2. Gilang

5.5K 291 1
                                    

Keadaan mencekam terjadi bagi Grafisa. Pasal nya perempuan itu sekarang sedang memakai kaus kaki pendek, dan guru yang disebut Macan itu sedang melihat ke arah nya.

"Bu Endang, saya pinjam Gilang sama Grafisa dulu ya?" Suara itu menghancurkan tatapan tajam si Macan. Guru tersebut kemudian melengang jalan melewati ketiga nya.

Bu Eka lantas menyuruh kedua nya untuk masuk ke dalam ruangan nya sendiri--karena bu Eka adalah wakil kepala sekolah. Wanita yang kira-kira umur nya baru kepala empat itu kemudian tersenyum ramah. Paras nya cantik walaupun sudah tua.

Sebagai guru ekonomi, Grafisa sedikit takut akan di panggil nya ini. Masalah nya, ia sama sekali tidak bisa dengan pelajaran ekonomi, matematika, dan sebagai nya. Tapi dengan senyaman mungkin, Grafisa tetap tersenyum. "Ada apa ya Bu?"

"Tegang banget muka kamu Nak." Grafisa tertawa. Tertawa paksaan. "Ibu sebenernya ga ada urusan apa-apa sama kamu, cuma tadi Ibu kasian liat muka kamu yang hampir di hukum itu."

"Heheheh bu, akhirnya bermanfaat juga ya Bu muka saya kayak gini." Bu Eka lantas tertawa, sementara Grafisa cengengesan tidak jelas.

Beberapa detik larut dalam tawa, Gilang berdeham kecil. Membuat kedua suara tersebut lenyap. "Seperti biasa Nak, Ibu mau nawarin kamu ikut O2SN ekonomi."

"Tahun kemarin kamu nolak? Terus sekarang kamu mau nolak lagi buat yang kedua kali? Pikirin baik-baik Nak. Ibu yakin kalo kamu mau ikut kejuaraan ini, sekolah akan mempertimbangkan lagi untuk mengeluarkan kamu."

"HAH?!" Grafisa berteriak, menatap heran laki-laki yang duduk di samping nya. "Ehhhh maaf Bu saya teriak."

Bu Eka mengangguk santai, "kamu kaget yang bagian mana Nak? Gilang nolak ikut lomba atau mau di keluarin dari sekolah?"

"Yang pertama bu... kalo di keluarin dari sekolah orang-orang juga udah mikir kayak gitu hehehe." Jawab Grafisa. Kelewat frontal.

"Segitu baik nya kamu nutupin kepintaran kamu sampai-sampai teman sekelas mu saja tidak tahu?" Sindir Bu Eka sambil menatap Gilang. Sementara anak laki-laki itu masih setia menatap tumpukan buku yang ada di meja Bu Eka.

Setelah sukses membuat Grafisa bungkam seribu bahasa, Gilang akhirnya berbicara. "Saya pikirin lagi bu, permisi."

"GILANG TUNGGUIN IH!" Gilang tidak juga berhenti, apalagi berbalik menunggu perempuan itu datang. Mustahil.

Gilang bukan anak bawel seperti perempuan itu. Mungkin, ia juga tidak memiliki rasa kemanusiaan seperti yang Grafisa memiliki. "Lo serius pinter ekonomi?!"

"Lang?!"

"Lang kan bukan rahasia negara lagi kalo lo itu bego, dalam semua pelajaran. Ya walaupun gue juga si, tapi gue ga semales lo. Terus kenapa tiba-tiba lo nolak ikut lomba itu? Kan lo pinter?"

Tanpa mempedulikan gadis di samping nya berbicara. Gilang masih terus menatap lurus ke depan, kedua tangan nya masuk ke saku celana dan langkah kaki nya terlalu besar--membuat Grafisa harus berjalan cepat untuk mensejajarkan langkah mereka.

"Yailah Lang, lo ga denger kata bu Eka tadi? Gue sebagai teman sekelas lo dan orang yang punya rasa kemanusiaan yang tinggi juga rada gimana gitu kalo lo di keluarin."

"Et dah Lang, itu kuping apa bakwan si?!" Grafisa mulai gemas sendiri. Ingin rasa nya mencubit perut Gilang sampai laki-laki itu mampus.

Langkah kaki Gilang berhenti, kemudian ia menatap tajam Grafisa dan memojokan perempuan itu ke tembok kelas mereka. Kedua tangan besar Gilang berada di samping tubuh Grafisa yang menempel di tembok. Menahan agar gadis itu tidak pergi.

Gilang tidak suka orang yang memaksa, bawel, dan suka mencampuri urusan orang lain. Lagi pula, ia dan Grafisa tidak pernah terlibat hal apa-apa selain satu kelompok mata pelajaran Bahasa Indonesia satu minggu yang lalu. Bisa-bisa nya perempuan itu menyalahkan nya.

"Denger gue, gausah sok tau jadi orang. Urusin diri lo sendiri, baru urusin gue." Setelah mengucapkan dalam satu tarikan nafas, Gilang kembali berjalan santai. Meninggalkan Grafisa yang masih terpatung di tempat nya tadi, bersama suara dingin Gilang yang terus bermain di kepala nya.

Grafisa jengkel, gondok, dan kesal. Tiga kata itu seperti nya cukup mendeskripsikan perasaan nya. Ia bersumpah bahwa ia tidak akan mau berurusan dengan laki-laki itu lagi. Sebelum ia menyadari satu hal.

"GILANG BALIK BEGO! KITA BELOM AMBIL BUKU TULIS NYA! GILANG SETAN!"

NuncaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang