Shoot and it's sepals

1.2K 108 18
                                    

Tidak pernah kurasa jika alunan musik bisa begitu harmonis beradu di telinga, bagusnya suasana tenang disekitar sini sehingga aku pun bisa menghayati setiap lirik yang diucapkan... Tanpa sadar membuat mataku berat seakan membawaku masuk ke dalam kedamaian mimpi.

Tapi aku masih ingin menikmati semua pemandangan harmonis ini.

Mungkin sebentar saja bisa-

Ngook...

Oh ayolah ini tidak elit sama sekali.

Aku memandang sebelah kananku, seorang pria berumur lima puluh tahunan yang tengah tidur begitu nyenyak sembari mendengkur... Bahkan dirinya bersandar dengan mudah di pundakku. Musikku saja bahkan kalah keras dengan suara dengkurannya.

Salah satu hal yang tidak aku suka dari lelaki adalah ketika mereka tidur, bagaimana suara dengkuran mereka bisa membuatmu terjaga hampir semalaman. Yang kau nikahi nanti adalah laki-laki bukan perempuan, mendengkur itu sudah satu kesatuan jadi nikmati saja

"Ugh, bagaimana memindahkannya? Masa harus aku bangunkan? Tidak sopan itu."

Aku mencoba mendorong secara halus tubuh pria itu agar kembali seperti semula, tetapi yang ada pria itu malah semakin menumpu beratnya pada pundakku. Beberapa kali kucoba untuk membangunkannya- persetan dengan kurang ajar, ini demi kenyamanan yang lain- dengan menepuk-nepuk bahu pria itu.

Nihil.

"Baiklah mungkin dengan sedikit- oh!"

Pria itu langsung merubah posisinya ketika aku akan mendorongnya.

Dan tanpa sadar aku menyenderkan tubuhku di penumpang sebelah kiriku, anehnya ia bersikap biasa saja tidak menggubris ulahku.

"Astaga maafkan aku."

Dia hanya tersenyum, begitu cantik sekali.

"Tidak apa, maklum saja kau akan menemui orang seperti itu jika berada di tengah. Aku sudah pernah berada di posisimu." tidak kusangka dirinya juga orang yang ramah padahal kita belum pernah bertemu sebelumnya.

"Dan cukup gentle dengan segera berpindah posisi ke pojok sana sebelum tanganku yang berulah."

Dirinya hanya tertawa dan aku senang dengan tanggapan seperti itu, setidaknya kesanku di mata orang asing masih terjaga.

Setidaknya saat aku sendiri tanpa ketujuh kakakku.

"Ngomong-ngomong kau darimana?"

"Aku dari Indonesia." ucapnya yang mendapat anggukan dariku. Salah kota di Indonesia pernah dijadikan tempat tur Bangtan kalau tidak salah.

"Rangka apa?"

"Pertukaran pelajar."

"Wah, lumayan juga. Berapa lama?"

"Sekitar lima tahun."

"Tunggu dulu, pertukaran pelajar? Kau berarti sekarang kuliah?"

Gadis di depanku ini mengangguk ragu dengan sikapku yang secara tiba-tiba berteriak dan hampir separuh penumpang memperhatikan ke arah kursi kami. Aku segera membungkuk meminta maaf.

me and my perfect brotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang