Chapter 14

333 44 10
                                    

          Sepulang dari taman, Thomas segera membawa Sheryl untuk menjemput Wayde dari sekolahnya. Pria itu tahu Sheryl sedang dalam keadaan yang tidak baik untuk bisa dibawa kemana-mana atau sekedar mengulur waktu untuk berbincang. Hari ini cukup berat bagi gadis itu, Thomas mengerti dengan baik bagaimana perasaan Sheryl kali ini. Kejadian kesalah pahaman seperti ini sering terjadi pada setiap pasangan.

         Mobil Thomas berhenti di depan pintu lobi apartemen kumuh Sheryl yang tidak bisa dibilang layak untuk tinggal. Tanpa mengulur banyak waktu, perempuan itu segera membuka pintu mobil dan membantu adiknya turun sebelum mengucapkan banyak terima kasih pada Thomas untuk banyak hal yang telah dilakukan pria itu padanya. Lantas usai mendapatkan anggukan kecil dari pria pirang itu, Sheryl langsung melenggang masuk sembari terus menggandeng tangan adiknya. Meski rasanya dia tidak bisa memikirkan apapun akibat kejadian sore tadi, dia masih sangat mempedulikan Wayde. Diatas semuanya, keluarganya adalah hal paling berharga yang dia punya. Dan Sheryl tak ingin menyesal karena bersikap kurang perhatian pada Wayde hanya karena masalah sakit hatinya. Adik kecilnya itu adalah prioritasnya. "Kau terlihat aneh, Sheryl. Apa kau baik-baik saja?"

        Gadis itu menolehkan wajahnya, kemudian menunjukkan ekspresi pura-pura bingungnya. "Huh? Aku baik-baik saja. Kenapa kau berpikiran seperti itu?"

        Wayde membuang napasnya perlahan. Apa Sheryl pikir dia bisa menutupi segala hal darinya? "Aku mengenalmu sangat baik. Sedikit perubahan yang terjadi padamu pasti kuketahui." Jawab Wayde penuh kejujuran. Dia dan Sheryl sudah bersama semenjak Wayde lahir, selama ini yang selalu merawatnya itu Sheryl, bukan ibunya. Otomatis dia lebih dekat dengan kakak sulungnya itu daripada ibunya sendiri. Wanita paruh baya itu lebih fokus bekerja untuk menafkahi keluarganya sendiri yang telah kehilangan sosok pemimpin. Suaminya yang telah meninggal, membuatnya harus menjadi tulang punggung keluarganya sendiri, apalagi anak-anaknya masih kecil ketika itu. Tidak bisa membantunya untuk mencukupi biaya kehidupan. Tentu saja dia harus berusaha semaksimal mungkin untuk memastikan anak-anaknya bisa makan.

         "Sebenarnya aku hanya pusing memikirkan sekolahku, Wayde. Aku akan lulus high-school sebentar lagi, dan kupikir aku perlu belajar semaksimal mungkin untuk mencapai nilai yang membanggakan. Aku khawatir aku tidak mampu mendapat nilai bagus," ucap Sheryl beralasan. Mungkin jika dia mengatakan hal ini pada Wayde tepat sebelum bertemu dengan Justin dan Thomas, itu tidak sepenuhnya berbohong. Namun masalahnya, sekarang dia bahkan hampir tidak bisa fokus mendengarkan ketika guru-guru sedang menjelaskan di depan kelas. Apalagi masalah belajar. Dia jadi kurang mempedulikan nilainya akhir-akhir ini. Tapi meski begitu, nilainya juga tidak menurun. Hanya saja sikap Sheryl yang dulu biasanya fokus dan rajin, sekarang telah berubah. Dia bahkan beberapa kali membolos kelasnya.

        Wayde tahu ada yang disembunyikan Sheryl. Bukannya sudah laki-laki itu katakan jika dia mengenal Sheryl sangat baik? Namun dia tidak berusaha untuk mengetahuinya, melihat Sheryl yang terlihat enggan memberitahunya. Jadi dia putuskan untuk diam dan pura-pura beranggapan jika alasan Sheryl tadi memang betulan fakta.

         Sheryl membuka pintu rumahnya yang sudah reyot, kemudian melangkah masuk diekori Wayde di belakangnya yang masih berada dalam gandengan tangannya. Pria itu segera melepaskan pegangan tangan kakaknya lalu melangkah menuju kamarnya. Sheryl menghembuskan napas beratnya seraya melepas sepatunya sebelum ikut melangkah ke kamarnya seperti yang dilakukan oleh Wayde. Dia melangkah dengan gusar, kembali teringat kejadian di taman tadi. Demi Tuhan, Justin dan Sheryl resmi menjadi sepasang kekasih siang tadi! Dan sorenya mereka bahkan sudah diberikan cobaan. Sheryl hanya tidak mengerti mengapa Tuhan seperti tidak menginginkan dia bahagia. Seharian penuh saja. Selama ini dia tidak pernah merasakan kebahagiaan seperti yang dia rasakan tadi pagi, tapi semuanya terasa sia-sia usai Justin menangkap basah dirinya tengah berduaan dengan Thomas. Kekasihnya itu salah paham. Justin lebih suka mengutamakan emosinya, tanpa mau mendengar penjelasan orang lain.

Unbroken • jbTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang