang menggigit kulitnya. Ia mengitari bola matanya di setiap sudut kota yang sudah tertutupi oleh salju, dan terhenti pada sosok lelaki yang sedang bermain biola tak jauh darinya.
Ia bergeming untuk sesaat, sampai akhirnya sebuah nama yang sudah lama tidak pikirkan selama delapan tahun, melintas di benaknya.
"Jungkook?" Kyuhyun tak percaya apa yang dilihatnya. Ia mengecilkan iris mata, pada sosok pemain biola lelaki, yang sedang dikelilingi oleh orang-orang berkulit putih.
"Ini mustahil," Kyuhyun mendengus. "Dia bukan Jungkook. Anak itu sudah lama mati. Tidak mungkin jika dia hidup kembali," Kyuhyun bergumam. Ia kembali memberikan sorot mata yang dalam pada lelaki itu, dan entah kenapa langkah kakinya membawanya pada pemain musik biola itu.
"Tuan, Anda ingin pergi kemana?" sekretaris Heo segera menyusul tuannya pergi ke sosok lelaki yang sedang menggesek biola dengan indahnya. Ia heran mengapa tuannya itu berlari menuju tempat lelaki itu berpijak.
"Thank you so much! thank you so much!" lelaki itu membungkuk hormat, kepada orang-orang berambut pirang yang meletakkan beberapa koin dan selembar dolar di tas biolanya. Setelah itu dia kembali menggesek biola, namun terhenti ketika ada seorang pria paruh baya menatapnya begitu intens.
"Why do you look at me like that? there is something on my face?" Lelaki itu yang nyatanya adalah Woo berkerut.
"Kau mirip dengan keponakanku."
"Nde?" Woo sedikit membelalak. "Anda orang Korea?" tanya Woo memastikan.
Kyuhyun membalasnya dengan anggukan kepala sebentar lalu tersenyum ramah.
"Aku tidak menyangka, kau begitu mirip dengan Jungkook." Kyuhyun pura-pura menampilkan raut sendu. Ia menyentuh wajah Woo, dan sosok yang disentuh oleh Kyuhyun hanya mengernyitkan dahi.
"Jungkook? maaf, sepertinya Anda salah orang." Woo menyingkirkan tangan Kyuhyun dengan sopan, lalu membungkukkan punggung sembilan puluh derajat.
"Kau benar. Mungkin, aku terlalu rindu dengan mendiang keponakanku," Kyuhyun kali ini pantas disebut aktor. Dia menitikkan air mata, setelah apa yang telah ia lakukan dengan Jungkook. Ia seolah merasa tidak bersalah dengan apa yang sudah terjadi.
"Tidak apa-apa. Aku mengerti perasaanmu." Woo menampilkan senyum hangat di bibir.
"Terima kasih." Kyuhyun buru-buru menyeka cairan bening, dan ia mengeluarkan selembar uang. "Ambilah! aku tidak tega pemuda sebaik dirimu bekerja terlalu keras." Kyuhyun mengulurkan selembar dolar pada Woo, tapi Woo menolaknya dengan halus.
"Maaf tuan. Kakak saya melarang saya menerima pemberian orang asing."
Kyuhyun tersenyum simpul lalu uangnya ia masukkan lagi ke dalam dopet.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bogoshipda
FanfictionKesengsaraan, penderitaan, dan kehilangan. Ketiga kata itu datang secara tidak terprediksi. Tak terkecuali untuk Yoongi. Bagi dia, ketiga kata itu melebur dalam sebuah ikatan bernama 'takdir.' Dia terluka atas takdir yang tertoreh di buku langit. D...