Chapter 7

503 54 19
                                    

          Tangan putih gadis itu dengan gesitnya bergerak menyapu kotoran-kotoran di atas meja menggunakan sebuah lap basah. Dia tak menanggapi cemoohan cewek yang sedang mengunyah permen karet di dekat kasir. Dia terus menyemangati dirinya sendiri dalam hati. C'mon, Sheryl, tidak usah pedulikan Candice.

          Usai itu, dia menyimpan lap bekas membersihkan meja di kantong celemeknya lantas tersenyum manis. "Selamat makan, Sir," ucapnya kepada seorang pria yang akan memakan makananannya kemudian segera pergi menuju ke belakang untuk pergi ke ruang karyawan mengganti baju seragamnya. Ketika kakinya sedang melewati kasir, Candice berkata. "Aku bisa melaporkan pada Kendrick jika kau membuat para pelanggan kurang nyaman."

          Mendengar nama menejer restoran itu disebut-sebut di kalimat wanita itu, Sheryl praktis berhenti berjalan dan menatap Candice dengan bingung. "Aku tidak melakukan apapun. Apa salahku, Candice?"

         Perempuan pirang itu memutar bola matanya, giginya mengunyah permen karet dengan suara yang keras seraya menatap sombong kearah Sheryl. "Menyedihkan," kekehnya kecil. Suaranya hampir tak bisa terdengar, namun Sheryl bisa menangkapnya. "Apa kau tak sadar jika kau memiliki aroma yang buruk, Sheryl? Kau sebenarnya mandi atau tidak, sih?"

         Nada suara Candice membuat emosi Sheryl naik. Buru-buru Sheryl menghembuskan napas beratnya, menggeleng tak kentara berusaha menenangkan dirinya sendiri. "Berhenti mencelanya, Candice," sebelum dirinya bisa membalas ucapan Candice, ada suara yang menyelanya.

         Sheryl menoleh dan mendapati Matthew. Matthew Espinosa. Laki-laki itu menatap Candice dengan tatapan seperti berucap 'kau-bahkan-terlihat-tak-lebih-baik-dari-Sheryl'. Candice mendengus. Perempuan itu memutuskan untuk tak bersuara kembali dan melayani pelanggan yang datang.

          Matthew memandang Sheryl. "Kau belum pulang, Sheryl?" Tanyanya bingung dengan lembut. Memang sekarang shift kerja Sheryl sudah abis. Tentu Matthew merasa bingung ketika mendapati gadis ini masih saja disini, bukannya bersiap untuk pulang.

          "Belum. Aku baru saja akan pulang." Jawab Sheryl sembari menggeleng. "Dan kau?"

          "Aku juga." Sheryl hanya mengangguk kecil lantas kembali melangkah menuju ruangan khusus staff. Setelah menutup pintu, dia segera melepas celemek dan topi kerjanya, kemudian memasuki bilik toilet untuk membuka seragam merahnya. Mengganti dengan kaos hitam polos dilengkapi mantelnya. Usai itu dia keluar dari sana dan mendapati Matthew yang langsung menatapnya. "Umm... perlu kuantar pulang?"

          "Tidak, tidak usah. Aku baik-baik saja dengan berjalan," tolak Sheryl halus. Dia tersenyum hangat menatap Matthew kemudian membuka pintu untuk keluar dari sana. "Aku duluan, Matt!" Pamitnya dengan suara keras, tangannya bergerak keatas lalu melambai. Matthew ikut menarik segaris senyumnya sembari ikut melambaikan tangannya. "Hati-hati, Sheryl," gadis itu tak menyahut, melainkan memberikan jempolnya di udara.

          Dia menghembuskan napas, menatap jalanan yang ramai. Sheryl keluar lewat pintu yang terhubung langsung keluar, karena tak mungkin dia harus melewati para pengunjung di dalam restoran itu. Ramainya suara banyak orang terdengar nyaring di telinga Sheryl. Dia berjalan menuruni anak-anak tangga yang berada persis di depan pintu. Dia berjalan melewati parkiran, Sheryl berdecak dalam hati. Dia merenung, memikirkan kapan bisa mempunya mobil mahal yang terparkir dengan rapih disini. Kakinya segera membeku saat mendapati satu orang yang tiba-tiba menghalangi jalannya.

Unbroken • jbTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang