Chapter 2

762 72 33
                                    

         Sheryl melangkah turun dari bus yang baru ditumpanginya, dia sudah kembali dari sekolah. Baru saja berjalan, perempuan itu sudah menemukan Wayde yang sedang menunggunya disana.

          "Wayde, apa yang kau lakukan disini? Bukankah kau seharusnya menunggu di sekolahmu?"

          Dia menoleh setelah mendengar suara seorang perempuan yang sedang ia tunggu sedaritadi. Lantas menggeleng untuk menjawab perkataan kakaknya. Kemudian berdiri untuk menghampiri perempuan itu.

          "Jangan menungguku disini lagi. Bagaimana jika kejadian tadi pagi terulang lagi? Sedangkan aku tak berada di sampingmu saat itu?"

          Laki-laki kecil itu membuang napasnya sebelum mengatakan sesuatu pada seorang gadis yang berada dihadapannya. "Aku masih merasa bersalah soal yang tadi pagi. Maka dari itu, aku mencoba untuk membuatmu berhenti kerepotan karenaku. Aku hanya... tak ingin membuatmu lelah. Jarak sekolahku dari sini juga jauh." Wayde berkata dengan lembut.

           Hati Sheryl merasa hatinya terenyuh mendengarnya. Dia menyunggingkan sebuah senyuman lebar, "Tak apa, sungguh. Kau tak pernah merepotkanku, Wayde. Itu sudah menjadi kewajibanku untuk menjagamu. Untuk merawatmu. Tak perlu merasa seperti itu, oke? Aku baik-baik saja, kok."

          Wayde hanya mengangguk membalasnya. Kemudian mereka kembali berjalan bersama. "Aku ingin bercerita. Bolehkah?"

          Dahi milik Sheryl berkerut, ia menatap adiknya dengan baik-baik. "Kenapa harus meminta izin? Aku sangat suka untuk mendengarkan cerita orang-orang, apalagi jika dia adik kesayanganku." Kerutan-kerutan yang terlihat di dahinya mulai mengendur, tergantikan dengan senyumannya sesaat. "Ada apa? Apa kau mendapati masalah hari ini?"

           "Sebenarnya ini bukan terjadi hari ini saja. Mungkin lebih tepatnya beberapa bulan yang lalu."

          "Lantas? Bagaimana masalahnya? Aku tidak mengerti."

          "Untuk sejujurnya aku tak peduli soal eksistensi para gadis-gadis genit. Dan di sekolahku, banyak sekali populasi orang-orang seperti itu, walau di umur seperti ini memang sangat tidak pantas ataupun wajar."

          "Aku tahu tentang persoalan seperti itu. Aku sering mendengar dari banyak orang. Bukannya memang sudah lazim jika perempuan-perempuan sekarang bertingkah tidak sewajarnya?" Sheryl mengangguk, membenarkan perkataanya sendiri. "Masalahnya apa? Apa mereka melakukan hal itu padamu? Maksudku, genit pada adik kesayanganku ini?"

          Wayde mengalihkan padangannya kearah kedua kakinya, tidak berani menatap lawan bicaranya sedikitpun, "Aku tidak menyukai saat mereka melakukan hal itu padaku. Mungkin, aku bisa bersikap biasa saja. Tapi, bagaimana jika mereka mengetahui tentang diriku? Kalau aku merupakan seorang anak dari orang miskin?"

          Ternyata bukan hanya Kenzy yang merasa tersiksa dengan status keluarganya, karena Wayde juga merasakan hal yang sama. Begitu pula dengan Sheryl, hanya saja ia selalu diajarkan untuk menjadi seorang perempuan yang suka bersyukur. Bukannya malah mengeluh sana-sini. "Kau menghindari mereka karena itu?"

          Wayde menatap tepat kearah iris mata perempuan itu, mengangguk pelan untuk menjawab pertanyaannya. "Jika mereka mengetahui itu, aku bisa di bully. A-aku... tak suka disaat mereka meremehkanku."

          Sedih rasanya jika melihat seorang adik laki-laki mu yang sangat pendiam tiba-tiba berkata seperti ini. Seperti kau dihujami ribuan petir di tubuhmu, yang membuatmu benar-benar terhenyak. Merasa bersalah karena adik kecilnya merasakan hal seperti ini, walaupun Sheryl merasakan hal yang sama layaknya yang dia rasakan.

Unbroken • jbTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang