"Sedih akutuh kak. Serba salah mau ini itu, hiks. Aku harus apa?"
Aku mengambil beberapa helai lagi tisu wajah dan ku bersihkan wajah nista ini dari air mata yang terus bercucuran seperti pipa talang air yang bocor.
"Udah ih, dek. Nanti abis tisunya cuma buat nge-lap muka kamu yang basah gegara nangis melulu."
"Huaaa, tapi aku merasa bersalah, kak! Pake BANGET, hikss."
Kak Hoseok semakin gencar mengusap rambutku dengan maksud dan tujuan yang tak lain dari yang lain adalah agar aku bisa tenang. Entah mengapa bukannya merasa tenang, itu malah membuatku jadi merasa tambah sakit. Sudah seminggu sejak kejadian vas bunga biru pecah itu, hubungan antara aku dan kak Yoongi terasa lenggang tak enak. Aku bagai angin yang lewat di matanya jika tak sengaja berpapasan. Sudah biasa dia berlaku seperti itu, tapi kenapa kali ini terasa berbeda? Kami terasa bagai orang asing yang tak saling mengenal satu sama lain. Benarkah jika seorang Yoongi membenci diriku ini? Sebegitu besarnya kah kesalahanku kepadanya?
"Hoseok, mengapa lama sekali? Yang lain sudah-- ada apa ini? Apa yang telah kau lakukan?"
Kak Hoseok tak menjawab pertanyaan kak Jin yang masih berdiri di ambang pintu kamarku. Akhirnya kak Jin bergabung. Seharusnya kak Hoseok dan kak Jin sudah berada di dorm 15 menit yang lalu, namun saat akan pergi kak Hoseok mendengar suara tangisanku dan langsung datang berusaha menghiburku. Memang berhasil dirinya membuat tangisan ini hilang, tapi hanya sementara sebelum kak Hoseok bertanya alasan aku menangis.
"Sudahlah, dek. Nanti kalau mata kamu sakit karena nangis terus gimana? Kasihan bunda ayah, loh. Jangankan bunda dan ayah, kakak yang disini aja gak tahan liat kamu nangis terus sedari tadi."
"Aku tuh sakit banget, kak! Aku udah gak kuat kalau harus kaya gini terus, dianggap angin lalu terus. Sebenarnya salah aku tuh apalagi, sih? Apakah sebuah kesalahan jika aku terlahir dan harus menjadi bagian dari keluarga ini? Ingin rasanya diri ini tak pernah dilahirkan, namun apalah daya jika urusannya sudah dengan takdir? Aku capek, kak. AKU CAPEK!!"
Hening. Jika apa yang orang katakan soal perkataan adalah pisau yang tajam, maka hal itu tepat terjadi sekarang juga. Kak Hoseok dan kak Jin terdiam membisu seribu bahasa. Mulut mereka bagai sudah terkunci rapat untuk mengatakan satu kata sekalipun. Sorot mata keduanya begitu lemah. Jika yang tampak saja sudah terkejut, apalagi yang tidak? Sebuah sembilu menusuk dan mengoyak hati dan perasaan keduanya. Kak Hoseok langsung menarikku kedalam dekapannya. Aku bisa merasakan semburat aroma tubuhnya yang begitu menenangkan juga menyenangkan. Sementara kak Jin mengelus punggungku dengan penuh sayang, dalam setiap sentuhannya bagai terdengar sebuah kata penyesalan tak langsung.
Ingin rasanya jika aku tak pernah dilahirkan.
===
Kali ini aku harus menjaga rumah sendirian karena semua kakakku berada di dorm dan kemungkinan mereka akan balik pulang esok. Sementara ayah dan bunda harus pergi mengurusi acara keluarga. Jika kau berkata bahwa keluarga ku ini aneh, tak apa. Memang kenyataannya begitu. Kedua mataku terasa panas akibat menangis terus menerus tanpa jeda.
"Sungguh membosankan. Biasa juga seneng, kenapa sekarang kerasa kesepian gak jelas gini? Ishh, emang bener kata laki-laki, perempuan itu makhluk yang susah ditebak."
Aku bergumam pada diriku sendiri untuk mengusir rasa bosan. Jujur, aku masih tak percaya jika mulut hina ini mengatakan hal menyedihkan seperti itu, apalagi di depan kakak sendiri?
'Aku tuh sakit banget, kak! Aku udah gak kuat kalau harus kaya gini terus, dianggap angin lalu terus. Sebenarnya salah aku tuh apalagi, sih? Apakah sebuah kesalahan jika aku terlahir dan harus menjadi bagian dari keluarga ini? Ingin rasanya diri ini tak pernah dilahirkan, namun apalah daya jika urusannya sudah dengan takdir? Aku capek, kak. AKU CAPEK!!'
"Huaaa, aku gak berani liat wajah mereka lagi. Ya tuhan, hina sekali diriku ini."
Telepon milikku yang sengaja kutaruh meja bergetar lumayan keras. Aku segera membuka telepon dan melirik sumber keributannya.
Mian's birthday🎉
"Bisa-bisanya aku lupa?!!"
Segera saja aku menekan nomor telepon milik Mian, berharap jika yang disana segera mengangkat teleponku.
'Ya?'
Syukurlah!
"HAPPY BIRTHDAY, GURLSS!! Astaga, bodohnya diriku tak menyadari bahwa kau sekarang berulang tahun."
'Ha, baru sadar juga jika kau itu bodoh.'
"Hehehe, maafkan aku yak. Maklum, lah. Resiko orang sibuk tuh kaya gini, lupa hari-hari penting. Oh, bagaimana dengan acaranya?"
'Biasa aja, sih. Ku kira awalnya akan kacau, ternyata tidak seperti yang aku kira. Kakak-kakakku dengan jahilnya memberi suprise birthday. Asal kau tau saja, saat aku akan meniup lilin, kakak pertamaku dengan usil mendorong cake ulang tahun tersebut ke wajahku. Bisa kau bayangkan bukan wajahku kotor manis menjijikkan? Hahaha. Namun, tak berhenti disitu saja. Aku balas saja kakakku itu dengan mendorongnya ke kolam ikan yang kotor. Kau harus lihat wajah polosnya itu yang ternodai air kolam! Walaupun begitu, kami terus bercanda ria. Sungguh menyenangkan. Andaikan saja kau disini, mungkin akan terasa lebih menyenangkan, bukan?'
"Hmm, aku harap juga begitu."
'Baiklah, kita sambung lagi kapan-kapan, yak? Kakak-kakakku begitu rewel sekali memotong kue ulang tahun. Byeee'
Pip!
Aku menghela nafas berat.
Enak sekali hidupmu, Mian. Aku jadi iri. Walaupun ada kakak, setidaknya kalian bisa terlihat akur sekali, bukan? Ingin rasanya aku bisa merasakan hal kecil tapi membahagiakan seperti itu. Namun, apakah semudah itu? Tentu saja tidak. Haishh, aku harus bagaimana lagi?
Sungguh, rasa panas di kedua mataku ini semakin menyiksa saja! Aku memutuskan untuk menempatkan wajahku di permukaan meja kayu ruang tamu dan perlahan menutup kedua mataku. Tidur sedikit sepertinya tak masalah, bukan? Earphone milikku juga tak luput ku sematkan di kanan dan kiri telingaku, siapa tau saja ada pesan masuk atau telepon masuk, aku bisa terbangun dari tidur? Sungguh tenang sekali sebelum akhirnya aku terlena dalam pelukan mimpi.
===
![](https://img.wattpad.com/cover/112728458-288-k152468.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
me and my perfect brother
FanfictionBrengsek! Menyebalkan! Tak tahu diri! Tidak punya perasaan! Berisik! Keras kepala! Egois! Usil! Tapi, kenapa aku masih menyayangi mereka saat ku tau semua realita tadi yang telah kusebutkan selalu terjadi pula padaku? Entahlah. Tetap saja walaupun m...