VL [17]

15K 1.1K 58
                                        

Semakin hari setelah kepergian kedua orangtua Mila ke Belanda, hubungan Kevin dan Mila bukannya semakin membaik, malah semakin memburuk.

Mila bahkan mulai lelah meyakinkan suaminya kalau ia benar-benar menyesal dan merasa jera dengan apa yang sudah dilakukannya.

Mereka tidur dalam satu kamar, tapi setiap malam Mila hanya bisa memandangi punggung Kevin, dan sama sekali tidak merasakan pelukan hangat suaminya.

"Aku tidak tahu lagi harus bagaimana, Bi" Ucap Mila lirih.

Semua yang dilakukannya selalu salah dimata Kevin. Demi Tuhan, ini benar-benar membuatnya frustasi dan Mila merasa Kevin semakin menjauh darinya.

"Jangan menyerah, Non. Bibi yakin Den Kevin hanya sedang menguji Non Mila saja" Ucap Sum memberi semangat pada Mila agar Mila tidak menyerah menghadapi sikap Kevin.

"Tapi sampai kapan, Bi? Ini sudah lebih dari satu bulan" Mila terisak sedih. Membuat Sum mengulurkan tangannya dan perlahan mengusap punggung Mila. Sum tentu tahu bagaimana kerasnya usaha Mila untuk meyakinkan Kevin. Dan Sum tidak tega melihat Mila yang terus saja diabaikan.

"Bibi tidak tahu harus berkata apa untuk menenangkan Non Mila. Tapi percayalah buah dari kesabaran itu sangat manis, Non" Ucap Sum.

Prilly yang baru saja memasuki rumah Kevin dan Mila, seketika terdiam dan menghela nafas panjang begitu melihat Mila lagi-lagi menangis.

Setelah Richard dipindah tugaskan ke rumah sakit lain, lebih tapatnya pria itu kini tinggal di luar kota. Prilly lebih sering datang ke rumah Kevin dan Mila untuk menemani Mila. Dan Kevin tidak lagi melarang Mila keluar dari rumah, tapi walau begitu, setiap kali pergi sebisa mungkin Prilly selalu menemani Mila. Begitupun dengan Juan yang selalu siap menjadi supir sekaligus bodyguard Mila dan Prilly.

"Aku datang" Seru Prilly sengaja mengagetkan Mila. Dan detik itu juga Mila menghapus air matanya.

"Hai... Aku pikir kamu akan datang satu jam lagi" Mila memaksakan senyumnya dan Prilly tahu itu. Tapi walau begitu, jauh di dalam lubuk hati Prilly, gadis itu merasa sangat senang, karena sekarang mereka jauh lebih dekat dari pada sebelumnya.

"Ck! Bukankah kita akan ke Mall dan disana kita akan belanja sepuasnya jadi akan lebih baik kalau aku datang lebih cepat bukan?" Prilly menghampiri Mila lalu memeluk Mila sebentar sebelum akhirnya tersenyum dengan sangat lebar.

"Astaga kamu memang tidak berubah" Mila memutar bola matanya malas.

"Oh ayolah jangan berlebihan. Lagipula Kevin juga tidak akan marah kalau kita menguras seluruh isi kartu yang dia berikan padamu"

"Ish dasar!" Mila mencubit gemas lengan Prilly. Sontak saja Prilly mendengus kesal. "Jangan protes" Desis Mila memperingatkan.

"Aku tidak protes! Sudahlah ayo pergi" Prilly menarik tangan Mila dan Mila menarik tasnya yang ada di atas meja kemudian merekapun saling bergandengan tangan keluar dari rumah. Membuat Sum yang diabaikan oleh Mila dan Prilly mengerucutkan bibirnya.

"Padahal Bibi sebesar ini. Masih saja tidak terlihat" Gumamnya sedih.

******

"Wow ini kejutan, apa yang membuatmu datang kesini heum?" Max mengedipkan sebelah matanya menggoda Kevin. Tidak biasanya Kevin datang ke studio musiknya. Tapi ini sangat menarik dan tidak bisa dibohongi Max merasa senang mendapat kunjungan dari Kevin.

"Ingin melihatmu, apa tidak boleh?" Kevin melipat kedua tangannya di depan dada.

Sejak dua minggu yang lalu, Max kembali mengurus studio musik miliknya dan itu membuat Kevin kehilangan sosok Max di kantor.

Verräter LiebeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang