"Apa yang kau lakukan disini, brengsek!?"
Mata Megan menatap tajam kehadiran Thomas yang mendekat padanya. Dia tidak menyangka jika pria ini akan pergi ke makam Mikaila malam-malam begini usai mengantar Sheryl sampai ke rumahnya.
Gadis itu memang memutuskan untuk mengunjungi Mikaila akibat kejadian tadi sore. Meski sudah malam, tapi rasa rindunya pada sahabatnya itu sudah tidak terbendung lagi. Dia merindukan semua kenangannya bersama Mikaila, dia sangat merindukan perempuan itu. Seandainya saja Thomas tidak datang dan menghancurkan kehidupannya, mungkin Mikaila masih ada di sini. Di sampingnya. Tertawa bersama dan menikmati hidup bersama-sama.
"Kau banyak berubah semenjak pertemuan terakhir kita."
Megan tertawa sinis. "Oh tentu saja. Dan mungkin jika Mikaila tidak mati mengenaskan, dia juga akan banyak berubah sama sepertiku,"
Thomas menatap Megan sebentar sebelum mengalihkan pandangannya tepat ke arah batu nisan milik gadisnya. Gadisnya yang sudah sangat dia rindukan. Mikaila-nya. Laki-laki itu lantas menghampiri gundukan tanah tersebut sebelum berjongkok di dekatnya sembari meletakan sebucket bunga lily di atas tempat Mikaila berbaring dengan tenang. Dia masih ingat dengan betul bila Mikaila benci mawar, gadis itu hanya menyukai bunga lily.
"Kau ingin pamer di hadapanku jika kau masih mengingat segala hal tentang Mikaila?" Megan menyipitkan matanya sembari memandang Thomas yang berada di depannya. "Well, sekedar informasi, itu tidak akan membuatmu jauh lebih baik dari sebelumnya di mataku, Sangster,"
Tapi Thomas hanya diam saja. Dia bahkan tidak memberikan tanda-tanda akan menjawab ucapan Megan. Tangannya terjulur untuk mengelus batu nisan yang bertuliskan nama lengkap Mikaila itu dengan lembut, lantas tersenyum. "Hari ini tepat tiga tahun kematiannya." Gumamnya nanar, "dan kita semua masih bermusuhan. Aku, kau, Justin. Semuanya. Bahkan berani bertaruh orang tua Mikaila juga membenciku,"
Megan menatap Thomas beberapa detik sebelum tertawa mengejek. "Apa yang kau harapkan, huh? Kita semua kehilangan Mikaila. Apa kau pikir kita bisa bertingkah seolah semuanya baik-baik saja?"
Dan akhirnya mereka berdua diam. Keadaan menjadi senyap. Sama-sama sibuk berkutat dengan benaknya, sampai ketika tangisan Megan tiba-tiba terdengar akibat tidak bisa membendung perasaannya lagi dan praktis mengisi keheningan mereka berdua. Tangisannya terdengar begitu menyedihkan. Dadanya tiba-tiba menjadi sesak. Dia memikirkan bagaimana nasib Mikaila sekarang, apa gadis itu mendapat tempat yang seharusnya dia dapat? Apa Tuhan akhirnya bisa membiarkan Mikaila tenang dan bahagia bersama-Nya?
"Ini menyakitkan..." isaknya sembari menutup mulutnya dengan telapak tangannya. "Kau tahu, setiap malam-malam yang kulewati untuk memikirkan hidupku tanpanya. Ini menyakitkan. Disaat aku berusaha untuk berpikir semua tidak sepahit ini, disaat aku berusaha meyakinkan diriku bahwa semua akan baik-baik saja. Aku akan bertemunya besok pagi, sarapan bersama, menemuinya di sekolah, pergi berdua, membicarakan episode TV shows keluarga Kardashian, atau menceritakan apa yang kualami akhir-akhir ini. Tapi benakku selalu berteriak jika kenyataan tidak seperti itu. Mikaila sudah meninggal, meninggalkan dunia ini. Meninggalkan aku sendirian. Kau tidak tahu apa yang kulewati setelah kematiannya. Ayahku berubah menjadi pemabuk ketika itu. Ibuku hampir gila. Sampai pada akhirnya keajaiban datang dan membuat mereka kembali normal."
Megan mendongakkan wajahnya keatas, menatap langit yang kini gelap, berhamburan akan kemerlap-kerlip bintang. "Sejujurnya, Thomas, aku selalu berusaha untuk memaafkanmu. Aku tidak ingin menjadi seorang pendendam seperti sekarang. Tapi aku tidak bisa. Sekalipun aku mencoba sejauh ini,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Unbroken • jb
FanfictionSheryl Bradson punya kehidupan yang membosankan sekaligus menyedihkan. Tidak ada yang menarik dalam ceritanya, dia hanya punya kisah yang sama setiap harinya; yaitu bagaimana caranya untuk bisa mendapatkan uang untuk keluarganya dapat bertahan hidu...