Jika laki-laki bertemu dengan perempuan, apa yang akan terjadi dengan keduanya?
Canggung?
Malu?
Atau bahkan menjengkelkan?
Bagaimana jika laki-laki dan perempuan terjalin satu hubungan darah dan menetap di satu atap yang sama dalam hidupnya, apa yang akan terjadi pula pada keduanya?
.
.
.
.
.Krumpyang!
"Punya mata bisa kagak sih dipake?" omel kak Jin ketika melihatku tak sengaja menyenggol panci yang sedang dicucinya.
"Gak sengaja."
"Enak amat ngomong 'gak sengaja.'"
"Emang nyatanya kagak sengaja ke senggol mau gimana lagi?"
"Banyak dah alesannya."
Salah kak Jin juga pancinya ada di pinggir tempat cucian, mana aku tau ada panci disitu. Niatnya sih mau ambil gelas, eh malah ribut sekarang.
"Pada berisik ngapain, sih?" ucap bunda yang datang ke dapur, memperhatikanku dan kak Jin dengan tajam. "Itu panci kenapa bisa jatuh?"
Kompak aku dan kak Jin saling tunjuk satu sama lain.
"Dih, apaan nyalahin aku."
"Dih, apaan nunjuk-nunjuk, hah?"
Masih gak mau ngalah satu sama lain, padahal disini harusnya yang ngalah tuh kak Jin secara dia kakak tertua.
"Sudah! Siapapun yang salah bunda gak peduli, Jin itu cucian piringnya cepetan di beresin. Kamu juga, dek."
Lah aku?
"Kamu juga bunda suruh ngambil gelas aja lama amat. Nih, tinggal ambil terus kasih ke bunda gelas apa susahnya, sih?" bunda mengambil paksa gelas di tanganku. "Kalau disuruh orang jangan kebanyakan alasan." omel bunda yang berlalu pergi meninggalkanku di dapur bersama kak Jin.
Pastinya di belakangku saat ini kak Jin tengah menahan tawa karena imbas omelan aku yang kena.
.
."Dek, panggil kakakmu kesini." ucap ayah yang mendapat tatapan heran dariku.
"Yang mana?"
"Coba diliat yang gak ada disini siapa."
Semuanya udah kumpul sih di meja makan. Gak ada yang kurang.
"Oh! Kak Yoongi gak ada."
"Gak gerak bukan berarti kaga nafas." langsung mata sadis kak Yoongi menatapku yang dibalas cengiran.
"Itu Jin dipanggil sana, dek."
Males sebenarnya manggil kak Jin, dengar namanya aja udah gak mood. Daripada ada parade piring pecah, mendingan samperin aja. Sampai di depan kamar langsung gedor-gedor gak jelas.
"Kak keluar."
"Ntar."
"Kak keluar gak pake lama."
"Iya tau."
"Kak keluar jan kebo mulu ih."
"..."
Lah diem? Mungkin saking merasa terusiknya udah tutupan aja dibawah bantal? Gak keluar aku dobrak juga ni pintu.
"Gak gerak bukan berarti gak dengar." ucap kak Jin yang langsung pergi ke ruang makan dengan muka malas.
Setelah kumpul semua, akhirnya kita makan bersama dengan tenang. Tumben sekali kak Tae tenang, biasanya dia duluan yang mulai buka topik perbincangan di meja makan atau topik keributan. Tumben sekali. Setelah selesai makan malam, bunda menyuruhku merapikan meja makan dan piring-piring kotor. Aku menurut dan lekas mengerjakan apa yang telah bunda suruh sebelum masalah gelas tadi mulai dibahas kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
me and my perfect brother
FanfictionBrengsek! Menyebalkan! Tak tahu diri! Tidak punya perasaan! Berisik! Keras kepala! Egois! Usil! Tapi, kenapa aku masih menyayangi mereka saat ku tau semua realita tadi yang telah kusebutkan selalu terjadi pula padaku? Entahlah. Tetap saja walaupun m...