Siang ini sepulang sekolah beberapa anak kelompok yang dibentuk tadi di sekolah dan kebetulannya Hara dan Mian satu kelompok denganku kini tengah makan siang di salah satu kedai makan yang bernuansa jejepangan. Beruntungnya tidak terlalu jauh dari sekolah. Niatnya kami ingin membahas soal tugas kelompok juga belajar kalau bisa mempersiapkan diri untuk ujian minggu depan.
Satu bulan rasanya seperti baru seminggu.
"Kau ingin lanjut dimana?" Sebuah pertanyaan klasik yang selalu ditanyakan ketika sedang acara keluarga atau semacamnya.
"Aku kurang tau. Lihat nilai saja dulu, deh."
"Kau harus putuskan sekarang... Jangan menunggu nilai, ya minimal ada target." tambah Mian yang kini fokus kepadaku setelah dirinya selesai mengobrol dengan yang lain. "Bagaimana dengan Universitas Seoul yang itu?"
"Tidak mungkin, kecil kemungkinan. Itu kan universitas terbilang pastinya banyan saingan pendaftaran nanti." tambah salah satu murid yang mendengar obrolanku. "Kecuali jika kau memang sudah punya potensi dari awal... Seperti Hara contohnya."
"Doakan saja aku bisa lulus mendaftar." ucap Hara yang dibarengi dengan anggukan dari teman-teman yang lainnya.
Kami menikmati siang itu sambil bersenang-senang, melupakan tujuan sebenarnya mengapa datang ke kedai makan ini. Bahkan kami sempat bermain siapa yang makan sushi paling banyak dan siapa yang paling berani memakan sushi dengan saus wasabi yang banyak. Berbeda dengan orang Asia lainnya, orang Jepang tidak terlalu menyukai pedas yang menggunakan cabai semacamnya, jadinya mereka menggunakan wasabi sebagai alternatif.
Begitu kata temanku yang memang penggila Jejepangan sekali.
Mencoba beraneka ragam sashimi dan bahkan disini mereka menyediakan sashimi dari ikan fugu. Kami juga sempat membuat tantangan untuk memakan salah satu hidangan 'spesial' dari kedai makanan ini, yaitu inago dan shirako. Parahnya koki di kedai ini sangat mendukung penuh ulah jahil temanku tersebut dengan menyediakan kami porsi besar dari kedua makanan itu.
Aku lebih memilih memakan wasabi.
===
"Hampir saja nyawaku melayang jika memakan dua makanan tadi."
"Dan para lelaki lah yang menghabiskan itu semua." tunjuk Hara ke arah teman laki-laki kami yang kini tengah duduk dengan wajah memelas seperti baru saja menyesali hidup yang dijalani.
"Muka kalian mengapa bisa seperti itu? Bukankah tadi saja menikmatinya?" tanya Mian yang dibalas tatapan horror dari sekian anak laki-laki yang membuatku dan lainnya tertawa.
"Oh, aku harus pulang cepat hari ini. Maaf ya."
"Ah tidak apa, hati-hati dijalan."
"Jangan lupa tugas kita."
Aku hanya mengangguk lalu segera keluar dari kedai lantas melangkah kembali pulang. Matahari yang kian condong ke barat membuat hawa panas yang menyengat berubah perlahan menjadi hangat menyapa setiap langkah kembali ini. Angin semilir tampak tidak ingin kalah menyambut kepulanganku. Tidak terasa waktu berjalan dan dari itupun tidak terasa setiap momen dilalui, dinikmati, bahkan membekas... Salah satunya adalah acara makan tadi yang mungkin bisa saja menjadi momen terakhir kebersamaanku dengan yang lain. Tidak ada kata tak mungkin bisa bertemu setelah kelulusan nanti, tetapi tentunya akan lebih sulit mengumpulkan setiap anggotanya.
Jika saja kusadari ini semua dari awal, mungkin setiap momen akan lebih kuhargai.
Aku terlalu fokus memutar ulang setiap memori di kepala hingga lupa bahwa sedari tadi tampak seperti ada yang mengikuti dari belakang. Niatnya ingin menengok, tetapi bisa saja orang itu langsung menyekap dan—
KAMU SEDANG MEMBACA
me and my perfect brother
FanfictionBrengsek! Menyebalkan! Tak tahu diri! Tidak punya perasaan! Berisik! Keras kepala! Egois! Usil! Tapi, kenapa aku masih menyayangi mereka saat ku tau semua realita tadi yang telah kusebutkan selalu terjadi pula padaku? Entahlah. Tetap saja walaupun m...