Lisa menutup pintu taksi usai membayarkan sejumlah uang kepada supirnya. Dia membuka gerbang rumah yang kebetulan sedang tidak dikunci. Dilihatnya di depan garasi ada mobil berwarna hitam dan putih bertengger rapi, Lisa langsung mengerti kalau orang tuanya sudah kembali dari luar negeri.
Lisa membuka pintu rumahnya lalu di sambut oleh pembantu juga tukang kebun rumahnya.
"Mana Appa sama Eomma, Bi?" tanya Lisa panik.
"Tuan dan Nyonya masih di kamarnya, Non. Mereka sedari tadi bertengkar hebat. Bibi takut kalau sampai terjadi apa-apa." kata sang pembantu yang masih membawa nampan di tangannya.
Lisa menghela nafas sebentar. Apa yang terjadi? Dia kemudian naik ke lantai dua, tempat dimana kamar orang tuanya berada.
"KAMU ITU YANG GAK TAU DIRI!"
Baru saja akan mengetuk pintu, Lisa sudah mendengar teriakan ayahnya dari dalam kamar.
"APA?! KENAPA AKU?! APA YANG SALAH SAMA AKU?!"
Lisa sedikit membuka pintu, mengintip untuk tahu apa yang sedang di pertengkarkan oleh kedua orang tuanya itu.
"KAMU SELINGKUH SAMA LAKI-LAKI BRENGSEK ITU, 'KAN?! IYA, 'KAN?!"
"KALAU MEMANG IYA KENAPA?! KAMU SENDIRI GAK PERNAH ADA WAKTU BUAT AKU!"
Lisa menutup mulutnya tak percaya. Apa benar kalau ibunya memiliki pria selain ayahnya? Padahal selama ini, mereka sama-sama sibuk dengan pekerjaannya di luar negeri sehingga Lisa merasa hubungan mereka baik-baik saja, walaupun keduanya berada di negara yang berbeda.
"APA?! KAMU JUGA SAMA, 'KAN?! KAMU JUGA GAK PERNAH ADA WAKTU BUAT AKU! KAMU JUGA SIBUK DENGAN PEKERJAAN!"
"CUKUP! HUBUNGAN KITA GAK BISA DIPERTAHANIN LAGI. LEBIH BAIK KALAU KITA PISAH!"
Lisa menangis di depan kamar orang tuanya. Tiba-tiba pintu terbuka, menampakkan sosok sang ayah yang sudah 1 bulan tidak menampakkan diri di rumahnya.
"Liss..Lisa.." ucap ayahnya terbata-bata. Apa sejak tadi anaknya itu mendengar pertengkaran antara dia dan ibunya?
"Waeyo, Appa?" tanya Lisa dengan suara seraknya.
Ibu Lisa yang melihat itu semua hanya bisa mematung di tempat. Aibnya sudah terbongkar di depan anaknya sendiri.
"Kalian jahat!" Lisa berteriak sebelum akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam kamarnya sendiri di sebelah kamar orang tuanya.
***
"Lisa, Eomma boleh masuk?"
Lisa yang menenggelamkan wajahnya ke dalam bantal itu menggeleng keras.
"Kenapa? Kamu gak kangen sama Eomma?" tanya ibunya sedih.
Lisa mengangguk cepat. Walaupun begitu, ibu Lisa tetap saja masuk ke kamar Lisa.
"Kamu kenapa, Sayang?" ibu Lisa mengelus pundak anaknya.
Lisa beranjak dari posisinya lalu menatap ibunya dengan tatapan nanar. "Eomma masih nanya aku kenapa?!"
Ibunya menarik nafas panjang, "Eomma ngerti kalo kamu kaget sama kenyataan ini, tapi ini yang sebenarnya, Lisa. Eomma sama Appa kamu udah gak saling mencintai. Buat apa sebuah hubungan dijalani tanpa adanya rasa cinta? Jadi mau gak mau kamu harus menerima keputusan kami berdua. Gak mungkin kami tetap pertahanin hubungan kami kalau pada akhirnya bakal hancur juga. Jadi, Eomma sama Appa memutuskan buat berpisah."
"Kenapa?" Ibu Lisa mengeryit bingung saat Lisa bertanya seperti itu, "kenapa mudah banget buat Eomma sama Appa bilang mau pisah ke aku? Seolah kehadiranku ini gak dianggap penting sama kalian. Selama ini, aku udah gak dapet banyak waktu dari kalian. Kalian selalu ngurusin kerjaan masing-masing, tanpa ingat sama aku. Aku pikir hubungan kalian baik-baik aja, karnanya aku diem. Tapi sekarang, apa maksud kalian kayak gini?!"