"Lelah hayati tiada kuat, pen ke kasur langsung tidur."
Aku tak peduli. Sungguh, aku tak peduli sama sekali. Aku lelah.
Parahnya lagi aku harus satu mobil dengan ketujuh kakakku. Ayah dan bunda berada di mobil depan, sementara kami mobil belakang. Kak Namjoon menyetir dengan kak Jin di depan. Tengah di isi oleh ketiga maknae, dan belakang kak Suga dan Hoseok ditambah aku. Beruntunglah para maknae tidak terlalu ribut sehingga membuat suasana sedikit nyaman. Namun, tetap saja aku merasa tidak nyaman.
"Kenapa, sih? Kayaknya gak mood gitu padahal awal-awal mah seneng gak ketulungan." tanya kak Hoseok hangat kepadaku. Aku menatapnya penuh arti kemudian menopangkan kepala ke pundaknya. Sontak saja kak Hoseok menatapku terkejut, namun tak berapa lama bersikap santai sembari mengusap rambutku lembut.
Aku bisa tepar di tempat ini mah.
"Bisa cerita? Atau kamu gak--"
"Kepikiran. Aku masih kepikiran perkataan mbak tadi, apa temenku yang sekarang bakal ninggalin aku? Maksudku belum lama aku kenal Mian dan Hara, loh. Aku takut yang dulu itu terjadi lagi."
"Tidak bakalan." jawab kak Hoseok enteng.
Akhirnya mobil kami sampai di hotel. Tanpa babibu aku langsung bergegas keluar dari mobil yang mendapat protes dari ketiga maknae. Ya.. Aku masih tetap bersikukuh dengan sikap tidak peduli. Turun dari mobil bukan kedua mata kakiku yang menyentuh tanah, tetapi kedua tanganku menyentuh tanah terlebih dahulu.
Sepatu hak sialan! Buyar sudah kesan anggun selama ini.
Rupanya hak sepatu pesta yang kukenakan tersangkut pada sisi kursi tengah. Aku bisa mendengar tawa ketujuhnya yang menggema di dalam sana. Malu? Aku tak punya waktu untuk bersikap malu saat ini karena yang ada di pikiranku hanyalah rasa kesal akan hak sepatu kampret ini. Aku menyesal mengikuti saran bunda.
"Hati-hati, dek. Jalan pake mata, bukan pake perasaan. Untung aja yang nyangkut di mobil cuma sepatu ama kaki sepantaran lutut, coba aja kalau tadi setengah dari badan. Ckckck" ledek kak Jungkook yang kulirik dingin.
"Gelap ah gelap langitnya syalalala~."
Aku langsung berjalan memasuki hotel tak memperdulikan ketujuh kakakku itu yang mungkin sedang sibuk membicarakanku. Aku tak peduli. Lantai dingin marmer putih mengiringi langkahku yang tak beralas menuju lift yang berada di ujung, lurus dengan pintu masuk. Belum setengah jalan menuju lift aku lewati, aku sudah berdecak sebal dan memutar kedua bola mata jengah lantas berbalik menghadap belakang atau lebih tepatnya berdiri mematung menghadap ketujuh kakakku yang sudah datang di aula hotel.
"Akhh pintarnya diriku menerobos masuk ke kamar hotel sementara kuncinya saja dipegang si kelinci. Astaga"
===
Klekk!!
Aku menerobos masuk ke dalam kamar bebarengan dengan seluruh kakak-kakakku. Oh iya, kami di bagi dalam tiga kamar. Satu kamar untuk bunda dan ayah, dan dua kamar untuk kakak-kakakku. Sementara aku? Yah, sepertinya kesialan terlalu nyaman menetap dalam hidupku. Aku harus sekamar dengan ketiga maknae. Satu..dua..tiga langkah akhirnya aku terkulai lemas di ranjang hotel yang berukuran king size atau apalah itu. Ranjang tersebut cukup untuk kami berempat. Hampir saja mata ini menutup untuk segera bermimpi, namun sebuah tangan kekar segera mengguncang tubuhku lumayan kasar.
KAMU SEDANG MEMBACA
me and my perfect brother
FanfictionBrengsek! Menyebalkan! Tak tahu diri! Tidak punya perasaan! Berisik! Keras kepala! Egois! Usil! Tapi, kenapa aku masih menyayangi mereka saat ku tau semua realita tadi yang telah kusebutkan selalu terjadi pula padaku? Entahlah. Tetap saja walaupun m...