pain

3.7K 342 7
                                    

Ada yang bilang bahwa ingin menukar hidupnya yang dirasa 'tragis' dengan hidupku yang dikata 'indah' ini. Tak sedikit juga yang bilang bahwa hidupku adalah hidup paling sempurna bak negeri dongeng, dikelilingi pangeran tampan yang siap menemani harimu dan menjagamu dengan sepenuh hati jiwa dan raga.

Jujur, tak masalah bagiku jika harus menukar kehidupan ini kepada orang lain di luar sana yang rela hidupnya ditukar juga. But hey, you call my life like a beautiful fairy tale?

Orang lain pikir indah sekali hidupku ini? Nyatanya biasa saja yang selama ini kurasa. Aku paham jika pendapat setiap orang itu berbeda, tapi sungguh tak selalu semuanya terasa indah. Kadang hubungan kami disertai dengan rasa benci satu sama lain. Kadang harmonis seperti keluarga lainnya. Astaga, membahasnya saja sudah membuatku terngiang akan kejadian yang dapat membuat cara pandangku terhadap ketujuh kakak-kakakku itu berubah walau dalam skala kecil.
.
.
.

Pagi itu aku terbangun tepat pada pukul setengah delapan yang merupakan notabene waktu paling siang dalam keluarga. Apalagi dengan statusku sebagai anak perempuan.

Seorang wanita itu bangun paling awal dan tidur paling akhir.

Yah, seperti itulah gambaran petuah berfaedah dari nenekku. Untuk bagian 'paling akhir' sepertinya bisa kubenarkan dan untuk bagian 'paling awal' tak bisa kubernarkan. Berhubung hari ini adalah hari minggu, wajar saja bagiku untuk bangun siang, bukan? Toh tidak ada pekerjaan ini di hari minggu. Sekolah pun libur! Lagipula juga aku terlalu malas untuk bangun pagi karena semalam begadang bersama ketiga komplotan miring.

Aku beranjak keluar dari kamar dengan kondisi lusuh tak tertolong. Orang mabuk saja sepertinya lebih baik ketimbang penampilanku sekarang ini.

"Ohh, baru bangun?"

Eh?

Kulirik sumber suara tersebut hingga mataku menatap sosok perempuan yang tengah membaca sebuah majalah di ruang santai yang tak jauh dari kamarku. Sebuah senyum kulihat dari wajah fokusnya. Ini bukanlah sebuah senyum yang biasa orang bahagia torehkan, ini adalah sebuah senyum palsu yang mematikan. Aku yakin kau pasti mengerti bukan?

"Kenapa baru bangun sekarang? Kenapa gak dilanjut terus tidurnya sampai malam. Kamu tuh perempuan tau, gak? Harus selalu bangun awal, pekerjaan rumah dikerjain. Setidaknya kalau bisa bikin seneng bunda gitu, jangan isinya cuma tidur, hp, laptop, stalking hal gak jelas ampe berjam-jam lamanya ampe lupa dunia sendiri. Kamu tuh perempuan! Masa kalah sama kakak sendiri. Laki-laki lagi?"

Aku memutar bola mata jengah mendengar siraman rohani yang bunda lontarkan pagi ini.

Aku tetep aku, bukan kakak! Beda jauh pake banget, lah. Anak bayi baru jalan aja bisa bedain mana laki mana perempuan, bunda yang udah tua begitu masa tetep aja samain aku sama kakak?

"Denger gak bunda ngomong, ha?"

"Iya bun. Denger ampe budek sendiri."

Aku langsung saja berjalan menuju kamar mandi dengan perasaan kesal, meninggalkan bundaku yang masih terdiam melihat tingkahku itu. Biarkan saja! Toh jika aku makin lama berdiri dan tidak lanjut pergi, niscaya siraman rohani ronde 2 akan segera menyusul.

me and my perfect brotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang