17. Nomor Telepon

2.9K 216 1
                                    

"Bangke banget emang," ujar Zeta, perempuan itu baru saja ngedumel sendiri karena hari pertama nya masuk sekolah setelah tiga hari di rawat tidak menyenangkan. Zeta harus mengerjakan tugas dari lima pelajaran yang hampir semua nya adalah essay, dan memakan kertas berlembar-lembar.

"Ya gue si bisa apa lagi selain ngomong sabar, Ta." Grafisa menepuk-nepukan bahu teman nya iba. "Kalo di suruh bantuin si gue ogah, mendingan gue tidur di kelas atau ga dengerin lagu sampe mampus."

"Dasar manusia tidak berperikemanusiaan lo Ca," sungut Dara, perempuan yang rambut nya kali ini di biarkan tergerai itu kemudian mengambil selembar kertas dan membantu Zeta mengerjakan tugas agama.

"Eh iya gengs, lo ga laper atau haus gitu?" Tanya Grafisa, mencoba membuat kemarahan Dara dan Zeta berkurang.

"Engga."

"Oke bentar, gue beliin siomay ya!" Ujar Grafisa tanpa mau mendengar jawaban kedua teman nya lalu pergi berlari menjauh dari Dara dan Zeta yang duduk di depan kelas nya.

Grafisa bersyukur dalam hati karena kantin tidak penuh--mungkin karena sekarang baru pukul setengah tujuh--tapi kelegaan Grafisa tidak berlangsung lama ketika melihat pedagang siomay belum datang. Hanya mie goreng, bakso, juga nasi goreng.

Kalau ia beli salah satu dari makanan tersebut, bawa nya pasti ribet. Semua nya harus pakai wadah, tidak bisa pakai plastik atau kertas minyak. Sedangkan dia akan membeli dua nasi goreng dan minuman, tangan nya pasti tidak bisa memegang itu semua.

"GILANG!" Teriak Grafisa ketika mata nya menangkap Gilang yang baru saja keluar dari toilet laki-laki yang ada di samping kantin. Laki-laki itu mendekat, alis nya terangkat sebelah.

"Nih kan kedua tangan lo masih berfungsi dengan baik, masih berfungsi pada umum nya," ujar Grafisa, sambil menunjuk kedua tangan Gilang yang masuk ke saku celana nya. "Jadi, tolongin gue ya. Tolongin bawain nasi goreng atau minuman nya terserah lo mau yang mana."

"Mau ya, mau ya?"

"Emang gue bisa nolak?"

"Engga!" Jawab Grafisa girang, kemudian berjalan ke pedagang nasi goreng, sedangkan Gilang duduk menunggu apa yang akan disuruh Grafisa tadi.

Sepuluh menit menunggu, Grafisa mengeluarkan selembar uang berwarna hijau dan satu lagi berwarna emas.

"Gilang!" Gilang yang mengerti akan panggilan tersebut kemudian berdiri, berjalan mendekat ke Grafisa.

"Gue yang bawa piring aja," tawar Gilang. Grafisa mengangguk mantap, kemudian membawa dua botol air mineral dingin di kedua tangan nya.

Gilang dan Grafisa berjalan beriringan, langkah kedua nya berhenti bersamaan saat sampai di depan pintu kantin. Laki-laki di hadapan mereka menyunggingkan senyum ketika menatap Grafisa, seperti Grafisa adalah mangsa nya kali ini. Grafisa mundur satu langkah, kenapa ia harus berhadapan dengan mata menyeramkan itu lagi?

"Urusan kita belum selesai," ujar Naufal, menatap Grafisa tajam. "Dan gue harap kali ini ga ada yang ganggu kita lagi." Kontan mata nya beralih menatap Gilang dengan senyuman merendahkan.

Dari cara senyum nya saja Grafisa tidak suka!

Kalau saja sekarang Gilang tidak membawa kedua piring yang berisi nasi goreng di tangan nya, sudah pasti ia akan menonjok wajah Naufal hingga laki-laki itu mati.

"Mau lo apa?!" Tanya Gilang, setengah berteriak.

"Mau gue? Cewek lo ini," jawab Naufal, kelewat santai sampai tidak sadar kalau sudah ada dua orang yang mengalami serangan jantung akibat nya.

Apa itu? Jadi selama ini Naufal berpikir kalau Grafisa adalah pacar Gilang? Ada-ada aja! Batin Grafisa.

Mungkin dalam hitungan lima detik lagi Gilang akan menjatuhkan piring tersebut dan memukul wajah Naufal habis-habisan kalau suara dari belakang Naufal tidak muncul. Disana berdiri Ghifari dan kedua teman nya, Ari dan Frans, permisi meminta jalan karena ketiga nya berdiri di tengah jalan.

Ari sempat tersenyum kecil menatap wajah lucu Grafisa. Adik kelas yang baru ia ketahui keberadaan nya sejak masalah dengan Naufal tiga hari yang lalu. Sedangkan Ghifari tersenyum kepada Gilang, kalian pasti tahu tanggapan Gilang seperti apa. Laki-laki itu sama sekali tidak membalas senyuman kakak kandung nya tersebut.

"Fal, lo di cariin bu Tini di ruang guru." Itu suara Frans, setelah Frans berkata seperti itu ketiga teman yang selalu bersama akhirnya menghilang dari pandangan Gilang dan Grafisa, bersamaan dengan Naufal yang akhirnya ikut menuju ke kantin. Tidak menggubris apa yang di katakan Frans tadi.

Grafisa bisa bernapas lega, perempuan itu masih takut setengah mati. Bayangkan saja, walaupun Grafisa adalah anak taekwondo, itu tidak akan bisa mengalahkan Naufal yang bertengkar setiap hari. Apalagi tenaga kedua nya yang jauh berbeda.

"Sumpah ya Lang, ka Ghifari itu cakep banget! Kayak se-cakep itu loh!" Teriak Grafisa heboh setelah kedua nya menjauh dari area kantin.

"Gue bingung kenapa abang nya se-cakep dan se-ramah itu tapi adek nya begini."

Laki-laki itu tidak menjawab, membiarkan Grafisa berspekulasi tentang ia dan kakak nya yang hampir semua fakta.

"Gue makin cinta sama ayang gue yang satu itu." Hati Gilang sedikit tercuil mendengar kata Grafisa tadi. Ya, Gilang memang selalu kalah dengan Ghifari, dari semua aspek.

"Emang ayang lo ada berapa?"

"Buanyak. Ka Ghifari, ka Frans, ka Syafiq, ka Bagas, ka Melvin---" ucapan Grafisa terhenti bersamaan dengan langkah nya, perempuan itu berpikir sebentar--menghitung berapa banyak jumlah kakak kelas yang ia taksir selama ini. "Ga ke-itung pake jari deh, kecuali gue pinjem jari lo sepuluh."

"Pesanan datang," lanjut perempuan itu, sambil menaruh air mineral di depan Dara dan Zeta yang sedang menunduk mengerjakan pelajaran yang berbeda. "Udah, udah makan dulu lo berdua, dari pada nanti mati kelaperan gara-gara ngerjain tugas kan ga lucu."

Zeta tersenyum simpul menerima piring yang di berikan Gilang. Sedangkan Dara masih sibuk dengan pemikiran nya. Bagaimana bisa, seorang Gilang yang di kenal dingin, tidak pernah bicara banyak kepada orang yang tidak terlalu dekat--walaupun teman cowok nya, juga orang yang tidak peduli terhadap sekitar bisa melakukan hal seperti ini? Sungguh keajaiban!

Gilang menarik tangan Grafisa untuk bangun sebentar, kemudian menyuruh perempuan itu memberikan ponsel nya. Grafisa awal nya tidak mau, tapi karena tatapan tajam Gilang, akhirnya perempuan itu memberikan ponsel nya juga.

Tidak sampai lima menit jari-jari Gilang bermain di layar ponsel, laki-laki itu mengembalikan kepada sang pemilik dan berlari menjauh dari pemilik ponsel tadi, dengan layar yang masih terbuka. Menampilkan kontak telfon yang baru di tambahkan dengan nama "Gilang".

What the hell. Hanya itu yang bisa Grafisa pikirkan.

NuncaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang