PERTEMUAN ketiga Ethan, Zevano, Carly, dan Raisa.
Mereka berempat telah melakukan rapat mengenai perkembangan mereka mencari sahabatnya yang menghilang. Sejauh ini, mereka belum berhasil menemukan apa pun mengenai kehilangan sahabat mereka. Sahabatnya yang telah menghilang selama hampir tiga bulan.
Seperti biasa, mereka selalu berkumpul di rumah Ethan, membicarakan tentang perkembangan mereka yang nol.
"Gimana ini?" ucap Raisa—membuka rapat mereka.
"Nihil." jawab ketiganya bersamaan.
Keempatnya sama-sama menghela napas lesu.
"Axel, ke mana juga?" tanya Ethan.
"Entah. Gue udah pernah nanya sama Galdys," ucap Raisa. "dan hasilnya? Dia nangis bombay."
"Mungkin, dia emang udah bersiap-siap untuk pergi dari hidup kita." kata Ethan sambil menyeka matanya.
Carly akhirnya angkat suara, "Seminggu lagi kita juga udah mau UTS, gue punya keputusan besar buat kita."
Ketiga anak itu menoleh dengan mimik serius tertampang di wajah mereka.
"Mungkin udah waktunya relain Angela sahabat kita, meski pun ia gak benar-benar pergi. Ia mungkin memang udah menghilang dan benar-benar pergi dari kehidupan kita, dan pergi ke belahan dunia yang entah di mana. Gue mau kita, relain Angela, menjadikan gadis itu salah satu kenangan terbaik di dalam hidup kita." ungkap Raisa.
"Kita setiap hari ketemuan gini cariin Angela setengah mati, dan akhirnya apa? Kita gak dapat apa-apa dan malahan kita gak fokus belajar dan nilai kita anjlok semua."
"Gue ingin kalian ingat, kita semua ini masih berstatus pelajar. Tugas utama kita adalah belajar, bukannya jadi kayak begini. Kita masih punya masa depan, guys."
"Mungkin kalian udah ngerasa beda arah dengan gue. Namun, gue sendiri udah gak kuat ngehadapin kesedihan, atau pun kayak begini lagi. Gue sayang sama sahabat gue, tapi gue akan masih punya masa depan yang gue hidupi. Gue akan menjadi gue yang dulu, pelajar yang mendengarkan ceramah guru di sekolah, namun kali ini, ditambah dengan kenangan bahagia sahabat gue."
"Sekian, itu aja." tutup Raisa.
Carly memeluk Raisa erat, tanpa sadar meneteskan air mata di pundak sahabatnya. Ethan dan Zevano mengganguk-angguk mengerti, memahami ucapan Raisa barusan.
"Gue sayang sama Angela, dan gue akan selalu sayang sama dia. Gue setuju sama lo, Raisa, mungkin udah waktunya buat relain Angela." ungkap Ethan.
Raisa tersenyum tipis mendengar ungkapan dari Ethan.
"Gue juga sayang sama sahabat gue. Gue setuju tentang kita masih punya masa depan," ucap Carly.
"Jadi, ini pertemuan terakhir kita, ya? Lain kali kalau kita mau ketemuan, kalau lo pada mau traktir gue makan aja. Gak ada rapat kayak begini lagi," kata Raisa, disambut tiga anggukan kepala.
Keempatnya kemudian menenguk milkshake cokelat yang dibuat oleh Bi Tere tadi. Kemudian Carly pergi ke toilet, Raisa dan Zevano memainkan ponselnya, dan juga Ethan yang masuk ke dalam kamarnya. Suasana ruang TV rumah Ethan menjadi sunyi senyap, seperti ada sebuah kesedihan yang menyelimuti.
"Sebagai penutup," ucap Ethan sambil kembali masuk ke dalam ruang TV. "Bagaimana kalau kita masing-masing cerita tentang momen favorit kita sama Angela?" ajaknya.
Carly, Raisa, dan Zevano mengganguk riang, menyetujui usul temannya.
"Kalau begitu, boleh gue duluan?" izin Ethan—disambut anggukan temannya.
"Ini waktu gue masih sekadar teman biasa sama Angel. Gue selalu mimpiin dia setiap malam, entah mimpi apa pun yang pasti cewek itu ada di dalam mimpi gue. dan gue pernah mimpi kalau gue nembak dia, sama persis kayak di kenyataan. Inspirasi gue nembak dia itu dari mimpi gue. Gue senang banget pas hal itu menjadi kenyataan," cerita Ethan dengan mata berbinar.
"Gue. Gue paling senang kalau dia curhat tentang Ethan ke gue, karena gue bisa tau kebrengsekkan temen gue." tawa Zevano usil.
"Sialan lo." keluh Ethan.
"Kalau gue, pas dia kelas sepuluh, nontonin Pretty Little Liars mulu. Dia di sekolah jadi ngomongin PLL terus, bahkan dia gak tau gosip terbaru, kaya tentang Ethan gitu." cerita Carly, disambung gelak tawa Raisa.
"Jadi itu sebabnya dia gak tau gue?" tanya Ethan dengan mata membulat.
"Begitulah,"
"Terakhir, gue." Raisa angkat suara.
"Buat gue, Angela itu rada polos dan bego gak ketulungan gitu. Apalagi kalo lagi ngomongin masalah cowok sama dia, gue bisa ngakak setengah mati.
"Contohnya, waktu dia baru kenal sama lo, Than. Dia beneran nanya ke gue, 'Emang Ethan homo ya?'. Sumpah gue ngakak setengah mati, gegara dia mikir apa lo beneran homo," tawa Raisa.
"Anjir, siapa sih yang selalu nyebar fitnah kalau gue homo." keluh Ethan geleng-geleng kepala.
"Emang lo rada homo Than," celetuk Zevano.
"Kita, beneran udah siap ya, ngelepas Angela." ucap Ethan, membuat suasana menjadi serius.
Ketiga lawan bicaranya mengganguk yakin.
"Oke, bagus. Pertemuannya, gue akhiri. Selamat tinggal," tutup Ethan.
"Lo ngusir gue?!" omel Zevano.
"Gue butuh waktu sendiri" tutur Ethan.
Carly, Raisa, dan Zevano mengganguk mengerti. Merelakan adalah sesuatu hal yang tidak mudah. Ketiganya memutuskan untuk menikmati es krim di pusat kota, dari pada menggalau seperti Ethan.
Ethan membuka pintu kamarnya, kemudian menghempaskan tubuhnya ke atas kasur. Diambilnya laptop di atas meja belajar, kemudian dengan sigap ia menuliskan serangkaian kata-kata;
Kepada, Angela.
Baru beberapa bulan,
Tapi,
Gue kangen sama lo.
Gue yakin, suatu saat nanti, gue bakal ketemu lagi sama lo.
Di hari kita bertemu nanti, gue akan mengajak lo jalan kayak dulu lagi.
Setelah itu, gue akan memperbaiki segalanya, supaya kita menjadi seperti dulu lagi.
Gue akan menjadikan lo benar-benar milik gue.
Gue akan nyapa, dan peluk lo sekenceng-kencengnya,
Karena yang namanya 'canggung' itu udah gak ada di kamus gue.
Orang akan bilang kalau ini itu mustahil,
Namun gue percaya kalau kita akan bertemu lagi.
Sampai bertemu nanti, Angela.* * *
Terima kasih sudah membaca:)
Vote dan comment!
Jangan lupa baca sequelnya ya:
'Nach Sieben Jahren'See you in the next episode!
KAMU SEDANG MEMBACA
Backstreet
Teen FictionSequel: NACH SIEBEN JAHREN [ON GOING] #275 TEEN FICTION [25/12/17] Part lengkap semua, follow dulu baru baca. Jangan lupa vote atau komen. * * * Angela Kaistal, gadis yang menghabiskan kelas sepuluhnya menont...