(21) Ada Apa dengan Aldi?

8.1K 350 128
                                    

DI depan ruang kesenian, Maddie berpisah dengan Ellen yang mau ke toilet, sedangkan dirinya ingin ke kelas untuk mengambil flashdisk milik Ellen. Mereka sepakat langsung bertemu di ruang OSIS.

Maddie pergi ke kelasnya yang tidak terlalu jauh dari ruang kesenian. Suasana di sekitar koridor menuju kelasnya masih sepi, berhubung jam istirahat baru akan berakhir dua puluh menit lagi. Inilah yang membuat Maddie suka jam istirahat. Durasinya sangat lama; satu jam. Bisa puas dia jungkir balik.

Ia membuka pintu kelasnya. Ternyata belum ada orang yang kembali dari kantin. Sempat terlintas dibenak Maddie mengenai keberadaan Aldi. Cowok itu tidak terlihat di manapun Maddie melintas.

Ah, sudahlah. Untuk apa juga Maddie memikirkannya?

Maddie menarik risleting tasnya, lalu mengambil flashdisk yang ia taruh di dalam tempat pensil agar mudah didapat.

Baru saja Maddie berbalik, Aldi sudah berada tepat di depannya. Raut wajah cowok itu sungguh tak terbaca.

"Astaga," Maddie menahan napas. Kayaknya Aldi mau membuat Maddie jantungan, ya? Sudah berkali-kali cowok itu muncul tiba-tiba.

Biasanya, kalau sudah begini Aldi akan menampakkan cengirannya dan meminta maaf. Apa Aldi masih sensi?

"Udah berubah pikiran, Tan?" ucap Aldi dengan alis naik sebelah. Cowok ini ... kenapa makin hari makin mempesona saja?

Maddie ikutan mengangkat sebelah alisnya. "Menurut lo? Tas gue aja masih-" ucapan Maddie terpotong ketika ia melihat tasnya ternyata dari tadi berada di tempatnya yang semula, di samping Aldi. Kenapa tadi dia tidak sadar?

"Lo yang pindahin, 'kan?" tuduhnya terang-terangan pada Aldi. Karena hanya cowok itu yang ngebet menginginkan Maddie tidak pindah posisi.

"Menurut lo?" Aldi balik bertanya. Sepertinya cowok ini jadi aneh sekarang.

"Gue masih bisa mindahin tas gue, kok."

Maddie hendak mengambil tasnya, namun tangan Aldi menahannya lebih dulu. Seketika jantung Maddie seakan meloncat dari tempatnya. Kontak fisik yang Aldi lakukan tiba-tiba membuatnya merasa berdebar. Ini tidak benar. Cowok itu tidak boleh seenaknya mendominasi detakan jantung Maddie. Dia pikir dia siapa? Pacar saja bukan. Gebetan saja buk-

Eh, benarkah? Memang Maddie nggak suka Aldi?

"Jangan coba-coba mindahin tas lo," kata Aldi. Cowok itu menatap Maddie dengan tajam.

"Emang kenapa? Lo bakal ngapain kalau gue-"

"Gue bakal cium lo."

Maddie rasa jantungnya sudah merosot ke ususnya. Saking dahsyatnya efek perkataan Aldi. Biasanya cowok itu mengucapkan kalimat serupa dengan nada bercanda. Tapi kali ini ... entahlah. Maddie juga tak yakin. Ia jadi takut akan terhipnotis dengan dalamnya tatapan tajam Aldi.

Ah, dia tidak boleh sampai terpesona.

Menutupi kegugupannya, Maddie terlihat menantang. Aldi pikir dia takut? Tentu saja tidak.

"Oh ya? Coba aja kalo bis-"

Tanpa Maddie duga, Aldi mendekat ke arahnya. Otomotis Maddie mundur perlahan. Tapi semakin ia mundur, Aldi semakin maju.

Maddie terus mundur, namun ia sudah rapat dengan tembok. Ia sudah tak bisa ke mana-mana lagi. Kakinya pun seakan ter-lem ditempatnya berdiri.

Jarak Aldi tinggal selangkah darinya. Lalu ... ujung sepatu mereka bersentuhan. Aldi meletakkan telapak tangannya di tembok samping kepala Maddie, mengunci pergerakan cewek itu. Aldi masih memandang Maddie dengan tajam, dan Maddie sudah tak bisa melawan.

My Lovely HatersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang