Chapter 15

392 47 16
                                    

Suara dentuman musik terdengar nyaring di telinga pria itu. Dia mendengus kecil mendapati minumannya kembali habis lantas menggumamkan kata 'lagi' sebelum kembali meminum minumannya kurang dari lima detik. Matanya berpendar menatapi sekelilingnya. Dia memandangi kerumunan orang yang sedang menari tanpa tahu malu di dance floor. Cahaya kelap-kelip yang menyinari ruangan itu membuatnya perlu menyipitkan bola matanya ketika menatapi sekelilingnya.

Meski berada di tempat yang jauh dari Sheryl, pikiran Justin masih tertuju padanya. Kejadian sore itu, ketika dia menangkap gadisnya sedang bersama Thomas terus terputar di otaknya. Lagi-lagi dia merasakan perasaan aneh di hatinya, seperti perasaan emosi dan tidak terima akan kenyataan. Dia mengepalkan kedua telapak tangannya lantas memejamkan matanya kuat-kuat.

Tapi pada akhirnya dia kembali membuka matanya akibat ada mendengar suatu hal yang membuat dirinya seakan tertarik. Entah mengapa suaranya membuatnya jadi merasa familiar. Justin menolehkan wajahnya dan mendapati seorang gadis muda berambut pirang yang nampak begitu bimbang. Gadis itu terlihat bingung harus menjawab apa. Dia duduk tepat di sebelahnya, berbicara dengan pria tua pemilik kumis tebal. Pria paruh baya itu menghisap rokok yang di selipkan diantara dua jarinya kemudian menaikkan sebelah alisnya. "Ini penawaran yang bagus, orang-orang di luar sana menginginkan posisimu sekarang,"

"Kau tidak mengerti. Ini berat untukku, banyak yang perlu kupikirkan tentang ini." Jawabnya sedikit putus asa seraya mendesah kecil.

"Percayalah, kau takkan menyesal. Ini akan menjadi pekerjaan yang hebat untukmu, little girl," orang tua itu terlihat tidak bosan-bosannya membujuk perempuan di sebelahnya berkali-kali. Sedangkan perempuan itu terus berpikir keras untuk mempertimbangkan tawarannya.

Justin mengerutkan dahinya tampak memikirkan apa yang sedang mereka bicarakan. Sebelum akhirnya tersadar bahwa itu semua bukan urusannya. Dia berusaha tidak peduli dengan mengalihkan perhatiannya untuk meminum minumannya kembali, namun telinganya tetap mendengarkan pembicaraan mereka. "Ini pekerjaan pendosa. Ibuku akan sangat marah jika mengetahui semua ini. Kupikir... aku tidak bisa," gadis itu menyelipkan hembusan napas beratnya, membuat mau tak mau Justin jadi berpikir. Apa maksudnya? Pekerjaan apa?

Lantas beberapa detik usainya, pria tua itu tertawa lebar. "Demi Tuhan, kau benar-benar gadis polos!Apa kau pikir ibumu itu bukanlah seorang pendosa? Aku mengenal baik dirinya. Dia pernah bekerja pada pamanku dahulu, dan pamanku bilang dia merupakan pekerja yang menarik. Sebelum akhirnya ayahmu merusak segalanya. Dia menghamili ibumu dan terpaksa bertanggung jawab akan dirinya. Dia membeli ibumu, membuatnya keluar dar—"

"Cukup. Aku tidak ingin mendengar omonganmu lagi. Berhenti mengucapkan kebohongan dihadapanku. Aku tahu ibuku dengan baik. Dan aku tahu cerita bagaimana sesungguhnya ibuku dan ayahku menikah. Pernikahan mereka bukan atas kehamilan ibuku, tapi karena mereka saling mencintai." Potongnya cepat dengan dingin. Akan lebih baik jika pria tua ini merendahkan dirinya daripada menjelek-jelekkan kedua orang tuanya.

Alih-alih menghentikan bibirnya berceloteh akibat ucapan dingin gadis itu, laki-laki berkumis itu malahan menaikkan sebelah alisnya sembari melanjutkan tawanya. "Kau yakin dengan itu?" Dia memberikan tatapan gelinya sebelum kembali berucap. "Oh, darling, don't be a fool. Ayahmu tidak pernah mencintai ibumu. Dia hanya mencintai satu wanita selama ini."

"Hentikan omong kosongmu. Dengan cara kau menjelek-jelekkan orang tuaku takkan membuatku menurutimu, Mr. Dorothy."

"Well, aku mengucapkan kebenaran kali ini bukan untuk membuatmu menerima tawaran menguntungkan dariku, aku hanya ingin kau tahu bahwa orang tuamu tidak sesuci pikiran polosmu itu." Pria yang dipanggil Mr. Dorothy itu meralat perkataan wanita pirang di sebelahnya dengan sedikit panjang lebar, yang hanya dibalas dengusan kasar oleh gadis itu.

Unbroken • jbTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang