minimarket

9.3K 680 17
                                    

"Dek, bisa kesini bentar?"

Tanggung kak, lagi asik gunting kertas. Kertas hasil coretan kak Tae yang penuh akan tanda tangannya. Lagian juga sebel ih, setiap aku tanya pr ke kak Tae pasti bukuku bakal berakhir tragis dengan entah disudut buku atau tengah buku tertulis cap tangan nistanya. Gak jarang guru selalu komentar. 'Ini tanda tangan siapa? Belum dinilai kok udah ada tanda tangan?' parahnya lagi, kak Tae tak mau bertanggung jawab.

"Dekk, kamu itu telinga masih dipake, kan?"

Cerewet! Aku langsung bangkit dari tempatku lalu berjalan menuju dapur dimana kak Jin sudah menungguku dengan wajah kesalnya. Aku hanya tersenyum menanggapinya walaupun perasaanku sama kesalnya dengan wajahnya itu.

"Jadi gini, persediaan makanan mau habis jadi--"

"Mana uangnya?"

Tak!

Aku mengusap kepalaku yang sakit gara-gara kak Jin memukulnya dengan sudip kayu yang sedang ia gunakan untuk memasak. Apa salahku?

"Kalau kakak sedang ngomong, jangan disela. Langsung main salip aja."

Aku memang salah, tapi setidaknya jangan main pukul juga!

"Karena persediaan mau habis, tolong kamu belikan di minimarket. Kakak sudah siapkan daftar belanjaannya."

"Lah, berarti bener tadi aku bilang minta uang, kan?"

Ingin sekali aku memukulnya dengan panci penggorengan. Kak Jin lalu menyodorkan sebuah kertas putih yang sudah tercoret tulisan tangan lentiknya sembari dirinya mendorongku keluar dari area dapur. Aku bisa merasakan dirinya menuntunku hingga pintu keluar.

"Sudah belanja langsung pulang, jangan ngilang kemana-mana dulu."

Aku tak menghiraukan kata-kata kak Jin karena sudah terlarut membaca daftar belanjaannya yang begitu panjang lebar tidak terkira.

Kenapa gak sekalian aja minimarketnya dibeli kalo belanjaannya se-abrek banyaknya kek begini?

"Ehh, tunggu dulu. Ada yang kurang, deh."

Aku menghentikan langkahku yang sudah setengah jalan jauhnya dari rumah, menatap langit biru sambil mencoba mengingat sesuatu yang kabur dari ingatanku. Apa yang kurang?

"Uangnya belum!!"

'Pikun', mungkin kata itulah yang akan diucapkannya ketika aku sampai di rumah. Teledor merupakan sifatku. Berlari dari perempatan kembali ke rumah, melewati sebagian orang yang melihatku dengan tatapan aneh. Tinggal beberapa langkah lagi dan sampailah di rumah. Aku mulai berjalan biasa sambil bersusah payah mengatur nafas, seperti orang yang baru saja dikejar hantu.

"Loh, dah pulang, dek? Mana belanjaannya?"

"Belum ka-kak, be-lum ke mini-ma-market soalnya..., soalnya belum dikasih uangnya."

Aku mengigit bibir, bertanya dalam hati apakah kak Jin akan marah padaku? Lebih parahnya lagi kita berada di luar bukan di dalam rumah. Otomatis aku akan menjadi tontonan tetangga dan orang yang lewat jika sampai dimarahi kak Jin. Aku meremas kuat bajuku menunggu jawaban dari kak Jin yang sedari tadi diam memandangku. Sekian menit aku menunggu jawaban dari kak Jin yang hanya dibalasnya dengan sebuah hembusan nafas.

Mati aku!

"Nih, uangnya."

"Ehh? A-anu ya, makasih kak."

Aku mengambil uang yang diberikan kak Jin dengan rasa tidak percaya. Roh mana yang sedang merasuki dirinya? Aku langsung menaruh uang pemberian kak Jin agar tak hilang dan tentunya agar tak lupa. Sebelum aku beranjak pergi, kak jin berlutut, menyesuaikan tingginya dengan tinggiku sembari salah satu tangannya mengusap lembut rambutku. Aku menunduk malu tak berani menatapnya.

me and my perfect brotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang