Chapter 34

175 13 0
                                    

David papah Dian keluar dari ruangan dokter dengan perasaan yang tak karauan. Kenapa harus Dian yang menimpa semua ini, kalo bisa David ingin menggantikan posisi Dian sekarang. Ia tak tega apalagi kalau harus memberi tahu yang sebenarnya pada Lilis

David menarik nafasnya. Ia harus kuat. Bukan, bukan dia tidak sedih sejujurnya air matanya sudah terkumpul dan bersiap siap untuk turun. Namun, David menahannya sebisa mungkin ia harus terlihat kuat didepan isteri anak dan keluarganya, kalau dia ikut ikutan menangis meraung raung. Lalu siapa yang akan menenangkan isterinya

Lilis bangkit duduknya, saat melihat suaminya yang mendekat kearahnya

"Pah gimana keadaan Dian, dia baik baik ajakan pah?"

David diam. Ia tak tahu harus mulai dari mana menceritakan kondisi anaknya

"Pah jawab jangan diam aja"Lilis mengguncang guncangkan lengan David

David menarik nafas dan mulai menceritakan apa yang dikatakan dokter.

Lilis membekap mulutnya, dan tak lama tubuhnya ambruk tak sadarkan diri

*****
Shidqi mengacak rambutnya frustasi, dari empat jam yang lalu Shidqi mencoba menelpon Dian namun tetap sama operator lah yang menjawabnya. Sebenarnya Dian kemana?

"Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif silahkan hubungi beberapa saat lagi"

"Arghhh. Dian lo kemana sih hape lo pake di matiin segala"Shidqi berbicara sendiri

Shidqi mengigit jarinya mencoba memikirkan kemana Dian. Sebetulnya mereka Shidqi dan Dian sudah berjanji akan menyelesaikan tugas bahasa inggris bersama. Tapi, mana sudah hampir tiga jam Shidqi menunggu Dian tapi nihil Dian tak kunjung datang

"Apa mungkin dia kecebak macet, tapi gak mungkin jam segini kan jalanan udah sepi"Shidqi melihat arlojinya yang berwarna cream bertengger di lengannya pemberian Lendra pas mereka mensive sebulan

"Atau jangan jangan Dian kenapa napa lagi"Shidqi mulai panik

Ilham yang melihat adiknya yang sepertinya sedang ada yang gak beres mberjalan menghampiri Shidqi yang berdiri di samping sofa

"Lo kenapa dek, soal Lendra lagi?"tanya Ilham

"Bukan bang. Dian"

"Dian kenapa dia?"Ilham mengerutkan keningnya

"Jadi gini bang, tadi disekolah gue sama Dian udah janjian mau ngerjain tugas inggris bareng. Tapi, udah hampir tiga jam gue nungguin dia gak dateng dateng. Gue takut dia kenapa napa bang"ucap Shidqi dengan ekspresi penuh kekhawatiran

"Lo udah telpon?"

"Udah bang, udah berkali kal. Tapi tetep hape nya mati"Shidqi mengusap wajahnya

"Lo yang tenang, mungkin dia ada urusan mendadak jadi nething dong lo dek"Ilham mengacak rambut Shidqi

"Iya juga yah, terus gimana tugas inggrisnya?"

"Gue bantuin yuk"Ilham bangkit dari duduknya dan berjalan menuju kamar Shidqi

Sementara Shidqi ia hanya menatap punggung abangnya yang semakin jauh. Sebetulnya perasaanya tidak enak. Tapi, ia berharap semoga ini bukan petanda apa pun

Ditempat lain
"Lo mau kemana sih di, di lo jangan tinggakin kita dong"

"Di hei lo mau kemana sih kok lo jalan terus, terus kenapa lo pake baju putih putuh, wajah lo kenapa pucet banget. Lo sakit di"

Dian menggeleng sambil tersenyum

"See you again"

"Di, DIAN"

Best CoupleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang