A special chapter for you guys karena entah kenapa kangen ama ini ff😂
Enjoy~
===
Aku menatap bunda tidak percaya. Rasanya ingin sekali menggebrak meja ruang tamu atau kalau boleh sekalian saja vas bunga kaca di depanku ini ku banting keras-keras, agar wanita di depanku ini bisa mengerti bagaimana tidak adilnya sebuah keputusan singkat yang dibuatnya enteng.
"Awas saja kau mencari gara-gara." ujar bunda dengan nada sinis, walaupun tidak melihatku secara langsung- karena matanya terfokus pada majalah kecantikan mingguan di tangannya- hebat sekali bunda bisa menebak isi pikiranku.
Baiklah lupakan angan-angan itu, aku tidak ingin membuat tetangga menggunjing soal rumah kami yang berantakan karena masalah tidak setuju.
Oh tentu bagaimana tidak? Aku lebih memilih menjatuhkan diri dari balkon rumah.
"Jangan bilang bunda terpengaruh drama telivisi yang biasa ditayangkan setiap jumat malam, tega sekali kau pada anakmu sendiri."
"Setidaknya saat ini barang-barangmu masih utuh dan belum aku jual. Apa kau ingin mereka dibuang saja?" memang benar orang bilang jika anak tidaklah pernah benar dimata orang tua.
Licik.
"Bahkan nenek tidak sekalipun ikut campur urusan asmara ayah dan bunda. Seriously?"
"Semakin kau keras kepala maka semakin sulit juga untukmu menolak lamaran ini. Tidak peduli apapun caramu walau harus kabur sekalipun... Kau tetap akan terikat lamaran ini nona muda."
Lamaran katanya? Telingaku tak salah dengar, kan?
Bukankah dirinya yang sedari awal memberitahuku bahwa akan dijodohkan? Lamaran katanya?
Bagus, kini memutar balik fakta.
"Astaga kalian sesama perempuan kupikir akan lebih bisa bekerja sama daripada kami kaum pria." ayah entah datang darimana sudah bergabung begitu saja denganku dan bunda di ruang tamu. "Ada apa?"
Aku menatap kesal bunda sementara yang ditatap masih membaca santai majalah di tangannya.
"Bunda mau aku dijodohkan dengan laki-laki yang bahkan bertemu saja belum. Dijodohkan!"
"Tunggu, apa?" sengaja betul menekan kata 'dijodohkan' tadi dan tersenyum puas melihat wajah ayah yang kini terkejut bukan main lantas mendelik ke arah bunda. "Apa-apaan ini? Kau menjodohkan anak perempuan kita satu-satunya?"
"Ya, apa ada masalah dengan itu?" kini bunda mulai fokus kepada ayah, sesekali melirikku dengan pandangan dingin.
Sebenarnya kalau di nalar, bukankah ini berbanding terbalik? Biasanya seorang ibu yang akan menentang perjodohan anaknya, tetapi mengapa kali ini seorang ayah yang menentang?
Mana aku peduli? Setidaknya aku bisa mendapat pembelaan dari-
"Harusnya kau bilang aku dulu, apa-apaan main asal jodoh." aku berbalik menatap ayah yang tiba-tiba saja raut mukanya berubah datar seperti tidak ada masalah apapun. "Bagaimana jika tidak mapan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
me and my perfect brother
FanfictionBrengsek! Menyebalkan! Tak tahu diri! Tidak punya perasaan! Berisik! Keras kepala! Egois! Usil! Tapi, kenapa aku masih menyayangi mereka saat ku tau semua realita tadi yang telah kusebutkan selalu terjadi pula padaku? Entahlah. Tetap saja walaupun m...