Chapter 26

356 42 19
                                    

"Sheryl!"

Gadis itu tetap berlari, mengabaikan seruan orang di belakangnya itu. Tidak peduli dengan tatapan-tatapan aneh yang diberikan para siswa di sekolahnya yang melihatnya, mereka menatapnya bak sedang memandang orang gila. Sayangnya, ia sudah benar-benar tidak peduli soal itu sekarang. Dia hanya berpikir bagaimana caranya untuk menghidar dari Justin.

Kejadian tadi malam bahkan belum genap dua puluh empat terjadi. Menurut Sheryl, bertemu Justin sekarang bukanlah ide yang bagus. Ini terlalu cepat. Ia masih belum bisa menghadapinya.

Mungkin menghidari pria itu sekarang adalah hal yang bagus.

"Kita perlu bicara. Sebentar saja," Sheryl bisa mendengar dari suara kaki Justin jika pria itu mulai melambatkan langkahannya. "Aku tahu kau marah dengan keluargaku. Aku tahu kau marah padaku karena membiarkan semuanya terjadi, aku bahkan membiarkanmu pergi dari sana tanpa mengerjarmu. Aku tahu kau kesal pada nenekku, juga ayahku. Aku mengerti jka kau membenci mereka, ataupun diriku sendiri. That's fine. Tapi biarkan aku bicara padamu sekarang. Kau bisa menghindar dariku selama-lamanya jika kau mau, asal berikan aku kesempatan untuk bicara padamu. Satu kali ini saja."

Sheryl menghembuskan napas beratnya. Tidak. Dia sudah membulatkan niatnya untuk menghindari Justin sementara ini, pertahanannya sangat mudah runtuh jika berurusan dengan pria itu. Mungkin dia memang tidak bisa berada di dekat laki-laki itu di dalam waktu dekat ini.

Perempuan itu menggeleng, berusaha tidak peduli dengan ucapan Justin dan tetap berjalan menjauh darinya. Namun tak lama dari itu, dia kembali berhenti melangkah ketika mendengar gumaman pria itu. Justin memang benar-benar tahu kelemahannya. Sheryl mendengus ketika pemikiran itu terlintas dalam benaknya. "Sheryl, please..."

Dan akhirnya dia harus mengingkari janjinya sendiri. Sheryl tidak bisa mengabaikan Justin seperti ini. Ini terlalu sulit.

Perempuan itu memejamkan matanya beberapa detik sebelum berbalik dan memandang Justin lurus-lurus sebelum kembali menghela napasnya.

"Hanya sepuluh menit,"

Justin cepat-cepat menggeleng ketika mendengar kalimat Sheryl. "Tidak. Aku perlu lebih dari itu," tentu saja ia butuh lebih dari sepuluh menit. Justin perlu menjelaskan segala hal pada Sheryl agar perempuan itu bisa mengerti segalanya. "Bagaimana dengan dua puluh menit?"

"Tidak bisa, aku punya kel—"

"Kita memiliki jadwal yang sama hari ini, Sheryl. Kita masih memiliki setengah jam lagi sebelum kelas mulai,"

Sheryl menghela napasnya. Nyatanya untuk beralibi di hadapan Justin memang sangat susah. Dan dia benci jika dirinya sudah mulai bersikap seperti ini. "Lima belas menit saja, oke? Kupikir itu cukup bagimu untuk bisa berbicara semua yang kau inginkan. Aku masih punya urusan dengan Megan," putus Sheryl dengan nada tidak mau dibantah.

Justin sedikit merasa keberatan atas ucapan Sheryl, tapi mau bagaimana lagi. Mungkin ini kesempatan terakhirnya untuk bicara pada Sheryl. Mungkin hanya ini kesempatannya untuk mendapatkan gadisnya kembali. "Baiklah,"

"Dan kita hanya akan berbicara di sini." Tambah Sheryl, membuat Justin menghela napasnya berat tanpa sadar.

"Terserahmu saja," Justin menyetujuinya. "Aku minta maaf soal tadi malam, serius. Kupikir—"

"Tolong, jangan minta maaf. Aku tidak mau mendengarnya sama sekali dari mulutmu kali ini. Aku memberimu waktu sekarang hanya untuk menjelaskan," potong gadis itu cepat-cepat seraya memandang Justin dengan tatapan jengkelnya.

Unbroken • jbTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang