SUARA deburan ombak dan burung-burung laut berpadu menjadi satu—menyiptakan sebuah perpaduan suara yang indah pagi hari di pantai.
Tangan berotot Zevano mengepal, meninju lantai berpasir yang sedang ia duduki. Dirinya bosan. Ia telah menemani sahabatnya di pantai ini selama hampir dua jam, dan Ethan hanya terus larut dalam pikirannya, tanpa mengucap sepatah kata.
Bibir Zevano gatal, rasanya ingin ia berbicara tentang suatu hal. Namun ia yakin betul bahwa Ethan tidak mungkin menjawabnya. Apalagi dalam kondisi seperti ini.
Sebagai sahabat yang baik hati, Zevano hanya duduk diam—menikmati suasana pantai, mengharapkan Ethan untuk berbicara.
"Lo boleh ngomong sekarang."
Mata Zevano membulat tidak percaya menatap sahabatnya yang baru saja berbicara padanya.
"Maaf kalau gue lancang dan perkataan gue bisa bikin mood lo hancur lagi," ucap Zevano sebaga pendahuluan, "Tapi ada yang ngomongin Alesia atau Sheila lagi?"
Ethan menghela napas mendengar perkataan sahabatnya. Perlahan, ia menganggukan kepalanya.
"Pertama-tama, gue bukan mau ceramahin lo. Gue juga nggak peduli siapa yang ngungkit tentang mereka lagi," ucap Zevano seraya menghela napasnya, "Tapi, lo harus benar-benar belajar merelakan mereka."
Ethan mengacak rambutnya frustasi, "Udah, Zevano. Bahkan sejak SMP. Dan lo lihat sendiri, kam? Usaha gue sia-sia."
"Lo harus belajar ngerelain mereka. Gue tau lo udah pernah mencoba, walaupun gagal. Tapi lo nggak boleh menyerah, atau hidup lo bakal terus-terusan muter kayak gini terus!" nasihat Zevano, "Suatu saat lagi, lo bakal ngegalau kayak begini lagi. Lo juga punya kehidupan, Ethan!
"Masa lo mau, beberapa bulan sekali dalam hidup lo, lo bakal frustasi terus. Lo juga punya kehidupan buat lo jalanin. Lo gak bisa kan, bengong terus seminggu gak ngapa-ngapain sementara lo masih banyak kerjaan?!
"Gue ngerti lo sayang mereka. Tapi gue mohon, coba lo harus relain mereka. Gue nggak mau lo kembali jadi Ethan yang gue temui pas SMP,"
Ethan menatap Zevano bingung, "Gue harus gimana lagi, Zev?" tanyanya.
"Gue nggak tau, cuma diri lo sendiri yang bisa menyembuhkan diri lo sendiri." balas Zevano tegas.
Ethan menatap Zevano datar.
"Tapi gue tau sesuatu, Ethan." ucap Zevano yakin. "Mungkin lo harus mulai belajar memaafkan," sambungnya sambil menekan kata memaafkan.
Berat hati Zevano mengatakan hal tersebut, meskipun ia tahu memaafkan tersebutlah adalah hal yang paling susah akan Ethan lakukan.
* * *
WENDY menatap bosan ke arah Bu Sasa—guru ekonomi yang tengah menerangkan pelajaran tentang materi koperasi di depan kelas.
Dengan niat yang hampir saja tidak ada, ia mencatat catatan penting yang Bu Sasa catat di papan tulis.
Kriiiing!
Wendy tersenyum lega mendengar bel istirahat berbunyi. Ia buru-buru membereskan barangnya ke dalam loker, dan pergi ke dalam kelas 11 IPA 2.
KAMU SEDANG MEMBACA
Backstreet
Teen FictionSequel: NACH SIEBEN JAHREN [ON GOING] #275 TEEN FICTION [25/12/17] Part lengkap semua, follow dulu baru baca. Jangan lupa vote atau komen. * * * Angela Kaistal, gadis yang menghabiskan kelas sepuluhnya menont...