Entah mengapa, untuk pertama kalinya, Sheryl merasa waktu yang dibutuhkan untuk ke rumah Justin dari sekolahnya cukup dekat. Dia mendengus dalam hatinya. Kenapa dia bisa jadi tegang begini, sih? Ini hanya ibu Justin. Bukan seperti dia akan bertemu Barack Obama. Dan dia sudah pernah bertemu dengan wanita itu walau tidak bisa dibilang jika pertemuan mereka memberikan kesan yang bagus juga. Dia bahkan perlu mengerjapkan matanya berkali-kali ketika Justin menyuruhnya untuk turun. Sheryl menolehkan kepalanya menghadap Justin seraya memberikan tatapan bingung.
"C'mon. Kau menunggu apa lagi, sih? Ayo cepat turun," sahut kesal Justin mendapati Sheryl masih tetap diam di bangku mobilnya.
Gadis itu lantas langsung menarik handle pintu kemudian membukanya sebelum turun dari sana. Dia menghembuskan napasnya usai menutup pintu mobil Justin. Pria itu kembali mendengus lalu menghampiri Sheryl cepat usai itu segera menariknya untuk pergi dari sana. "Kau bertingkah aneh lagi," Sheryl hanya diam tanpa menggubris ucapan Justin. "Apa kau gugup karena akan bertemu ibuku sekarang? Sudah kubilang dia takkan menggigitmu,"
Sheryl menghembuskan napasnya. "Tidak, aku hanya khawatir soal Wayde. Aku sering menitipkannya terus akhir-akhir ini."
"Dia akan baik-baik saja, baby, Wayde juga bilang dia lebih suka berada di rumah temannya daripada di rumahnya sendiri. Jangan terus mengurungnya di rumah, dia laki-laki, kau tak bisa mengekangnya,"
Alis Sheryl mengerut. "Tidak, aku tidak mengekangnya,"
"Ya, kau iya. Sikap cemasmu yang berlebihan seperti itu membuat Wayde terkekang tanpa kau sadari. Mungkin menurutmu dia hanya anak kecil, tapi dia juga laki-laki, Sherrie. Laki-laki tidak bisa terlalu di khawatirkan seolah dia bayi kecil. Biarkan dia bersenang-senang dengan temannya seperti anak normal lainnya."
Sebenarnya Sheryl hanya mengada-ngada saja jika dia sedang mencemaskan Wayde tadi. Tidak mungkin 'kan dia mengakui perasaan gugupnya saat itu hanya karena akan bertemu ibu Justin? Tapi omongan Justin membuatnya berpikir. Dia benar. Wayde tidak bisa selalu dia atur. Wayde memang belum dewasa, tapi semua yang dialaminya sejauh ini membuatnya jadi seperti orang dewasa. Dan Sheryl yakin Wayde akan baik-baik saja, Wayde bukan tipe orang yang ceroboh. Meski masih anak-anak, tapi pemikirannya sudah luar biasa panjangnya. Dia memikirkan banyak konsekuensi yang bakal terjadi nantinya di setiap tindakan yang ia ambil. Dan entah bagaimana bisa Justin telah membuat Sheryl berpikir jika dia harus berhenti bersikap berlebihan pada Wayde. Pria kecilnya itu memang butuh bersosialisasi lebih banyak, dia tidak bisa jadi tipe laki-laki yang pendiam selamanya.
Tangan Justin mendorong pintu rumahnya agar segera terbuka. Usai pintu kayu itu benar-benar terbuka, dia melangkahkan kakinya masuk sembari tetap menggandeng Sheryl di sebelahnya. Tanpa membutuhkan waktu yang lama, dia menemukan ibunya yang sedang membaca majalah di ruang santai. Kepalanya segera tertoleh mendengar derap kaki yang mendekat. "Justin? Kau sudah pulang?" Tubuhnya praktis bangkit. Wanita itu segera menghampiri mereka berdua dengan mata berbinar. "Astaga, apa itu kau, Sheryl? Oh ya Tuhan, akhirnya kira bertemu lagi," ujarnya senang sembari menarik Sheryl ke dalam dekapannya. Membuat kaitan tangan Sheryl dan Justin langsung saja terlelas, pria itu memutar bola matanya bosan.
"Ibu, aku ini anakmu. Kenapa kau malahan memeluk Sheryl terlebih dahulu dibanding putera kandungmu sendiri?"
Wanita itu menarik senyum lebarnya lantas melepas pelukan eratnya dari Sheryl. "Karena aku lebih merindukan kekasihmu ini daripada kau. Aku melihatmu hampir setiap hari, dan itu membosankan." Gumamnya jujur tanpa mengalihkan matanya dari wajah Sheryl. "Kau terlihat jauh lebih cantik dari pertemuan pertama kita."
KAMU SEDANG MEMBACA
Unbroken • jb
FanfictionSheryl Bradson punya kehidupan yang membosankan sekaligus menyedihkan. Tidak ada yang menarik dalam ceritanya, dia hanya punya kisah yang sama setiap harinya; yaitu bagaimana caranya untuk bisa mendapatkan uang untuk keluarganya dapat bertahan hidu...