VL [12]

16.5K 1.1K 66
                                    

Hujan turun semakin deras. Dan Kevin sudah cukup lama pingsan, tapi tidak ada yang memperdulikannya.

"Astaga..."

Hingga akhirnya Ahmad, pria paruh baya yang tidak sengaja lewat di depan emperan toko, seketika menghampiri Kevin dan detik itu juga Ahmad menggeleng miris.

Apa yang terjadi di depan matanya benar-benar membuatnya tidak habis pikir. Di saat ada seseorang yang terkapar tak berdaya, mereka malah hanya diam dan mengabaikannya.

"Ya Tuhan, apa mereka sudah tidak punya hati lagi?" Perlahan pria paruh baya itu menggendong Kevin dan membawa Kevin ke rumahnya yang kebetulan berada tidak jauh dari emperan toko di mana Kevin pingsan.

Walaupun tidak mengenal Kevin, tapi Ahmad merawat Kevin hingga paginya Kevin terbangun dengan kondisi yang jauh lebih baik.

Kevin tentu sangat berterimakasih pada Ahmad, dan ia bersyukur masih ada orang baik yang mau membuat dirinya susah hanya untuk menolongnya. Bahkan Ahmad juga menawarkan dirinya untuk mengantar Kevin pulang, tapi mengingat bagaimana sikap Mila dan kata-katanya yang sudah sangat sukses melukai hatinya, Kevin pun menolak untuk diantar pulang.

"Apa Mas Kevin yakin tidak ingin Bapak antar pulang?" Tanya Ahmad memastikan. Sudah dua hari Kevin tinggal dengannya, dan Ahmad hanya tahu nama Kevin, tapi walau begitu Ahmad yakin Kevin pasti bukan orang sembarangan dan Ahmad yakin keluarga Kevin pasti sedang sangat mengkhawatirkan Kevin.

Kevin mengangguk mantap. "Untuk sementara saya tidak ingin pulang dulu, Pak. Tapi bisakah Bapak membantu saya?"

Ahmad menepuk bahu Kevin dan tersenyum tulus. "Katakanlah jangan sungkan" Ucap Ahmad.

"Saya ingin menghubungi saudara saya, Pak. Tapi saya..."

"Tenanglah Bapak akan membantumu" Potong Ahmad.

Kevin menghela nafas lega.

"Sekarang Mas Kevin tunggu disini"

Tanpa menunggu jawaban dari Kevin Ahmad beranjak pergi dan selang 10 menit, Ahmad pun kembali dengan membawa ponsel di tangannya.

"Mas Kevin" Panggil Ahmad lalu duduk di samping Kevin. "Ini pakailah, Bapak meminjamnya dari teman Bapak" Ucap Ahmad sambil memberikan ponsel yang di pegangnya pada Kevin.

Kevin tersenyum haru. Walaupun Ahmad hidup sendiri di Jakarta karena anak istrinya berada di kampung dan Ahmad pun hidup serba kekurangan karena harus menabung untuk dikirim ke kampung, tapi Ahmad begitu baik padanya.

"Terima kasih, Pak. Saya tidak tahu harus bagaimana kalau tidak ada Bapak, Bapak sungguh sangat baik" Ucap Kevin.

"Ini bukan apa-apa, sekarang hubungilah saudara Mas Kevin" Ahmad tersenyum tulus walaupun tahu Kevin tidak bisa melihat senyumnya.

Dengan dibantu Ahmad karena Kevin tidak mungkin menggunakan ponsel itu sendiri. Akhirnya Kevin menghubungi Prilly, karena nomor ponsel Prilly dan Mila hanya beda dua angka di belakangnya, dan itu memudahkan Kevin untuk mengingatnya.

Prilly yang mendapat telepon dari Kevin tentu saja langsung mendatangi alamat yang diberikan Ahmad, karena Ahmad pun ikut bicara dengan Prilly. Dan hanya berselang dua jam setelah Kevin menghubunginya, Prilly kini sudah berdiri di depan rumah Ahmad.

"Kevin" Dengan tidak sabaran Prilly menghambur memeluk Kevin yang sedang duduk diteras depan rumah dengan di temani Ahmad.

"Astaga Prilly" Kevin yang kaget mendapat pelukan dari Prilly, seketika mendorong bahu Prilly.

Verräter LiebeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang