(15) Accepting

5.7K 269 19
                                    

"LO tau nggak sih, Len? Gue hampir mati berdiri! Ini semua gara-gara lo sama Kevin yang sok-sokan mau nyomblangin gue sama Aldi!" seloroh Maddie setelah jam pelajaran olahraga selesai. Ia mencebik sebal.

Ellen malah bales nyolot.

"Heh, harusnya lo berterimakasih sama kita berdua. Sekarang lo jadi lebih yakin tentang perasaan Aldi, 'kan? Dan lo cuma perlu ngikutin beberapa misi lagi, supaya lo bukan cuma yakin sama perasaan Aldi, tapi perasaan lo sendiri."

Maddie memasang seringai, bermaksud menggoda Ellen. "Kita? Cie Ellen suka Kevin, cie."

"Najis."

"Aduh, kalo suka ngaku aja, kali."

"Gue? Lo kali yang harusnya ngaku lagi suka sama Aldi."

Maddie bersungut-sungut lalu menyeruput jus alpukatnya. "Dasar mak comblang."

"Iya dong. Eh, nanti kayaknya gue harus daftar kerja dibiro jodoh, deh."

"Lo deket sama Kevin kayaknya tambah bego, ya? Duh, udah bego, tambah dibegoin lagi," ejek Maddie seraya meringis.

"Dih! Sori ya, gue tuh kalo mau dibegoin juga pilih-pilih orang. Ya paling enggak, Cameron Dallas lah, gak papa. Begoin aja gue sampe Justin nikah sama Selena. Eh, tapi 'kan, gue Selena?"

Maddie menganga tak percaya mendengar kenarsisan sahabatnya itu. Ia menatap Ellen seolah Ellen adalah kotoran sapi. Maddie menggeleng, Ellen masih temannya. Ya, setidaknya Ellen enggak munafik.

"Len," Maddie menghadap ke arah sahabatnya, "gue heran sama Aldi."

"Heran kenapa?" balas Ellen sambil mengaduk kuah baksonya.

"Kok dia mau nolongin gue, sih? Padahal 'kan dia tau, kalau gue nggak suka dia."

Oke. Ngerti 'kan kalau kita lagi suka seseorang pasti kita akan melakukan apapun biar orang yang kita suka itu senang, atau setidaknya, biar orang yang kita suka itu menganggap kita 'ada'?

Dan Ellen malah lebih heran sama Maddie. Bagaimana bisa teori sejak jaman dahulu itu masih Maddie pertanyakan?

"As-ta-ga," ucap Ellen putus-putus. "Lo belum ngerti juga, ya?"

Maddie menggeleng dengan wajah polos.

"Denger ya. Aldi suka lo 'kan? Dan menurut gue, kalau dia mau ngelindungin lo, berarti dia khawatir sama lo. Dia rela jaketnya kotor karena nggak mau lo malu. Tau nggak, kalau seseorang rela berkorban kayak gitu tandanya apa?"

Maddie mengangkat sebelah alisnya, lalu menggeleng. "Enggak tahu."

Ellen menghela napas dengan sabar. "Tandanya, Aldi mulai sayang sama lo."

"Aldi ... sayang sama gue?" tanya Maddie pelan. Sesaat ia seperti tersengat listrik.

"IYA MADDIE, IYA! YA AMPUN, AKHIRNYA LO NGERTI!"

"Ish, berisik," Maddie melotot, kemudian kembali memasang wajah heran. "Tapi lo tahu dari mana? Dia 'kan enggak pernah bilang."

"Emang nggak pernah bilang. Tapi ... nggak bisakah lo melihat matanya waktu dia lagi ngomong sama lo? Gimana perlakuannya, cara dia ngomong ke lo. Inget, Di. Terkadang 'rasa' itu nggak selalu terucap dengan lisan, tapi tersirat melalui tindakan dan sebagai manusia yang memiliki perasaan, harusnya lo bisa menyadari itu."


***


Aldi menggosokkan handuk kecil pada rambutnya yang basah sehabis keramas. Ia duduk di atas kasur, lalu melamun. Entah apa yang dilamunkannya. Matanya kemudian tak sengaja melirik sebuah foto berbingkai persegi berwarna silver di atas nakasnya.

My Lovely HatersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang