Chapter 31

278 31 6
                                    

Three weeks later...

Justin menempatkan bokongnya ke atas bangku sebelum sedikit mengadahkan wajahnya menatap langit yang tidak begitu cerah hari ini. Pria itu menutup matanya sebelum menghela napas kecil.

Setelah tiga minggu Sheryl pergi tanpa kabar, Justin tak menemukan tanda-tanda jika gadisnya akan kembali lagi. Sepertinya ia memang tidak akan kembali, setidaknya dalam waktu dekat. Sheryl hilang seolah dia memang tak pernah ada.

Gadis itu menghilang, dan Justin seperti akan kehilangan akalnya sendiri.

Dan selama ia pergi, Justin berusaha menggantikan Sheryl. Laki-laki itu menjaga kedua adiknya seakan dia memang punya tanggung jawab untuk itu. Dia merasa jika itu hal yang sepatutnya dilakukan sementara Sheryl pergi.

Dua hari lagi, Kenzy akan terbang ke London untuk melanjutkan sekolahnya di sana. Semuanya telah siap dan tidak ada yang perlu Justin khawatirkan lagi soal ini karena Thomas telah mengurusnya dengan baik. Tapi tetap saja, setidaknya ia ingin Sheryl ada di sini. Ia ingin gadis itu datang untuk melihat adiknya sebelum Kenzy benar-benar pergi.

Justin membuka matanya lantas membenarkan posisi duduknya. Ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling sebelum sadar jika ia selalu datang kemari untuk beberapa minggu terakhir. Tempat ini adalah tempat di mana Justin seharusnya bertemu dengan Sheryl tiga minggu yang lalu.

Sheryl berjanji akan bertemunya di sini setelah Justin akan berbicara dengan neneknya. Namun, gadis itu pergi. Ia tidak pernah datang sesuai janjinya.

Justin menghembuskan napas beratnya sebelum menyesap kopi panasnya yang telah ia beli sebelum kemari dari sebuah kedai. Dia jadi teringat kenangan ketika bersama Sheryl. Saat itu mereka berdua meminum kopi juga, duduk di sebuah bangku panjang pinggir jalan dan berciuman.

Justin mengerutkan dahinya menyadari beberapa pikiran yang terbesit di otaknya. Justin punya ketakutan dalam hidupnya. Semua orang punya, dan begitu pula dengannya. Sejujurnya, dia sangat takut ditinggal seperti ini. Justin sangat takut jika harus ditinggal oleh orang yang ia sayangi.

Dia telah merasakan betapa menyakitkannya bagaimana melihat Mikaila meninggalkannya. Dari saat itu, ia menyadari jika ketakutan terbesarnya adalah ditinggal oleh seseorang yang berarti untuknya. Karena demi apapun, rasanya sangat menyakitkan. Rasa sakitnya benar-benar menyedihkan.

Pria itu memandang kosong sepatunya, memikirkan bagaimana ia harus menjalankan hidupnya ke depannya. Entahlah, Justin tidak tahu bagaimana harus menjalankan hidupnya dengan cara seperti ini. Ini menyebalkan, kau tahu, ia kembali pada masa-masa yang ia benci. Justin tahu jika sekarang ia benar-benar seperti seorang banci.

Setelah semua yang terjadi, ia menjadi laki-laki yang lemah. Justin sangat benci untuk mengakui hal ini, tapi dia hanyalah pria yang rapuh tanpa orang-orang yang ia pedulikan. Dia sangat lemah tanpa Thomas. Dia sangat lemah tanpa Sheryl.

Dulu, ketika Mikaila meninggal, dia punya Thomas untuk ia salahkan. Setidaknya, dia punya sesuatu untuk mengalihkan pikirannya. Saat itu juga ia tak punya alasan untuk tidak bergabung dengan Davis bersama perkumpulannya. Dia bisa melakukan apa saja untuk meluapkan perasaannya. Justin bisa melakukan hal gila atau diluar akal sehatnya tanpa mencemaskan apapun. Namun, dia sadar tak bisa melakukan hal itu lagi sekarang.

Dia harus sedikit bersikap dewasa. Thomas bahkan bisa melalui semuanya dengan baik tanpa melakukan hal onar seperti yang ia lakukan dulu. Padahal mereka berdua sama-sama merasakan hal yang sama. Tapi Justin bertingkah seperti dia satu-satunya yang merasakan hal terburuknya. Dia berlaku brengsek tanpa memikirkan bagaimana perasaan Thomas.

Unbroken • jbTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang