Chapter 24

319 42 28
                                    

          Mungkin ini bukan pertama kalinya Sheryl menginjakkan kakinya di kediaman Justin, tapi perasaan gugupnya yang sekarang melebihi apapun yang pernah ia rasakan. Bahkan ketika dia siuman dari pingsannya dan tiba-tiba sudah ada di tempat ini, dia tidak segugup ini.

           Rasanya aneh. Tentu saja karena dia tidak pernah merasakan perasaan semacam ini sebelumnya—ya, jangankan untuk bertemu keluarga kekasihnya, berpacaran sebelum ini saja Sheryl belum pernah. Namun entahlah, meski dia merasa asing dengan detakan jantungnya yang lebih kencang daripada senormalnya, dia merasa bahwa ini bukan hal yang ganjil.

        Tapi jika dipikir-pikir, bukankah ini terlalu berlebihan? Sheryl menarik napasnya dalam sebelum membuangnya. Ayolah, dia terlalu berlebihan!

       Sheryl menolehkan wajahnya ke arah kekasihnya berada. Seolah sadar atas tatapannya, Justin membalas pandangannya kemudian tersenyum. Tangan mereka masih berkaitan erat, seakan tidak akan ada apapun yang mampu memisahkannya. Okay, itu sudah cukup untuk meyakinkannya. Baiklah, dia rasa dia akan baik-baik saja, setidaknya setelah mendapati tatapan Justin yang seperti menjanjikan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Ini bukan hal yang buruk.

        Mereka kembali melangkahkan kaki mereka, sampai akhirnya bertemu dengan seorang wanita paruh baya yang memandang mereka dengan senyuman lebar, sebelum menghampiri mereka dengan tatapan senang. "Oh God! Aku tidak tahu kau juga akan datang, darling," gumam Patricia seraya mendekap Sheryl hangat.

          Sheryl membalas pelukannya sebelum mereka berdua menguraikan pelukannya, kini giliran Justin yang berpelukan dengan Ibunya itu. "Aku tidak habis pikir, bisa-bisanya kau tidak memberi tahuku jika Sheryl akan datang malam ini." Perempuan itu memberikan pandangan 'kenapa-kau-tidak-bilang-padaku?' pada puteranya itu usai mereka menyudahi acara peluk-pelukkannya barusan.

       "Ini perintah Nana, Mom. Kupikir kau sudah tahu terlebih dulu," jawab Justin seraya mengacuhkan kedua bahunya menandakan jika dia benar-benar tidak tahu jika Ibunya tak mengetahui apapun perihal ini.

       "Oh baiklah, lupakan saja. Ayo, kita perlu bergabung dengan yang lain di ruang makan sekarang. Tidak baik 'kan membuat mereka menunggu lama?" Pattie memberikan senyuman sekali lagi sebelum berbalik badan meninggalkan mereka berdua.

        Justin kembali menyatukan kedua tangan mereka, menyelipkan jari-jemari mereka di sela-sela jari mereka. Dia kembali menatap Sheryl dengan tatapan lembut, dan ini makin membuat gadis itu merasa jadi jauh lebih baik. Mereka kemudian mengekori Pattie menuju ruang makan di mana keluarga Justin telah berkumpul.

        Degupan jantung Sheryl makin lama makin cepat, dan ini membuat tangannya jadi berkeringat. Sial. Ini semacam perasaan terburuk yang pernah dia rasakan. Dia tidak tahu jika perasaan gugup benar-benar bisa berpengaruh sejauh ini.

          Perempuan itu menarik napasnya sebelum menghembuskannya pelan. Dia harus bisa mengendalikan dirinya dengan baik. Yang harus ia lakukan sekarang adalah memikirkan hal lain yang membuatnya berhenti merasa gugup. Dia hanya akan bertemu keluarga Justin yang notabennya manusia, bukan monster atau semacamnya, jadi dia tidak perlu secemas ini. Sheryl harus berhenti berpikir negatif soal pertemuan ini.

         Dan nyatanya, walau telah mencoba sebisa mungkin untuk tidak merasa gugup dan mencoba menenangkan dirinya berkali-kali sejak tadi, rasanya sia-sia ketika sudah sampai di hadapan meja makan. Pembicaraan semua orang perlahan berhenti lantas mereka semua menatap Justin dan Sheryl. Gadis itu selalu benci jadi pusat perhatian, dia benci keadaanya kali ini. Tapi sepertinya Justin mengetahui kekasihnya cukup baik karena dia langsung mengusapkan ibu jarinya ke punggung tangannya seraya meremasnya pelan.

Unbroken • jbTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang